Setelah kejadian di lapangan komplek tadi, Alex terus bersenandung menuju rumahmya. Dia begitu bahagia melihat sosok cewek yang benar-benar beda dari yang lain. Entah kenapa Alex merasa jatuh cinta pada pandangan pertama, dan Alex harus mendapatkannya.
Alex yang baru sampai kedalam rumah melihat mamih nya di dapur sedang menyiapkan sarapan, dia menaruh bola basketnya di lantai sembarang arah dan langsung memeluk mamih tercintanya dari belakang dan membisikan
"morning mom!"Si empu yang di peluk merasa kaget atas pembuatan anak satu-satunya ini.
"Aduhh Alex kamu ini bikin mamih kaget aja deh" Mrs. Maria memukul bahu sang pelaku, "gimana kalo piringnya jatuh atau jantung mamih yang jatuh!!" Mrs. Maria menasihati anaknya saat pelukan itu sudah lepas dan membalikkan tubuhnya mengarah ke si anak.
"Emang jantung mamih bakal jatuh kemana? Ke usus? Atau ke rahim?" Alex masih tetap bergurau dengan nasihat mamihnya. Dia memang tidak pernah bisa serius saat di nasihati. Mrs. Maria hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat anaknya sudah tak bisa di nasehati.
"Mih, ternyata disini ada cewek cantik juga yah" Sekarang Alex sudah duduk di salah satu kursi depan meja makan. Dia meminum air yang sudah di ambilnya. Mrs. Maria yang mendengar itu mengangkat sebelah alisnya ke atas.
"Emang kamu ketemu siapa?" Mrs. Maria ingin tau siapa cewek cantik yang Alex sebut itu. Dia menunggu jawaban dari anaknya.
"Itu mih dari komplek satu belah ujung" Alex menyebutkan tempat tinggal yang Lin beri tau tadi saat di lapangan.
"Ciee.. yang jatuh cinta. Baru pindah aja udah mulai cinta-cintaan" sindir Mrs. Maria pada anaknya. Alex hanya melenggang pergi meninggalkan dapur menuju kamarnya "udah ah, mau mandi dulu"
"HABIS MANDI LANGSUNG KE BAWAH YAH, KITA SARAPAN!" Mrs. Maria berbicara keras saat Alex sudah menaiki tangga.
Anak satunya itu benar-benar sudah dewasa. Dia sudah belajar mencintai lawan jenisnya. Semoga saja dia mendapatkan sosok yang membuat anaknya bahagia.
Suatu hari dia benar-benar harus merelakan anak satu-satunya itu pergi untuk melanjutkan kehidupan barunya. 'Huh, sungguh aku sangat meyayangi anakku ya Tuhan'
***
Lin memasuki halaman rumahnya, dia menuju kedalam.
"Dari mana kamu Lin?" Suara wanita itu menyambut kedatangan Lin, dia berhenti berjalan saat wanita itu bertanya, wanita itu sedang duduk di sofa sambil memegang majalah wanitanya.
"Kata mbak Neti kamu lompat lagi yah dari kamar!!" Lin memalingkan mukanya menghadap ibu yang melahirkan dia, tapi dia tidak bergeming sama sekali.
"Jangan ulangi lagi, itu bahaya.. Kamu itu cewek, cewek itu harus anggun, apalagi kamu anak seorang wali kota. Gimana kalo ada yang liat dan nyangka kamu maling?! Ribet kan!" Lin menghela nafas berat, dia melenggang pergi menaiki tangga. Tak ada lagi yang harus dia dengar dari mamahnya itu. Semuanya omong kosong, sok-sok bertanya, perhatian, padahal semuanya semata-mata karena pekerjaan papah. Seorang anak wali kota lah. Hah, bahkan aku tak peduli aku seorang anak wali kota atau bukan, semua orang dalam pandanganku sama. SEMUA SAMA.
Tanpa di sadari air mata Lin keluar LAGI. Dia selalu merasa benci saat mamahnya melakukan ini, hatinya sangat terluka. Dia merasa diinginkan namun tak di butuhkan. Dia selalu berandai dan mengapa. Mengapa aku menjadi anak keluarga ini? Mengapa aku memiliki mamah seperti dia? Andai aku anak hilang, lebih baik aku hidup di panti asuhan. Andai.. andai.. andai..
Air itu terus mengalir membasahi wajah mulus Lin, seakan tak ada lagi kebahagiaan di mata Lin. Mata coklat itu berubah menjadi sendu merah karena tak berhenti menangis. Hingga akhirnya di tertidur didalam rengkuhannya sendiri.
***
"Pah, sudah pulang?!" Wanita bernama Mrs. Ilona menyambut suaminya yang baru pulang dari kantor, ia membawakan koper sang suami.
"Papah mandi dulu yah, abis itu kita makan malam" Mr. James hanya menganggukkan kepalanya karena merasa lelah setelah bekerja mengurus kota.
Mrs. Alice sedang menyimpan menu malam ini yang di bantu oleh mbak Neti. Mr. James menghampiri istrinya di dapur dan duduk di tempat kebangsawanannya.
"Dimana Jacob dan Lin??" Mr. James melihat kursi-kursi anaknya yang kosong.
"Jacob belum pulang, dan Lin dia belum keluar dari kamarnya sejak siang tadi" Mrs. Ilona tak pernah merasa bersalah atas apapun, ia selalu merasa benar atas segala yang di ucapkan pada anaknya.
Mr. James menaiki tangga menuju kamar putrinya. Dia mengetuk pintu sebelum masuk yang tak dibalasi sautan dari dalam. Merasa pintunya tak di kunci, ia meminta izin masuk.
Kamar itu gelap, hanya di terangi oleh cahaya malam dari kaca kamar yang tak di tutupi gorden. Mr. James memencet saklar lampu agar terang. Dia memperhatikan putrinya yang tertidur di atas seprei biru nya. Lalu ia duduk di sisi kasur putrinya.
"Lin, yuk kita makan malam!" Hati Lin merasa baikan setelah mendengar suara lembut papahnya. Dia membuka matanya dan menoleh "papah udah pulang?!" Pertanyaan itu hanya di angguki oleh sang papah "yuk makan malam!" Tangan besar itu mengelus puncak kepala Lin dengan lembut. Lin tak bisa menolak ajakan papahnya, dia pasti kecewa jika Lin menolaknya. Karena waktu yang mereka habiskan sedikit, papah selalu menginginkan makan malam bersama jika ia pulang.
"Lin mau ke toilet dulu" Lin merasa tak mungkin jika dia ke bawah dengan wajah kacau, mungkin papahnya tak memperhatikan tapi mamahnya atau mbak Neti pasti melihat itu.
"Baiklah, papah tunggu di bawah" Mr. James keluar kamar menuruni tangga.
"Jacob kamu sudah pulang?!" Orang yang merasa terpanggil menoleh "iya pah, baru aja. Lagi banyak kerjaan di kantor" Jacob berdiri dari duduknya atas rasa hormat pada sang papah. Setelah papahnya duduk, Jacob duduk kembali di kursinya.
"Lin mana?" Jacob heran kenapa adiknya belum ke bawah juga setelah tadi mamahnya bilang kalo papah memanggil Lin.
"Gue disini!" Lin tiba-tiba datang dari belakang Jacob dan duduk di sampingnya.
"Bener, udah kayak bangsat lo. Tiba-tiba ada" Jacob mengecilkan volume bicaranya karena takut bahasa kasar itu terdengan sang papah.
"Lo monyet" Lin membalas ucapan Jacob "waahh.. lo itu anjing ternyata" Jacob tak mau kalah "lo setan" Lin membalas "shit.." Jacob kaget saat kepalanya di pukul oleh sendok.
"Berhenti berdebat dan mulai makan sebelum dingin" ternyata pelakunya sang ibu. 'kenapa hanya dia saja yang di salahkan?! Benar-benar licik'. Lin hanya tersenyum puas melihat itu.
Akhirnya mereka makan malam bersama, Lin sudah melupakan kejadian tadi siang dan sikap cerianya sudah kembali.
Di lain tempat Alex bersama papih dan mamihnya juga makan malam bersama sambil berbincang-bincang dan tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catalina Ashley
Fiksi RemajaMenurut Lin perasaan di hatinya ini hanya ada dua, antara cinta dan benci. Ketika dia tak mencintainya maka dia.. membencinya. Ini hanya sebuah cerita Catalina Ashley, mulai dari persahabatannya, cintanya, hingga permasalahan hidupnya. Jadwal post...