"Aku ingin terus mencintaimu, bolehkah?"
Dia memang sudah melupakan ku, tapi aku tak akan pernah bisa melupakan nya. Tuhan pun tahu tentang hal ini, Tuhan tahu kalau hati ku masih menjerat hanya satu nama. Mitsuki.
Takehiko Mitsuki
Berlian Sahara
Ha...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Berlian!"
Gadis bersurai coklat terang sepunggung itu menoleh dengan cepat, bibir nya membentuk lengkungan bulan sabit yang begitu manis. Kedua netra bulatnya dengan manik coklat gelap itu menatap binar kearah teman nya yang berlari menghampiri dirinya. Gadis berseragam sekolah yang sama dengannya itu langsung duduk di sebelah gadis yang baru saja ia panggil namanya tadi.
"Bagaimana? Kau sudah memikirkan keputusanmu?" Tanyanya dengan wajah serius.
Kedua gadis yang tengah duduk di kursi pinggir jalan itu terdiam sejenak, keduanya menatap lurus kedepan. Tak lama hembusan nafas berat keluar dari bibir tipis gadis bernama Berlian. Sorai bising dari kendaraan yang lewat di depan mereka tak membuat keduanya untuk enyah.
"Aku tahu ini berat untukmu, tapi kau sudah lama menunggu saat saat seperti ini. Sedikit lagi, sedikit lagi kau bisa menggapainya." Tutur gadis berambut sebahu itu.
Berlian, gadis itu lagi lagi menghembuskan nafasnya dengan berat. Kaki kakinya yang menggantung bergerak tidak nyaman. Kepalanya tertunduk dengan raut sendu.
"Aku ingin, tapi aku tak bisa. Kedua orang tua ku di sini, sahabatku juga di sini." Ucapnya lirih.
"Sara, aku bimbang."
Gadis bernama Sara itu tersenyum kecil lalu memeluk Berlian dari samping, pipi kedua nya bersinggungan. Sara memeluk begitu erat hingga gadis cantik bersurai coklat itu terkekeh pelan.
"Ini mimpi mu, pergilah. Jangan kau hambat itu semua hanya karena masalah sepele, kalau kau sudah sukses, pulanglah dan bawa aku juga bersama mu."
Berlian membalas pelukan Sara. "Apa aku bisa membawanya pulang?" Tanyanya Berlian pelan.
Sara mengendurkan pelukannya lalu menatap Berlian dengan senyum manis khas gadis berkulit sawo matang itu.
"Kau harus yakin, kau lupa kata pepatah? Tidak ada usaha yang akan mengkhianati hasil."
"Aku ingat, hanya saja... Mungkin dia sudah melupakan ku."
"Kalau begitu kau hanya perlu mengingatkan nya kembali."
Berlian terdiam sejenak lalu menelan ludahnya susah. "Bagaimana jika dia tak bisa mengingat ku?"
"Berlian, sudah ku katakan berkali kali. Kau harus percaya diri."
"Ini sudah 11 tahun, dia pasti benar benar sudah melupakan ku."
"Kalau begitu kau jangan pergi, kalau kau tak kunjung yakin dengan keputusan mu maka kau tak usah pergi. Lupakan dia, lupakan semua mimpi yang ingin kau kejar selama ini."
"Sara..."
"Kau tak yakin dengan semua ucapan ku?"
Sara melepas pelukan nya, lalu menggenggam kedua lengan Berlian. "Kau coba saja dulu, jika dia benar benar melupakan mu. Maka kau hanya perlu mundur."
"Semudah itu?" Tanya Berlian tak percaya.
"Kau yang membuat dirimu tak yakin, aku sudah katakan berulang kali dan kau--"
"Aku mengerti!" Sela Berlian.
Sara tersenyum kecil lalu kembali memeluk Berlian.
•••
Berlian menatap sendu kearah sebingkai foto berukuran sedang di atas meja belajarnya, ia berjalan pelan menuju bingkai itu. Mendudukkan tubuhnya di kursi tak jauh dari sana, kedua jemarinya menggenggam erat pinggiran bingkai itu.
"Sebenarnya aku takut, aku tak yakin akan semua keputusanku, tapi... aku ingin semuanya berjalan dengan baik." Ucapnya dengan nada lirih.
Berlian meletakkan bingkai berwarna perak itu kembali ke tempat asalnya, lalu ia menidurkan kepalanya di atas meja belajar dengan lengan kirinya sebagai bantalan.
"Kau berjanji akan kembali, tapi hingga saat ini tak ada kabar apapun."
"Apa kau juga frustasi karena merindukan ku?"
Lengan kanannya terangkat mengusap foto itu. "Aku merindukan mu."
"Aku sudah berjuang dengan keras selama ini, aku hanya ingin menggapai mu. Aku menghabiskan semua waktu ku hanya untuk memikirkan bagaimana caranya aku bisa berdiri di sebelah mu lagi. Itu semua tak mudah kau tahu?"
Berlian terkekeh pelan dengan liquid bening di sudut matanya, lagi lagi ia hanya bisa bermonolog sendiri tanpa ada yang menjawab.
"Aku belajar dengan giat akhir akhir ini, dan semuanya berakhir baik. Aku lulus dengan nilai terbaik, aku mendapatkan beasiswa penuh untuk melanjut kan sekolah kejenjang yang lebih tinggi."
Berlian menenggelamkan wajahnya di kedua lipatan lengan nya. "Aku akan menyusulmu, aku akan pergi untuk menggapai mu. Ayo kembali bersama ku."
•••
Hari ini adalah hari minggu, Berlian menghambiskan waktu nya untuk mengepak semua barang miliknya. Ia akan melanjutkan sekolah menengah akhir di Jepang, negara impian nya. Gadis bersurai sepunggung dengan kemeja merah dan celana selutut itu begitu fokus merapihkan beberapa buku nya yang akan ia bawa.
"Berlian, Mama harap kau akan betah berada di sana."
Gadis itu sedikit menoleh kearah wanita cantik yang tak lain adalah Ibu nya, wanita dengan pakaian sederhana itu berdiri di sebelah Berlian lalu ikut membantu anak bungsu nya.
"Jangan tidur larut, makan dengan benar, jangan lupa mengerjakan tugas sekolah, jangan bolos, jangan minum alkohol, dan jangan terbawa pergaulan." Ujar sang Mama dengan nada pelan nan sendu.
Berlian tersenyum kecil lalu menghentikan pergerakan nya, ia menoleh menatap Wanita cantik di sebelahnya. Ia memeluk wanita yang telah melahirkan nya itu, keduanya menangis tersedu sedu. Berlian mengusap punggung sang Mama sambil mengucapkan kata maaf beberapa kali.
"Berlian harus pulang dalam keadaan sehat, jadilah anak yang patuh, pulanglah dengan semua mimpi yang sudah kau genggam nanti."
Berlian mengusap air mata Mama nya, lalu mengecup singkat pipi itu. "Berlian akan pulang dengan bangga."
"Mama harus lihat Berlian tumbuh nanti."
Sumpah otak ku kosong tiba tiba, jari ku kaku banget dong. Aku ga ngerti lagi.
Nyambung ga si? Kali suka? Semoga iya.
Sebentar lagi akan masuk part inti, jadi sabar ya.