Bagian 7

8 1 0
                                    

Aku memutuskan untuk berpisah dengan keluarga besar ku, mereka langsung berjalan ke basement, sedangkan aku berjalan menuju halaman depan mall.

Dan tak bisa ku elakkan tak jarang orang-orang secara terang-terangan menatapku kagum.

Langkah ku berhenti saat ku melihat seorang ibu dan ketiga anaknya duduk lemas di depan warung Padang yang letaknya di sampin mall.

Aku tersenyum tulus setelah 3 jam -—bagiku— yang menyiksa itu.

Kakiku berjalan beriringan dengan ringan dan riang.









Sampai di hadapan mereka, bisa ku tebak mereka terkejut dan heran.
Aku semakin mengulas senyuman di bibirku.

Tepat di hadapan mereka aku berjongkok untuk menyamakan posisi kami.

     "Selamat malam."

Ibu dari ketiga anak itu tersenyum canggung.
Aku memaklumi hal itu dan mengeratkan pegangan paper bag di balik punggung ku.

Gadis cilik yang ku rasa dia si bungsu mendekat kepadaku dan tangan kecil yang kasar dan sedikit kumuh itu menyentuh pelan pipiku seakan dia baru menemukan barang yang ia kagumi selama ini.

Tatapannya kagum dan berbinar.

     "Kakak cantik sekali...seperti putri di buku dongeng yang aku baca." ucapnya.

Aku tertawa renyah menanggapi itu.

     "Baiklah, malam ini kakak pastikan akan menjadi malam yang hangat untuk kalian. Sekarang coba katakan kalian ingin makan apa?"

Ketiga anak kecil itu pun langsung antusias menanggapi ucapan ku.

     "A...aku ingin ayam goreng!" teriak bocah laki-laki yang ku perkirakan dia anak tengah.

     "Aku setuju kak!" gadis kecil itu ikut lompat-lompat tampak semangat.

Hanya si sulung saja yang nampak tidak seheboh kedua adiknya.

Aku tersenyum melihat pemandangan di depan ku ini. Cukup hangat di malan yang lumayan dingin ini.

Lantas aku mengacungkan bungkusan paper bag yang kusembunyikan tadi.
Mereka semakin tampak senang, tak terkecuali sang Ibu.

     "Apa ini nak?"

Aku tersenyum tipis.

     "Ini makanan untuk ibu dan anak-anak ibu yang menggemaskan ini. Saya tahu mungkin ini tidak seberapa, tapi untuk malam ini setidaknya kalian bisa tidur dengan perut hangat."

Ibu itu menerima bungkusan dariku dan tersenyum haru.

     "Terima kasih nak."

Aku hanya menganggukkan kepala dan tersenyum.
Aku kembali berjongkok dan menatap satu-satu bocah cilik tadi.

     "Nah! Sekarang kalian harus makan sampe kenyang oke??? Kalian harus tumbuh biar kuat!"

Mereka mengangguk kepala dengan semangat dan mendekat ke ibu mereka untuk bersiap makan.

Aku mendekat ke arah si sulung yang tetap diam menatap ku.
Ku pegang kedua bahunya.

     "Mau dengarkan kakak?"

Dia mengangguk tanda jawaban 'iya'.

     "Kelak kedua bahu ini akan tumbuh semakin kuat. Kamu harus kuat, bahu kamu harus siap nanggung beban dan harapan orang-orang yang kamu sayang. Kamu si sulung yang harus bertanggung jawab atas hidup adik-adik kamu. Kamu juga harus melindungi ibu kamu. Jadi, ingat kedua bahu ini harus kokoh. Kakak yakin kamu bisa!"

Walau matanya mengerjap pelan tanda bingung, tapi memori seusianya takkan pernah melupakan ucapanku tadi.

Dia akhirnya mengangguk dan tersenyum tipis yang kemudian menyusul kedua adiknya yang sedang melahap makanan yang ku beri tadi.

Tugas ku belum sampai saat ini saja, aku memanggil sang Ibu dan memberikan sebuah kartu nama.

     "Ini. Datangkah ke alamat ini, kalian bisa dapat makan 3 kali sehari walau tidak seenak sekarang tapi ini cukup untuk menyambung hidup. Dan untuk ketiga anakmu juga tempat ini bisa menjadi jembatan pendidikan untuk mereka. Setidaknya mereka perlu bisa membaca dan menulis bukan?"

Ku akhiri kata-kata ku dengan senyuman ikhlas.
Ibu itupun terharu dan berulang kali mengucapkan terima kasih.









Setidaknya kali ini biarkan aku peduli terhadap orang lain sebelum satu persatu lilin emosi belas kasihku padam.










To be continued-
🌙🌙🌙

Nightmare Story :IM NOT A QUEEN: (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang