Chapter 6 - SWFK

818 112 7
                                    

Flashback On

Seorang remaja yang kini sudah duduk di bangku kelas 1 SMA itu terlihat menunduk lesu di atas meja makan. Ia hanya terus menatap nanar hidangan yang telah disiapkan oleh Bibi An tadi sore. Ia masih menunggu kedua orangtuanya yang telah berjanji akan makan malam bersama dengannya.

"Hahh~ ayah dan bunda kenapa lama sekali si." Gerutu pria mungil itu.

"Kenapa juga handphone-ku harus tertinggal di mobil ayah. Aku kan jadi tidak bisa menghubungi Papii." Kerucut di bibir pria mungil itu makin tercetak jelas.

Gun menopangkan dagunya di atas meja makan. Ia merutuki dirinya sendiri karena sudah ceroboh dengan meninggalkan ponselnya di mobil ayahnya tadi siang ketika ayahnya menjemputnya pulang sekolah. Dan setelahnya ayahnya langsung kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya agar bisa ikut makan malam bersama. Sedangkan ibunya memilih untuk ikut agar pekerjaan ayahnya cepat selesai.

Ibunya memang pernah bekerja sebagai manajer di perusahaan ayahnya. Tapi sejak Gun lahir, ayahnya menyuruh ibunya untuk di rumah saja karena ia tidak tega melihat istrinya kelelahan. Mengingat kondisi Gun yang masih sangat ringkih saat itu, ibunya pun mengiyakan. Jadi jangan heran jika saat ini ibunya ikut ke kantor untuk membantu pekerjaan ayahnya.

"Bibi An, apa ayah dan bunda belum pulang juga?" Tanya Gun pada wanita paruh baya yang sedang sibuk membersihkan dapur itu.

"Belum Nong, mungkin mereka sedang di perjalanan."

"Sudah hampir jam 7. Gun lapar sekali Bi."

Kring... Kring...

Telepon rumah kediaman Punshawat berbunyi nyaring memecah obrolan mereka. Bibi An yang mendengarnya langsung berlari untuk menjawab panggilan tersebut.

"Halo."
________
"Iya benar ini kediaman Tn. Punshawat."
________

Wanita paruh baya itu sangat terkejut dengan apa yang barusan ia dengar. Ia menoleh ke arah Gun yang kini juga sedang memperhatikannya. Ada sejuta ungkapan kesedihan yang wanita itu sampaikan lewat matanya. Entah kenapa Gun merasa gundah dengan tatapan itu.

Dari sebuah panggilan telepon di malam itulah hidup seorang Gun Atthaphan serasa dijungkir balikkan. Di hari itu orang tuanya kembali ke rumah hanya tinggal nama. Pria diujung telepon menjelaskan bahwa mobil yang dikendarai orangtuanya mengalami kecelakaan hebat, bahkan mobilnya meledak tanpa orang tuanya sempat menyelamatkan diri. Pria mungil itu terus menangis di pelukan Bibi An. Ia ingin menghubungi Off, tapi ia tidak tahu bagaimana. Ponselnya ikut hancur dalam ledakan itu. Ia bahkan tidak cukup pintar untuk menghafal atau sekedar menulis nomor ponsel Off yang ia gunakan selama di Aussie maupun nomor kediaman keluarga Adulkittiporn di sana.

Pemakaman dilaksanakan sehari setelahnya. Bibi An membantunya mengurus prosesi pemakaman tersebut. Dan pada saat itulah Gun bertemu dengan seorang wanita yang berusia sekitar 40 tahunan yang mengaku sebagai keluarga dari ibunya dan akan menjadi walinya setelah ini.

"Gun, perkenalkan, namaku Lynn. Aku adalah keluarga ibumu. Dan mulai sekarang aku adalah wali mu." Ucap wanita itu dengan tatapan sendunya.

"Bunda tidak pernah cerita pada Gun jika bunda punya keluarga."

Perempuan itu tersenyum tipis lalu mengelus lembut surai hitam Gun.

"Kami memang bukan keluarga dengan hubungan darah, Gun. Bibi yakin ibumu pernah mengajakmu ke The Safe Haven, panti asuhan tempat ibumu dibesarkan, kan?"

"Iya, Gun pernah kesana."

"Bibi adalah sahabat baik ibumu selama di panti Gun. Kami sudah seperti keluarga. Tapi kami terpisah sejak bibi diadopsi oleh keluarga bibi. Dan beberapa bulan ini kami mulai berhubungan kembali. Oleh karena itu bibi merasa bertanggung jawab untuk menjaga anak sahabat bibi. Bibi tahu kau sudah tidak punya keluarga di sini. Gun mau kan tinggal bersama bibi di Chiang Mai?"

Snow White's Final Kiss [OffGun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang