Aku tidak menyangka bahwa hari graduation nya adalah hari terakhir kami bertemu. Bahkan aku tak sempat bertanya apa yang ingin aku tau tentang nya. Bahkan aku tak sempat meminta foto bersama dengannya, aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan.
Dia begitu keren hari ini, setiap hari dia memang terlihat keren, tapi hari ini dia lebih keren dari hari lainnya. Dia sangat pantas memakai stelan jas dan dasi. Perfect.
Dan tanpa disadari, ini adalah kedua kalinya ia pergi menghilang.
***
Rupanya hari sudah malam, mata Lin melirik pada jam yang melingkar di tangannya. Jam bulat itu menunjukkan pukul 08:10 pm. 'Sebaiknya aku harus segera pulang'
Lin berdiri dari tempatnya, ia melirik ke sekitarnya ternyata caffe ini begitu ramai. Apa yang ia pikirkan sampai tak melihat sekitarnya?! Huh, mulai lagi deh. Lin menghela nafas.
Ia mengambil handphonenya di dalam tas, ia akan menelpon pak Dan agar menjemputnya. Ia mencari nama di kontaknya sambil berjalan. Lin tidak fokus, bahkan sampai tak mendengar keramaian kumpulan orang yang akan masuk kedalam caffe.
Dukk..
Lin tersenggol oleh kumpulan orang yang baru datang itu, ia mendongak melihat wajah yang menabraknya, yang menabraknya pun ikut kaget, dan menundukan kepalanya tanda minta maaf. Lin seperti tak asing pada wajahnya dan orang-orang dibelakangnya, seperti pernah bertemu tapi tak tau dimana. Namun Lin tak di ambil pusing.
Dia kembali beralih pada handphonenya, yang akan memanggil supirnya itu. Namun tiba-tiba..
Bukk..
"Aduhh.."
Dia lagi-lagi menabrak orang di depannya, saat Lin melihat ke depan ternyata dia menabrak dada orang lain, lebih parah dari yang tadi."Sorry!.." Lin mendongakkan kepalanya. Mata Lin membesar saat melihat wajah orang itu, apakah ini hanya ilusinya? Atau hanya mimpi?
"Lin?!." Dia memanggil nama Lin dengan suara khasnya, dia juga merasa kaget bahwa akan bertemu Lin lagi dengan cara seperti ini.
"C-cole?!." Lin menyebut nama itu masih dengan rasa kagetnya. Tak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan orang yang ada dalam pikirannya saat ini. Orang yang sudah lama ia impikan untuk bertemu, orang yang selalu ia sebut dalam doanya pada Tuhan.
"Lo masih ceroboh kayak dulu." Cole mendahului percakapan. Mereka tersenyum, mencairkan suasana diantara mereka.
"Lo kenapa ada disini?" Cole bertanya lagi "gue? Gue abis makan." seakan memang benar jawaban Lin itu. Tapi Lin tidak berbohong kan, dia memang memesan makanan tadi.
Lin takpun bertanya pada pada Cole.
"Gue dateng kesini bareng temen-temen." Lin melihat pada arah yang mata Cole tunjukkan pada meja yang teman-temannya duduki itu. Itu kan orang yang nabrak Lin tadi. Pantas saja wajahnya tak asing, ternyata mereka memang teman-teman seangkatan Cole dulu di SMU."Lo mau ikut gabung?." Hah apa? Apa Lin tiadak salah dengar? Baru saja Cole mengajaknya bergabung.
"Apa? Bergabung?." Cole mengangguk.
"Emang gue gak bakal ganggu yah?." Lin memastikan.
"Ya enggaklah.. yokk!." Cole merangkul bahu Lin dengan sangat mudah, Cole tidak tau saja kalo sekarang jantung Lin berdetak sangat cepat.
Orang-orang yang sedang duduk di meja yang Cole dan Lin hampiri menoleh pada cewek yang Cole rangkul itu. Sekarang Lin jadi pusat perhatian semua orang di meja itu.
"Siapa nih Cole? Lo gak bakal kenalin ke kita?." Salah satu laki-laki yang bernama Ricard bertanya pada Cole yang masih bungkam.
"Kenalin ini Lin, dia adik kelas kita dulu di SMU, pada inget gak?." Tanpa di suruh Lin menjabat tangan pada semua teman-teman Cole.
"Gue inget gue inget, cewek yang lo janjiin pesawat itu kan waktu hujan??." Denis menyaut.
"Ceaaa.. sekarang mana pesawat nya bro? Katanya janji." semua orang di situ tertawa. Lin juga ikut tertawa. Teman-teman Cole memang pada asik, mereka sangat friendly pada siapapun. Kami terus mengobrol ngaur kesana kemari sambil makan pizza paket besar.
Mungkin di meja ini ada sepuluh orang termasuk Lin. Delapan laki-laki dan dua perempuan, Lin tau cewek satu-satunya itu bernama Zira, dia juga kakak kelas Lin dulu, dia pernah menjadi primadona di sekolah. Selain memiliki paras yang cantik, dia juga pintar, dan ramah pada siapapun. Semua murid laki-laki menyukainya.
Tak terasa sudah satu jam berlalu, Lin pun memutuskan untuk pamit karena jika terlalu malam pasti akan menimbulkan masalah di rumah.
"Bener nih, ga mau di anter!." Cole mencoba memastikan penolakan Lin.
Cole mengantar Lin sampai luar caffe. Sebenarnya tadi Cole menawarkan untuk mengantarkan Lin, tapi Lin menolaknya karena lebih baik di jemput pak Dan. Sebenarnya Lin tak ingin menolaknya, tapi jika ketahuan diantar pulang oleh laki-laki, itu akan lebih menimbulkan masalah.
Sepuluh menit kemudian pak Dan muncul dengan mobil hitam papah. Lin masih ragu untuk meninggalkan tempat itu, dia takut tak akan bertemu Cole lagi. Begitu sulit mencarinya.
"Cole,."
"Hmm."
"Apa kita bisa ketemu lagi?" Lin benar-benar takut kehilangan lagi. Cole hanya tersenyum mendengar itu.
"Gue kan punya nomor lo, jadi gue bisa chat lo. Ya kan?!." Mereka masih berdiri di tempat yang sama.
"Iya yah." Lin tertawa bodoh.
"Gue pamit dulu yah." Lin tak ingin lama-lama dengan Cole, Jantungnya bisa-bisa tumbang.
Lin melambaikan tangan sebelum masuk mobil dan di balas oleh lambaian Cole.
Selama dalam perjalanan senyuman Lin tak pernah luput dari wajahnya, Ia sangat berterima kasih pada Tuhannya karena sudah di beri kejutan yang luar biasa malam ini. Thank you my God.
***
"Pih."
Saat ini Alex bersama Mr. James dan Mrs. Maria sedang berkumpul di ruang santai. Mereka memang sengaja mengadakan waktu untuk bersantai dan berkumpul, agar keharmonisan akan selalu ada dalam keluarga Habert.
"Papiihh.." Alex terus memanggil papihnya saat Mr. James fokus pada betita yang sedang di tontonnya..
"Apa lex?." Mr. James hanya melirik Alex sebentar dan fokus lagi pada tontonan nya.
"Pih, papih suka berkunjung ga sih ke rumah pak wali kota?." Alex duduk di single sofa yabg berada di samping kiri papahnya.
"Ngga,." Jawabannya hanya itu.
"Kenapa? Kok tumben nanya gitu?." Mrs. Maria yang memang sedari tadi menyimak, penasaran.
"Gapapa, cuman ya kan komplek kita bertetangga." Alex berbicara senatural mungkin agar tak dicurigai. Mrs. Maria dan Mr. James menggangguk-angguk mengerti.
"Gimana kalo kita berkunjung besok pah?." Alex mengeluarkan strateginya sekarang.
"Ke rumah pak wali kota maksud kamu?." Mr. James memastikan.
"Iya pih. Sekalian juga kan supaya kita semakin dipercaya oleh pemerintah." Mr. James meneliti wajah anaknya itu, ada niat apa sebenarnya dari ajakan itu.
"Bisa aja sih, lagian besok kan weekend juga." Mrs. Maria tidak mengerti dengan semua ini, jadi dia hanya menyimak percakapan suami dengan anaknya.
"Jadi gimana?." Dada Alex serasa ingin meledak, stri pertamanya berjalan dengan mudah.
"Boleh juga. Tapi kita harus menghubungi nya terlebih dahulu." Alex mengangguk, itu masalah gampang baginya.
Tunggu aku Cat.
Alex tersenyum penuh arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catalina Ashley
Teen FictionMenurut Lin perasaan di hatinya ini hanya ada dua, antara cinta dan benci. Ketika dia tak mencintainya maka dia.. membencinya. Ini hanya sebuah cerita Catalina Ashley, mulai dari persahabatannya, cintanya, hingga permasalahan hidupnya. Jadwal post...