Dalam rumah keluarga James Alferd di hari libur ini, mereka melakukan kegiatan santainya masing-masing. Ada Mr. James yang sedang duduk santai di depan layar tv nya, istrinya Mrs. Ilona yang sedang menyiram tanaman, sang anak tertua Jacob yang sedang berenang, dan sosok kucing yang masih diam di balkon kamarnya sambil menikmati angin pagi.
"Lo serius?? Ga becanda kan?." Kedua orang yang berada di layar handphone Lin merasa tak percaya saat Lin menceritakan kejadian semalam.
"Jangan halu deh Lin, gue tau lo rindu banget sama orang itu, tapi bukan berarti lo jadi hilang akal kayak gini." kedua sahabatnya itu pasti memang tak akan percaya dengan yang Lin bicarakan.
"Gue serius temen-temen, itu bukan mimpi, it's all real. Bahkan dia minta nomor gue." Afra dan Kaya masih kaget dengan yang Lin katakan, karena mereka takut itu semua hanya imajinasi Lin saja. Tapi mereka mencoba mempercayai sahabatnya itu.
Saat Lin bangun dari tidurnya, ia teringat dengan kejadian semalam, ia langsung menghubungi kedua sahabatnya melalui video call dan menceritakan semua itu atas rasa bahagianya saat ini.
"Ini kesempatan lo Lin, lo harus gerak mulai sekarang ga boleh diem-diem mulu, mau sampai kapan lo mendem ini semua?! Sampai dia pergi lagi? Sampai dia udah jadi milik orang lain?." Lin tau omongan Kaya itu bukanlah semua pertanyaan, tapi sebuah peringatan.
"Bener Lin, dia ga bakal tau gimana perasaan lo kalo bukan lo yang langsung ngomong sama dia." Afra menimpali. Lin hanya diam dibuatnya. Ucapan mereka memang benar, ini adalah kesempatannya untuk tau bagaimana perasaan Cole padanya. Tapi Lin merasa takut, takut jika Cole tidak memiliki perasaan yang sama dengan yang ia rasakan selama ini. Apa yang akan terjadi selanjutnya jika misi itu gagal? Mungkin Lin sendiri yang akan hancur.
Suara mobil diluar sana membangunkan pikiran Lin, ia melihat keluar kaca kamarnya. Disana kedua orang tuanya sedang berbincang seperti saling menyapa satu sama lain dengan tiga orang yang Lin kira itu tamu yang baru datang. Tapi tunggu.. wajah itu seperti tak asing. Lin tersentak sendiri saat mengingat laki-laki dibawah sana.
"Ra, ya, udah dulu yah teleponannya gue harus ke bawah, nanti kita lanjut lagi." Afra dan Kaya memang tak mengerti mengapa Lin tiba-tiba memutuskan panggilan mereka, tapi yasudahlah namanya juga Lin, dia memang seperti itu, nanti juga dia pasti cerita.
Lin benar-benar turun ke bawah, ia ingin memastikan bahwa laki-laki yang datang ke kediamannya itu memang laki-laki yang sama dengan yang mengantarnya kemaren ke kampus.
Lin tetdiam saat berada di ujung tangga, penglihatan Lin memang benar, itu adalah laki-laki yang sama, keluarga Habert. Tapi apa tujuan mereka datang ke rumahku?
Lin..
yang dipanggil merasa tersentak dengan panggilan papahnya."Lin, kemari sayang." Lin merasa kaku sekarang, entah mengapa Lin juga tak tau. Lin menghampiri kedua orangtuanya yang sedang duduk bersama ketiga orang tamunya.
"Perkenlakan tuan dan nyonya Habert, ini adalah putriku, Catalina." Lin sedikit membungkuk atas rasa hormatnya pada ketiga orang di depannya.
"Kami baru tau kalo pak walikota memiliki putri secantik ini." papah Lin hanya tertawa saat mendengar gurawan Mr. John.
"Jika kau mau tau aku juga memiliki putra yang tampan pula." mereka sudah saling nyaman dalam perbincangannya.
Satu menit kemudian Jacob datang dan mengenalkan diri pada keluarga Habert.
Lin terus melirik ke arah mata biru itu, Alex yang menyadari itu merasa bahwa Lin ingin mengatakan sesuatu padanya.
"Pih, mih, om, tante, Alex izin mengobrol di belakang ya sama Lin." Alex berdiri duluan saat mendapat jawaban ya dari mereka. Lin yang merasa diintrukai oleh Alex ikut berdiri dan mengikuti kemana perginya Alex.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catalina Ashley
Roman pour AdolescentsMenurut Lin perasaan di hatinya ini hanya ada dua, antara cinta dan benci. Ketika dia tak mencintainya maka dia.. membencinya. Ini hanya sebuah cerita Catalina Ashley, mulai dari persahabatannya, cintanya, hingga permasalahan hidupnya. Jadwal post...