the alien version of Lin

18 2 0
                                    

Seorang wanita dengan sepeda kesayangannya sampai di suatu minimarket, dia menyimpan sepedanya di parkiran paling pojok dan mengunci stangkan sepedanya.

Dia berjalan menuju pintu keluar masuk dan mendorongnya.

"Bang, saya dapet sms dapet sembako, katanya tukerin ke minimarket terdekat yah?!" ibu-ibu di depan Catalina memperlihatkan handphone layar sentuhnya pada seorang kasir.

"Oh iya ibu, tapi kami belum bisa memastikannya dikarnakan jaringan disini lagi ga bagus.. tadi juga banyak yang ingin menukarkan, tapi kami belum bisa memastikan." lanjutnya.

"Oh gitu ya, jadi ga bisa yah?!" ibu itu sedikit kecewa atas harapannya.

"Iya bu." sang kasir melanjutkan mengantongi belanjaan ibu tadi.

Catalina tak mengerti apa yang mereka bicarakan, yang dia tau mungkin itu adalah bantuan pemerintah berupa sembako yang bisa di tukar di minimarket terdekat. Sekarang memang sedang banyak baksos pada setiap Desa, membuat mereka berbondong-bondong ke Desa demi mendapatkan haknya. Tapi apa boleh buat, yang mendapatkan itu hanya orang-orang yang ada di daftar pemerintah. Membuat pemerintah pusing di buatnya, karna ada bahasa Pemerintah gak adil lah, pilih kasih lah, dan bla bla bla. Seakan mereka tak sadar bahwa mereka masih mampu.
Lin berpikir seperti itu bukan karena sok tau, ia tau semua itu dari ayahnya. Ayahnya adalah salah satu orang yang terjun di dunia politik, ayahnya adalah seorang Wali Kota.

"Ada yang bisa saya bantu?" Catalina tak sadar bahwa ibu-ibu tadi sudah selesai dan keluar.

"Saya mau bayar Plasa mall." Catalina memperhatikan wajah lelaki di depannya.

"Kodenya?" Catalina meraih handphone di saku kanan jaketnya dan menyerahkannya pada sang kasir "Ini.."

Dia mencoba memasukan kode di komputer minimarket. Catalina memperhatikan wajah lelaki di depannya ini 'Kok wajahnya mirip Nichol yah' Catalina tersenyum miring.

"Maaf sebelumnya, saya tadi lupa kalo jaringannya lagi ga bagus. Jadi ga bisa." kasir itu mengembalikan handphone Catalina.

"Yaah.." keluh Catalina.

"Anda bisa kembali lagi nanti sore atau mungkin bisa coba ke minimarket lain." kasir itu menjawab tanpa ditanya.

"Mm.. saya kan sekarang mau kuliah nih, jadi ga ada waktu buat ke minimarket lain. Gimana kalo saya nitip uangnya aja ke abang, nanti kalo jaringannya udah bagus sama abang bayarin" Catalina meminta bantuan pada sang kasir agar tak repot. Tapi malah kasir yang repot.

"Gimana ya.. saya tidak bisa tanggung jawab mbak." kasir itu mengeles tak bisa.

"Saya percaya kok sama abang." Catalina sedikit memaksa lelaki di depannya. Kasir itu tak bergeming. Mungkin dalam pikirannya kenapa cewek di depannya ini?? Dia sedikit ngotot, mudah percaya pada orang lain, dan.. kenapa dia tidak bayar lain waktu saja, memang ini hari terakhirnya di dunia??!

"Saya kasih uang tip deh." Catalina sudah mengeluarkan uang plasa mallnya dan di tambah uang tip selembar berwarna hijau.

Kasir itu melihat uang di tangan Catalina, namun dia tak tertarik sama sekali. Jika dia menerimanya pekerjaan dia menjadi korbannya, bisa-bisa dia di pecat setelah ini.

"M-maaf mbak, bukannya saya menolak. Tapi sebaiknya mbak kembali lagi nanti sore." kasir itu sudah menolak talak permintaan sang Catalina yang cantik namun aneh dengan kepribadiannya.

"Silahkan ibu maju." Catalina sempat akan bicara, namun sudah di hadang lelaki di depannya dengan memanggil ibu-ibu di belakang Catalina. Catalina sedikit menyingkir, dia melihat ekspresi ibu itu yang mungkin dalam pikirannya sudah tak sabar lagi menunggu dari tadi. Catalina menghela nafas dengan berat.

"Ya sudah." akhirnya Catalina menyerah dan keluar dari tempat itu.

Di luar dia masih menggerutu tak menentu,

"Masa minimarket bagus tapi jaringan ga ada." Catalina melirik sebal.

"Seharusnya tadi gue kasih hospot aja tuh kasir." jari telunjuknya mengarah-ngarah ke depan, Catalina berbalik arah. Tapi.. tak jadi, dia ga punya waktu lagi, dia harus segera berangkat ke kampus.

Dia mengambil sepedanya yang berada di pojok dengan ekspresi yang masih kesal, membalikan sepedanya ke arah jalan, menaikinya dan menggoes sepedanya dengan semangat menuju kampus.

***

"Si Lin masih dimana?" Tanya Afra pada sang sahabat.

"Kayaknya masih di jalan deh, soalnya ga aktif juga." Kaya melihat chatnya untuk Catalina, namun ceklis satu.

Tak lama orang di carinya terlihat dengan sepeda kesayangannya, dia menghampiri Afra dan Kaya yang sedang duduk di kursi taman depan kampus.

Kaya dan Afra memperhatikan penampilan sahabat yang baru datang ini dari atas sampai bawah, tidak salah kah penampilan sahabatnya ini?? dia ke kampus dengan pakaian celana kebesaran dan hody hitam kedodoran, dan tak lupa topi levis kesayangannya, sungguh sahabat satunya ini begitu aneh, dia itu tidak terlihat sisi feminimnya sama sekali. Bagaimana bisa dia SEPEDE ini??!

Memang benar, Catalina itu selalu berpakaian semaunya. Kadang dia memakai pakaian yang memang tidak orang tau atau terlihat aneh. Walaupun begitu, ia tetap selalu terlihat cantik. Dalam berpakaian memang Lin kalah feminim dari Kaya dan Afra.

"Lo bener-bener udah kayak olif lin." Afra hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

"Olif?" Ralat Catalina, dia duduk di samping Kaya.

"Olif di film magic tumbler." Kaya mengingatkan Lin.

"Haha.." Lin tertawa garing "berarti gue punya jin dong!" Lin malah bicara aneh, sahabatnya itu sudah benar-benar aneh pikir mereka berdua.

"Iyah, tapi ga punya Rendi." Afra membalas percakapan aneh itu.

"Hmm.. kalo gue punya jin gue mau minta apa yah??!" Lin berpikir sedikit mengkeataskan matanya. Benar-benar alien versi Lin.

"Up to you.." Kaya sudah tak mengerti lagi jalan pikiran Lin, ia langsung berdiri "yuk ah ke kelas, bentar lagi Mrs. Hera masuk." ajak Kaya pada Afra dan Lin yang masih duduk. Merekapun ikut berdiri menyusuli Kaya, Kaya merangkul tangan kedua sahabatnya dengan bahagia. Bersyukur pada Tuhan karena dia di berikan kedua sahabat yang sangat disayanginya ini. Walaupun memang sifat kami berbeda-beda, tapi perbedaan itu membuat kami saling melengkapi.

"Nanti pulang maen ke rumah gue yuk." Afra dan Lin mengangguk dan Kaya mempererat rangkulan pada kedua sahabatnya dengan senyuman lebar.

Catalina AshleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang