vii

6.4K 1.2K 82
                                    

Eunwoo sudah tidak marah lagi.

"Hai, Eunwoo."

Eunwoo yang semula sedang menyenderkan pipinya pada tangan yang bertumpu pada meja pun menlirik kearah Rosé yang sedang memegang karton untuk poster mereka. "Kau sedang tidur, ya?"

Eunwoo kembali memejamkan matanya. Rosé mencerutkan bibirnya kesal. "Jawab dong."

Tangan Eunwoo terangkat, hendak memberitahu Rosé sesuatu tapi gerakannya terhenti. "Tunggu! Aku belum bisa bahasa isyarat."

Dengusan kecil keluar dari hidung Eunwoo, dia menegakkan duduknya lalu menatap Rosé yang menarik kursi dan duduk dihadapannya. "Ayo kerjakan poster ini."

Eunwoo mengambil pulpen dari saku, lalu menulis di atas meja. 'Disini?'

Rosé mengangguk. "Iya—eh, atau kau mau di tempat lain?"

Eunwoo menulis lagi. 'Disini terlalu ramai.'

"Tapi ini sudah jam pulang, Eunwoo."

'Ramai.'

"Baiklah, kita ke tempat lain yang sepi. Mau dimana?"

'Rumahku.'

"Oh rumah—tunggu, apa?!"

Eunwoo tersenyum kecil, dia memasukkan pulpennya ke saku lalu berdiri dan keluar kelas, meninggalkan Rosé seperti hari pertama mereka bertemu. "Hei! Sebentar dulu!" Rosé buru-buru menggulung kartonnya, lalu mengejar Eunwoo.

"Kau berjalan terlalu cepat."

Eunwoo tidak menjawab. Mereka berjalan keluar pagar sekolah, berhenti di depan sepeda. "Sepedamu?" tanya Rosé yang dihadiahi anggukan oleh Eunwoo, dia menaiki sepedanya, Rosé duduk di belakang, memegang jok sepeda yang diduduki Eunwoo.

Rumah Eunwoo tidak terlalu jauh, hanya 10 menit menggunakan sepeda. Di tengah perjalanan yang hening, Rosé bertanya. "Boleh aku memelukmu?"

Tidak ada reaksi, tentu saja, Eunwoo mana bisa mendengar kalau dia tidak melihat, itu yang Rosé pikirkan. Tapi sepertinya Eunwoo bisa membaca pikirannya —hanya dugaan Rosé asal—, karena sambil tersenyum kecil, laki-laki itu menarik lengan kanan Rosé ke pinggangnya. Senyum Rosé mengembang, dia memeluk Eunwoo dari belakang.

Oh sial, merasakan badan Rosé yang menempel hangat pada tubuhnya membuat Eunwoo merencanakan hal gila yang ingin dia lakukan selama di rumah berdua dengan Rosé, seperti: berbagi selimut sambil menonton netflix bersama, terdengar menyenangkan.

"Punggungmu lebar," ucap Rosé tanpa peduli kalau Eunwoo tidak mendengarnya, dia memang sedang bicara sendiri. Padahal, Eunwoo sedaritadi menahan senyum, Rosé yang sedang meracau adalah yang terbaik.

Pipi Rosé menggembung. "Padahal aku bisa bernyanyi dan bermain gitar, aku harap kau bisa mendengarnya."

Mereka masuk ke perumahan yan dihuni Eunwoo. Rosé melihat ke sekitar, udara yang dingin karena mendung dapat dengan mudah diatasi, ada Eunwoo yang hangat.

Dahi Rosé mengkerut melihat rumah yang terlihat familiar. Ah, itu rumah Mingyu. Dia bisa melihat pemilik rumahnya ada di balkon yang menghadap ke jalan, Mingyu juga melihat Rosé, mulutnya terbuka melihat sahabatnya sedang memeluk si 'tuli-gagu-bodoh' yang dia jadikan bahan lelucon beberapa hari ini.

"ROSÉ!"

Rosé menoleh, lalu melambai sambil tertawa. "AKAN KU BERITAHU JAEHYUN KALAU KAU SELINGKUH!" teriak Mingyu lagi.

Rosé mengacungkan jari tengahnya, kembali memeluk Eunwoo. Dalam diam, cengkraman tangan Eunwoo menguat, dia bersumpah akan membunuh laki-laki bernama Jaehyun itu kalau mereka benar-benar berpacaran.

𝐌𝐮𝐭𝐞❜🍡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang