Aku mau nanya sebelum mulai ke ceritanya. Kalian udah baca cerita tentang Brandon? Kalau udah menurut kalian gimana? Kalau belum, beres baca cerita ini langsung mampir yaa judulnya BRANDOLF^^
Mengenai RP di chapter sebelumnya ada kesalahan dalam pengetikannya, aku baru ngeh. Jadi nanti aku bakal pilih yang mau jadi RP dari cerita ini, nanti aku update lagi untuk infonya. Kalau kalian mau boleh kok tapi aku mau lihat yang benar-benar niat.
Misalnya aku milih sembarangan, terus orang itu mundur dari RP karena cerita aku kurang ramai. Aku gak mau kayak gitu. Jadi aku mau RP yang serius.
Ada yang mau di tanyakan? Comment aja yaa^^***
Gue gak terlalu berharap lebih tentang lo. Gue hanya mau lo bertahan, di setiap situasi yang gue hadapi. Jangan pernah tinggalin gue ya???
***
Austin mengerutkan dahi. Menatap bingung ke arah Juwita, lebih tepatnya tidak mengerti apa yang dimaksud oleh gadis yang sedang menunggu jawabannya saat ini.
Baru kali ini Juwita berani menanyakan hal ini. Gadis itu sama sekali tidak merencanakannya. Pertanyaannya itu tiba-tiba saja keluar dari mulutnya.
"Kita? Manusia ciptaan, Tuhan. Masa gitu aja gak tau," ujar Austin dengan kekehan kecil.
Juwita mendecak. "Iya gue tau. Terimakasih udah ngingetin," balas Juwita malas.
Gadis itu sedikit berjalan menuju ujung rooftop. Gadis itu sulit untuk melihat keindahan disana karena tembok pembatas cukup tinggi dan menutupi pandangannya.
"Siapa sih yang naro tembok disini," ketus Juwita memukul temboknya pelan.
Austin tertawa melihat tingkah Juwita. Baginya sangat lucu. Austin tidak tau Juwita mengatakan itu di buat-buat atau spontan dikatakan, tetap saja gadis itu terlihat lucu seperti anak kecil.
Juwita terpaksa harus menjinjitkan kakinya agar bisa melihat keindahan malam dari atas sana. Sedangkan Austin, pria itu menikmati pemandangan yang sekarang berdiri di sampingnya.
"Serius.... Ini indah banget," ujar Juwita terpukau. Terlihat dari atas sana lampu-lampu rumah para warga yang terlihat indah. "Gue suka banget. Kayaknya ini jadi salah satu tempat favorite gue deh. Bolehkan?"
Tidak ada yang menjawab. "Austin. Bolehkan?"
Masih tidak ada jawaban juga. Juwita langsung menurunkan jinjitannya dan menoleh ke sampingnya. Austin sedang melamun seraya memperhatikannya. Membuat pipi gadis itu terasa panas dan menjadi merah merona. Jantungnya seperti sedang mengadakan lari maraton.
"Austin?" panggil Juwita. Desiran-desiran yang sulit dijelaskan terasa di tubuh keduanya. "Austin, lo gapapa kan?"
"Austin?!" sentak Juwita karena tak kunjung dapat jawaban.
Lamunan Austin membuyar seketika. "Eh... Eh apa?"
"Lo kenapa? Please jangan ngadi-ngadi ya, lo taukan gue penakut?" tanya Juwita. "Apa lagi ini udah malam," kata Juwita bergidik ngeri.
"Penakut," cibir Austin.
"Austin?" panggil Juwita namun keduanya masih fokus memandang kerlap-kerlip lampu dibawah sana. Austin bergumam menanggapinya.
"Gue gak punya hadiah. Gue gak tau lo sukanya apa, yakali gue beli boneka bintang," jelas Juwita dengan polosnya.
Austin terkekeh. Dan gemas sendiri mendengar Juwita mengatakan hal ini. "Gue sama sekali gak berharap dapat hadiah dari lo, lo temenin gue kesini aja udah cukup," jelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Austin Secret [END]
Teen FictionCover by @ay_designnn "Kami sudah melakukan yang terbaik," ujar sang dokter membuat tangisan mereka pecah begitu saja. Kehilangan seseorang yang paling berharga akan memberikan luka yang membekas begitu halnya terjadi pada Juwita Keanan. Dunianya ha...