Chapter 10 - SWFK

777 115 36
                                    

Kediaman Gun pagi itu terasa sepi, hanya menyisakan dua manusia yang yang baru saja selesai memakan sarapan mereka.

"Bibi tidak ke acaranya P'Off?" tanya Gun ketika melihat Ny. Adulkittiporn itu justru asyik menyibukkan dirinya di dapur, sedangkan Gun hanya memandanginya dari meja makan.

"Sudah Mae bilang, kau bisa memanggilku dengan sebutan Mae, Gun," ujar ibu Off.

"Hehe maaf Bi-- maksudku Mae, Gun belum terbiasa."

"Dibiasakan!" tegas ibu Off yang dibuat seolah-olah galak.

Gun pun hanya mengangguk dengan canggung.

"Soal pertanyaanmu tadi. Mae tidak ikut. Sudah ada Pho yang datang, jadi rasanya Mae tidak perlu datang. Lagipula Mae tidak mengerti urusan bisnis," lanjutnya.

"Tapi kehadiran Mae pasti akan membuat P'Off senang. Bukankah peluncuran produk kali ini lebih besar karna menargetkan pasar internasional?"

"Gun, asal kau tahu, hal yang paling Off inginkan saat ini adalah untuk Mae berada di sini menjagamu selama dia sibuk. Kau mengerti maksud Mae, kan?"

Gun menundukkan kepalanya, sedikit merasa bersalah karena semua orang menjadi repot karenanya. "Gun menyusahkan ya, Mae?"

Mendengar ucapan itu, ibu Off dengan cepat menghentikan pekerjaannya dan menghampiri pria mungil itu. Ia mendudukkan tubuhnya di kursi di sebelah Gun dan menggenggam tangan mungil yang terletak di atas meja makan. "Kau bicara apa si, sayang? Kami ingin menjagamu karena kami semua menyayangimu. Sudah cukup kami melihatmu terluka, nak. Kau tidak pernah menyusahkan siapapun. Apa kau meragukan kasih sayang Mae?" Ia mengeluarkan tatapan sendunya.

Gun menggeleng kuat menampik dugaan tersebut. "Tidak, Mae. Maafkan Gun. Gun percaya Mae sangat menyayangi Gun."

"Nah, teruslah menanamkan hal itu dalam hatimu. Masih banyak orang yang menyayangi Gun, yang akan selalu melindungi Gun apapun yang terjadi. Jangan berpikiran seperti itu lagi, ya?" Mae mengelus lembut sisi kepala Gun.

Gun mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Ia lalu memeluk ibu Off dengan erat, merasakan kehangatan seorang ibu yang selalu ia rindukan. "Terima kasih, Mae. Terima kasih banyak."

Mae hanya mengangguk pelan sembari mengelus punggung sempit milik Gun. Ia tak ingin Gun merasa bersalah atas sesuatu yang bahkan bukan kesalahannya. Ia sungguh-sungguh perihal ketidakinginannya melihat Gun terluka lagi. Hari-hari itu adalah hari yang menyakitkan bagi keluarganya. Melihat pria mungil yang biasanya selalu penuh tawa dengan tingkahnya yang menggemaskan tiba-tiba berubah menjadi pria dingin dengan tatapan kosong yang selalu menyendiri di bangsal rehabilitasi adalah mimpi buruk yang tidak ingin ia dan keluarganya ulang. Gun berhak untuk bahagia, tanpa harus terjebak dalam luka.

______________________________________
WARNING // IMPLICIT SUICIDAL THOUGHT, MURDER, AND DEPRESSION

Gun memainkan jarinya sembari menatap selimut berwarna biru yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Ia masih betah menunduk dalam tanpa berani menatap pria yang sedang duduk di kursi di sisi kiri kasurnya, setia menunggunya membuka mulut untuk berbicara.

"Tidak perlu khawatir, Gun. Apapun yang kau katakan padaku hanya akan menjadi rahasia antara kita berdua," jelas pria itu berusaha mengurangi kekhawatiran Gun ketika ia bertanya apakah ada yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini.

Pria itu tersenyum kecil ketika merasa Gun masih enggan bercerita, padahal biasanya Gun hanya akan langsung menjawab "tidak ada" atau "aku baik-baik saja" jika ia memang sedang tidak ingin bercerita. Namun melihat kediaman Gun yang canggung itu, ia yakin bahwa Gun memiliki sesuatu untuk dibicarakan, tapi Gun masih merasa takut untuk bercerita.

Snow White's Final Kiss [OffGun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang