"Tak ada yang baik baik saja dari sebuah perpisahan. Setelah ucapan selamat tinggal tersampaikan. Keduanya akan sibuk memperbaiki luka di hati. Memilih untuk tetap bertahan pada perasaan yang sama atau melupakan dengan dalih penyembuhan rasa."
🍁🍁🍁
"Kok gaada makanan sama sekali sih. Kamu belum masak Liz!"
Bram menghentakkan tudung saji diatas meja yang kosong. Liza datang dengan wajah yang tampak lelah.
"Belum mas. Aku cape mau istirahat dulu. Kita pesen makan aja ya.."
"Kamu kok makin kesini makin ga peduli ya sama aku. Kamu pikir kamu aja yang kerja aku juga sama Liza!"
Liza tersentak mendengar bentakan suaminya. Ketika dirinya sedang begitu penat Bram malah memancingnya untuk berdebat.
"Kok kamu marah marah gini sih mas" jawab Liza dengan suara rendah.
"Gimana aku ngga marah! Kamu dengan enaknya rebahan sedangkan aku baru pulang kerja ga disiapin apa apa!"
"Aku baru aja rebahan mas. Aku kan bilang aku baru sampe rumah habis jemput Zeyhan dulu dari rumah Ibu.."
"Alesan terus ya.. Kamu kalo udah ga peduli lagi sama aku bilang Liz!"
Sebuah batu besar terasa menghimpit dadanya. Sesak hingga ia kesulitan untuk berbicara. Bahkan ketika Liza pulang dari tempat Proyek pun hal pertama yang diingatnya adalah Zeyhan dan Bram.
"Astagfirullah.. Aku ngga peduli gimana sih mas! Baru pulang kerja juga aku inget untuk pesenin kamu makan. Aku juga udah siapin air anget untuk kamu mandi mas"
Pelupuk mata Liza dipenuhi cairan bening. Liza menengadah menahan kawanan sendu itu turun ke pipinya. Sungguh menyakitkan ketika pengorbanan yang ia lakukan tak dihargai oleh suaminya.
"Sekarang aku tanya. Setelah kamu sampai rumah apa pernah kamu perhatian sama aku dan Zeyhan. Tanya tentang perkembangan Zeyhan di sekolah barunya? Tanya apa Zeyhan kesepian kita sibuk begini terus? Dan tanya apa aku cape sama semuanya? Ngga kan mas!"
Bram terdiam cukup lama. Detakan jam dinding mengisi kekosongan diantara keduanya. Dua hati yang saling menyatu itu kini turut mengedepankan ego yang memburu. Tak menyadari bahwa putra mereka mendengarkan dibalik dinding dengan mata yang sendu.
🍁🍁🍁
Zeyhan kira perdebatan antara Ayah dan Bundanya cukup hanya kemarin saja. Nyatanya perdebatan itu merupakan awal mula kerenggangan keluarganya.
Sejak hari pertamanya masuk sekolah dasar. Zeyhan tak pernah merasakan rasanya diantar oleh orang tuanya ke sekolah. Bagaimana rasanya istirahat makan siang bersama. Bahkan ditunggu hingga bel pulang sekolah tiba.
Zeyhan kecil dengan gigi ompongnya tersenyum menatap sekolah dalam genggaman sang nenek. Meski orang tuanya tak menemani ada sang nenek yang selalu membersamai.
Hingga saat kenaikan kelas 1. Zeyhan ingin menunjukkan rapot kepada Liza dan Bram atas prestasinya. Namun pembahasan diantara keduanya cukup mengundurkan niat Zeyhan. Pembicaraan serius yang tak sepenuhnya Zeyhan fahami.
Suasana tegang di kamar sesekali terpecah karena isakan Liza. Bram terduduk kaku menatap sebuah gambar di ponsel yang Liza tunjukkan padanya. Seorang pria dan wanita tengah berpelukan di sebuah kafe.
"Ka-kamu dapet foto itu darimana Za?"
Liza membulatkan matanya. "Dari sekian banyak pertanyaan kenapa pertanyaan itu yang keluar mas!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Zaina
Teen FictionBagi Zaina, ia merasa telah melakukan hal yang sia sia. Begitu membara soal jatuh cinta. Membuat banyak waktu terbuang percuma. Maka, saat ia menyadari telah melakukan kesalahan ia akan berusaha merubahnya dengan hal hal yang bermanfaat. Namun, saa...