"Iya gue tau" Afra cemberut menyesal pada perbuatannya, terkadang mulutnya memang tak bisa dijaga.
"Apa gue minta maaf aja yah?!" Lanjut Afra "Itu tentu harus" jawab Kaya. Afra mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
***
"Pak, berhenti di caffe depan aja!" Lin merasa tak ingin langsung pulang, jika dia pulang ke rumah, kepalanya pasti semakin penat.
"Ga langsung pulang aja dek Lin?" Mr. Daneil khawatir pada Lin yang tak akan langsung pulang. Dia memang sudah lama menjadi supir keluarga papah Lin, makanya begitu perhatian pada semua anggota keluarga papah Lin, termasuk Lin.
"Ngga, aku mau makan dulu, Mr. Dan pulang duluan aja!" Lin tak tau harus beralasan apa, tak tau kenapa ia ingin ke caffe itu. Tapi dia selalu berharap bertemu seseorang yang ia harapkan sudah lama. Mungkin sudah tiga tahun berlalu ia tak bertemu orang itu, hanya bisa melihat wajahnya di sosmed.
"Baiklah, kalo dek Lin mau di jemput lagi, hubungi saya saja" Sebagai seorang supir, Mr. Daneil hanya bisa menurut pada majikannya. Lin hanya mengangguk.
Sesampai di depan caffe, Lin menuruni mobil dan melambaikan tangan pada supirnya itu.
Lin memasuki caffe dengan nuansa klasik namun elegan. Ia duduk di kursi ujung, karena sedang tak ingin melihat siapapun sekarang. Ia sedang ingin sendiri. Tak lama sang kasir datang, dan Lin memilih pesanannya.
Lin sedang merenungi masa lalu itu, cintanya di SMA yang belum ia lupakan sampai sekarang. Padahal kenangannya tak begitu istimewa, tapi perasaannya sudah memenuhi alam semesta.
FLASHBACK ON
"Lin, hari ini gue mau izin ga bisa kumpul" Sherin menghampiri Lin yang sedang membereskan alat tulisnya di meja, memasukkannya kedalam tas merahnya. Lin menolah pada orang yang mengajak bicara.
"Kenapa?? Hari ini kan kumpul wajib Rin!" Lin merasa keberatan dengan izin Sherin yang belum jelas alasannya, mereka memang satu kelas satu organisasi. Tapi bukan berarti dia bisa membebaskan temannya jika tak kumpul rapat.
"Gue.. harus jagain nenek gue yang lagi sakit Lin. Lo pasti tau kan?!, ga ada yang jagain dia selain gue. Gue juga sebenarnya merasa berat izin kayak gini, tapi gimana lagi?!!" Sherin memang merasa kalo dia gak bertanggung jawab, tapi dia sangat khawatir pada sang nenek tercintanya yang memang sudah sedikit pikun.
"Hmm.. lo sekarang jadi banyak izin loh Rin!" Lin merasa bingung " Gue tau Lin, gue juga gak masalah.. kalo emang harus di keluarin dari panitia" Lin sebenarnya tau kalo Sherin sangat menyayangi neneknya, karena neneknya itu adalah satu-satunya keluarga yang Sherin punya. Tapi hal itu gak bisa di sangkut-pautkan dalam Organisasi.
"Terserah lo, gue ga bisa ngizinin lo atau ngelarang lo. Kalo masalah kepanitian biar jadi masalah nanti" Lin tak bisa berlama-lama mengurusi satu hal sepele seperti itu, masih banyak yang harus ia lakukan. Ia melenggang pergi, meninggalkan sherin yang masih diam di tempat.
"Duaaarrrr..."
Di depan pintu kelas Lin di kagetkan oleh dua sosok wajah sahabatnya. Mereka tiba-tiba nongol dari balik pintu seakan memang sudah niat mengagetkan Lin.
"Kalian apa-apaan si" Lin memukul tangan mereka secara giliran, dan di buahi tawaan oleh sahabatnya. Lin menghiraukan tawaan mereka, dia berlenggang pergi meninggalkan kedua sahabatnya.
"Bu ketuplak, Kaya hari ini gak bisa kumpul rapat yaahh.. sakit soalnya.." Kaya dan Afra yang mengikuti jejak Lin di belakang.
"Iyah, gue juga sama" Afra mengikuti nada bicara Kaya" Lin berbalik "Sakit apa kalian?" Lin berbicara datar " Nih, sakit gara-gara tadi dipukul sama ibu ketuplak" Kaya menunjuk bagian tangannya yang Lin pukul tadi dan di angguki oleh Afra juga yang berekspresi kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catalina Ashley
Teen FictionMenurut Lin perasaan di hatinya ini hanya ada dua, antara cinta dan benci. Ketika dia tak mencintainya maka dia.. membencinya. Ini hanya sebuah cerita Catalina Ashley, mulai dari persahabatannya, cintanya, hingga permasalahan hidupnya. Jadwal post...