Bonus; side story

7.1K 1.1K 82
                                    

Note; karena chapter pas Eunwoo pura-pura tuli cuma sedikit, gw tambahin nih.


Poster mereka sudah selesai.

Mata Rosé berbinar—oke, dia akui ini sebagian besar hasil kerja Eunwoo, itu kenapa dia terkejut—saat melihat poster yang dibawa Eunwoo dari rumah. "Ini bagus! Aku baru tahu kau bisa menggambar."

Ya, Eunwoo menggambar sedikit di posternya, hanya gambaran kecil dan simple sebagai hiasan, tapi itu sangat imut, Rosé menyukainya.

'Kau menyukainya?' Tanya Eunwoo menggunakan bahasa isyarat.

Entah Eunwoo pura-pura tidak tahu atau dia memang tidak tahu, tapi ayolah, sudah jelas Rosé menyukainya. Mata yang berbinar, raut wajah yang terpukau, dan "woah" kecil yang keluar dari mulutnya.

Sungguh, ekspektasi Rosé tidak setinggi ini. Dia pikir, Eunwoo seperti laki-laki pada umumnya dengan tulisan tidak terbaca dan asal-asalan, tapi ternyata tulisan Eunwoo lebih bagus dari tulisan dia biasanya—maksudnya, Eunwoo bisa menulis dengan rapih, tidak seperti saat dia berbicara dengan Rosé melalui tulisan yang asal-asalan tapi untungnya terbaca.

"Katanya pak Ian masuknya telat, jadi di pajang saja posternya di mading, nanti dia nilai," ucap ketua kelas mereka.

"Siapa yang pajang? Aku atau kau?" Tanya Rosé pada Eunwoo. Karena mereka sekelompok di pelajaran ini, jadi Rosé duduk di samping Eunwoo untuk sementara, Eunwoo pun tidak punya seatmate.

Eunwoo menunjuk Rosé.

Rosé mengangguk, lalu menuju mading yang ada di belakang kelas. Di depan mading ramai, mereka mulai memajang poster mereka menggunakan paku payung.

"Permisi— akh!"

"Eh, maaf."

Rosé sudah sampai di depan mading, dia menempelkan posternya, lalu menepuk jdiat setelah sadar ada yang salah. Dia lupa mengambil paku payung yang ada di meja guru.

"Nih, pakai punyaku."

"Oh? Kau sudah?" Tanya Rosé sembari mengambil 4 buah paku payung yang disodorkan Mingyu. Anggukan kecil dia dapatkan.

Mingyu berdiri menjulang disamping Rosé, mulai menusuk paku payung itu di tiap ujung poster, Rosé melakukan hal yang sama. "Kau makin dekat ya dengan Eunwoo?"

"Iya."

"Ayolah, Rosé, kau akan menyesal nantinya."

"Menyesal apa?"

"Kau berniat berpacaran dengan dia, kan?"

Rosé terdiam, sibuk dengan pikiran sendiri, sampai tidak fokus dan ujung paku payung yang dia pegang menusuk jarinya saat ada yang menyenggol pundak. "Akh!"

"Kau tidak apa?" Tanya Mingyu.

"Sakit, bodoh!" Galak Rosé pada laki-laki yang menyenggolnya, tapi laki-laki itu hanya berkata, "maaf."

Rosé berbalik, bersamaan dengan itu tangannya di tarik Mingyu.

"Shh ... jangan ditekan!" Ringis Rosé saat ujung jarinya mulai mengeluarkan darah. Mingyu terkekeh, mulai mendekatkan jari Rosé pada bibirnya, lalu dia tiup pelan. "Jangan masukkan ke mulutmu atau kau akan ku pukul," peringat Rosé, dia takut Mingyu mengemut jarinya seperti di drama-drama.

Mingyu tersenyum jahil, lalu memasukkan ujung jari Rosé kedalam mulutnya, dihisap.

Plak!

"Aw!!"

"Jangan diemut, bodoh! Ish, jorok sekali." Rosé menarik jarinya, lalu dia tiup. "Aku ke toilet dulu, kau pajangkan posterku, tolong?"

Mingyu mengangguk, dan Rosé langsung berlari kecil menuju toilet. Beberapa menit kemudian, Rosé kembali dengan jari yang sudah dia basuh air dan terbalut plester.

Keadaan kelas sudah rapih, pak Ian sudah menjelaskan materi baru, poster mereka sudah dinilai.

Setelah meminta maaf karena datang terlambat, Rosé duduk di sebelah Eunwoo. "Jariku tadi terkena paku payung," adunya sambil manyun.

Eunwoo yang sedang bermain ponsel hanya melirik, lalu kembali fokus pada benda pipih itu. "Ish, kau tidak peduli, ya?"

'Tadi aku bilang pada pak Ian kalau hanya aku yang mengerjakan posternya.'

"Loh? Kenapa?" Rosé mengerjap bingung.

Eunwoo mengedikkan bahu tidak peduli, wajahnya terlihat kesal. "Eunwoo, kenapa? Kan aku juga mengerjakannya—walau sedikit."

'Katakan itu pada Mingyu.'

Rosé makin bingung. "Hah?"

Eunwoo sama sekali tidak mengerti kenapa dia begitu kesal sampai berkata pada gurunya kalau hanya dia yang mengerjakan poster. Dia hanya ... entahlah.

"Jangan marah dong, Eunwoo, maaf kalau aku membuatmu kesal, aku salah apa?"

Eunwoo tidak mengubris, dia fokus ke papan tulis.

"Kau benar-benar marah? Aku tidak mengerti." Rosé merengut sedih saat tetap tidak mendapat jawaban. "Padahal aku belajar bahasa isyarat yang susah itu dengan sabar agar bisa berkomunikasi denganmu, kenapa kau mudah marah, sih? Tanpa alasan pula."

Eunwoo kan pencemburu.

Rosé menarik tangan Eunwoo. "Eunwoo, aku salah apa? Kalau ada perilaku yang membuatmu kesal, aku tidak akan mengulanginya."

Eunwoo membalik tangannya, jadi menggenggam tangan Rosé, lalu mengusap ujung jari yang sudah terbalut plester itu ke seragam celananya. "Eh?"

Dia lalu mengeluarkan parfum dari tas, disemprotkan ke ujung jari Rosé. Tercium wangi khas Eunwoo yang biasa Rosé cium saat memeluk laki-laki itu, Eunwoo memang jarang memakai parfum, Rosé hanya sekali-kali menciumnya—rahasia kecil, Eunwoo hanya memakai parfum saat dekat dengan Rosé, tolong jangan beritahu perempuan itu atau Eunwoo akan malu sampai ingin mati.

"Kenapa?" Tanya Rosé bingung.

'Mulut Mingyu pasti bau.'

Rosé mengerjapkan matanya, bersamaan itu Eunwoo menggerakkan tangan lagi. 'Lain kali, pastikan kau tidak terluka saat aku tidak ada.'

"Kenapa?" Tanya Rosé lagi.

'Setidaknya mulutku tidak bau.'

Dan sekarang Rosé tahu, laki-laki didepannya ini mudah cemburu, dalam artian: benar-benar mudah cemburu.


Bonus 1;

End.

𝐌𝐮𝐭𝐞❜🍡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang