Chapter 14

44 23 14
                                    

Haloo semua!!
Apa kabar? Baik-baik aja kan?

Jangan lupa jaga kesehatan ya ❤
Happy reading 😘

Jangan lupa jaga kesehatan ya ❤Happy reading 😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~Raymond Christian William~


Aku tidak akan membiarkanmu meneteskan air mata. Kecuali itu air mata bahagia.

4 hari kemudian

Raymond dan Olivia berjalan beriringan sambil bergandengan tangan. Olivia mengangkat piala kemenangannya yang mereka raih saat olimpiade kemarin dengan senyum yang mengembang di wajahnya.

“Woi!” sapa Pelangi dari belakang seraya menepuk bahu Olivia.

Raymond dan Olivia yang terkejut refleks melepaskan genggaman tangan mereka. Raymond menetralkan detak jantungnya dengan mengusap ujung hidungnya yang tidak gatal. Sedangkan Olivia, ia sibuk merapikan rambutnya yang sebenarnya tidak berantakan sama sekali.

“Kalian pada kenapa dah? Kok panik gitu? Hayo! Jangan-jangan kalian ....”

“Apaan? Nggak ada apa-apa kok. Kami kaget aja. Lagian lo ngapain datang-datang ngagetin gitu. Nggak ada kerjaan banget lo,” sembur Olivia kesal.

“Hehe ... santai dong. Gue cuman iseng aja. Eh btw, selamat ya kalian ... ya ampun gue ikutan senang liat lo berdua maju ambil piala tadi,” ujar Pelangi sambil memeluk Olivia.

“Gue duluan ke kelas ya,” pamit Pelangi sambil melambaikan tangannya ke arah Olivia dan Raymond.

“Untung aja dia nggak liat. Bisa berabe nanti,” kata Olivia lega.

“Kenapa? Emm ... ke kelas aku sebentar ya.”

Raymond kembali menggenggam tangan Olivia dan berjalan menuju kelas Raymond.

“Mau ngapain?”

“Rahasia,” bisik Raymond di telinga Olivia.

Beberapa orang yang berjalan di koridor sekolah menatap mereka dengan tatapan bingung.

“Mereka jadian?”

“Ya ampun stok cogan berkurang deh?”

“Nggak kayaknya. Palingan cuman akting kali.”

“Gue setuju sih. Cantik sama ganteng. Gue mau jadi pacarnya anaknya aja deh. Pasti nggak beda jauh dari mereka.”

Olivia tersenyum mendengar ucapan yang mereka ucapkan. Ia bersyukur karena tidak ada yang menentang mereka pacaran. Sebelumnya, ia cukup takut untuk berpacaran dengan Raymond sang pujaan hati di sekolah ini. Platinum High School memanglah berisi banyak siswa dan siswi yang ganteng maupun cantik. Namun, Raymond merupakan salah satu siswa terganteng di angkatan kelas 12 ini.

Tanpa sadar, mereka telah tiba di depan kelas Raymond. Olivia berusaha menetralkan detak jantungnya. Ia melepaskan genggaman tangannya dengan Raymond. Terlihat jelas bahwa perempuan itu belum siap untuk mengumumkan hubungan mereka.
Raymond berjalan pelan memasuki ruang kelasnya. Ia meletakkan tasnya kemudian mengambil dua botol yang berisikan jus apel yang ia buat sendiri dari dalam sana.

“Buat gue ya?” tanya Rossa dengan pedenya.

“Gak.”

Rossa merebut salah satu botol minum yang dipegang Raymond sebelumnya. Ia membaca tulisan di botol itu dengan keras.

“Mine.” Rossa tersenyum licik. Ia membuka botol itu kemudian meminum isinya.

“Enak. Manis. Makasih udah repot-repot buat ini untuk gue. Tapi gapapa deh. Gue suka,” ucap Rossa tanpa tahu malu.

Raymond mengepalkan tangannya. Ingin sekali ia menjambak rambut wanita itu. Olivia yang melihat hal tersebut langsung melangkahkan kakinya memasuki kelas Raymond. Ia tidak peduli akan beberapa pasang mata yang melemparkan tatapan aneh kepadanya.

Olivia merebut botol minum itu dari tangan Rossa. Ia meletakkan botol minum itu dengan marah ke meja yang ada di sebelahnya.

“Lo ngapain minum itu?!” ujar Olivia marah.

“Lo yang ngapain tiba-tiba datang ke sini marah-marah. Nggak jelas banget tau nggak?” balas Rossa.

“Gue? Ya jelas gue berhak ke sini dong. Lagian lo ngapain ngambil barang yang bukan hak lo?”

“Itu punya gue. Jelas gue berhak dong. Lo yang nggak berhak datang ke sini. Ini bukan kelas lo.”

“Dia pacar gue,” timpal Raymond yang membuat seluruh anggota kelas menghentikan gerakannya. Mereka menjadi pusat perhatian di kelas ini. Terlebih lagi wajah Rossa yang sudah merah seperti kepiting rebus akibat menahan malu.

“Pacar?”

“Raymond udah punya pacar?”

“Olivia?”

“Ya ampun nggak nyangka.”

Pelangi, Alice, dan Tina berdiri. Mereka berjalan menuju tempat Olivia berada.

Pelangi berbisik, “seriusan, Liv?”

Olivia mengangguk kecil.

“Udah jelas sekarang?” tanya Olivia kepada Rossa yang sudah mengepalkan tangannya menahan kesal.

“Kalian pasti bohong. Lo semua pasti sekongkolan!”

“Gue nggak bohong. Gue sama Olivia memang pacaran. Udah ngerti?”

“Gue ingatin sekali lagi ya. Lo jangan pernah coba-coba untuk dekatin cowok gue lagi. Ngerti?” ucap Olivia kemudian ia mengambil botol minum yang sempat ia letakkan di sebelah meja. Tidak lupa, ia juga menarik tangan Raymond agar mengikutinya.
Olivia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

“Masih ada 20 menit lagi sebelum masuk kelas,” ucapnya.

Raymond menyodorkan botol minum miliknya, “Nih.”

Olivia menerima botol itu dengan kesal, “Kenapa sih dia harus ngambil botol itu. Bikin kesel tau nggak?”

“Ya udah. Itu diminum. Jus apel.”

“Kamu nggak minum?”

“Kamu minum dulu.”

Olivia membuka botol itu kemudian meneguk isinya. Rasa manis bercampur sedikit asam mengalir memasuki tenggorokannya.

“Enak. Aku suka. Tapi aku nggak suka karena dia juga merasakan minuman ini.”

“Hmm ... besok-besok aku pastiin nggak bakal terjadi lagi.”

“Nanti pulang sama aku. Begitu seterusnya. Pulang pergi sama aku,” lanjut Raymond.

“Bukannya kamu sama adik kelas kamu?”

“Iya. Gapapa. Dia baik.”

Raymond mengambil botol yang sebelumnya diminum oleh Olivia. Ia membuka botol itu lalu meneguk isinya pelan.

Itu kan tempat gue minum tadi. Astaga ambyar hati ini. Hihihi ..., batin Olivia terkikik geli.

●●●●●

Sepulang sekolah, Olivia yang sedang membereskan bukunya mengernyitkan keningnya bingung. Bagaimana tidak? Ia melihat ketiga temannya berdiri di depan kelasnya sambil berkacak pinggang.

“Jelasin. Kenapa lo bisa tiba-tiba jadian sama Raymond?” ucap Tina.

“Oh jadi karena ini lo berdua gelagapan tadi pagi? Pantesan gue bingung. Lo kan nggak mudah kaget. Tiba-tiba lo kaget gitu aja. Mana tingkah laku kalian berdua mencurigakan  lagi,” cerocos Pelangi.

“Kok bisa sih?”

“Ya-iya bisa dong. Kami jadian sewaktu olimpiade kemarin di Jogja. Lalu, banyak hal juga yang kalian belum tau. Lusa kan hari minggu. Nah, kita kumpul aja, sekalian gue mau kenalin kalian ke sahabat gue yang lain. Oke? Sekarang gue udah ditunggu sama Raymond tuh,” jelas Olivia sambil menunjuk Raymond yang melihat mereka sambil menyenderkan punggungnya ke pintu kelas.

“Bye-bye. Gue pulang dulu ya,” pamit Olivia sambil melambaikan tangannya.

Mereka berjalan bersama menuju mobil Raymond.

“Kak. Ini panas banget loh. Lo malah asik-asik pacaran di sana,” seru Altair.

“Berisik.”

Mereka pun memasuki mobil Raymond. Selama perjalanan, Olivia dan Raymond asik berbincang seakan melupakan keberadaan Altair yang sudah mengerucutkan bibirnya di belakang. Melihat itu, Altair kembali membuka suaranya.

“Nasib jomblo, nasib single, nasih sendiri. Wadaw ... miris,” ujarnya bermonolog.

“Masih kecil,” ucap Raymond.

“Gue udah besar, Kak. Cuman belum mau pacaran.”

“Kirain nggak ada yang mau,” cibir Raymond.

Altair memajukan tubuhnya di sela-sela Raymond dan Olivia.

“Kak, kenalin, gue Altair. Cowok paling ganteng di mobil ini.”

Olivia tersenyum, “Olivia.”

“Kak, kenapa kakak mau sama dia? Mulutnya sepedas mulut netizen loh,” ucap Altair tanpa rasa bersalah.

“Haha ... dia baik kok.”

“Baik dari mananya kak? Biar Altair liat.” Ia pun melihat Raymond yang sedang menyetir, “Iya sih dia ganteng. Tapi lebih ganteng Altair ya.”

“Nih ya Altair kasih tau. Tapi Kak Oliv jangan kasih tau dia ya. Tau nggak? Altair tuh sering didiamin sama dia. Nyesek tau nggak.”

Raymond menghentikan mobilnya saat di lampu merah. Ia menjitak pelan kepala Altair. Ia tidak bisa membiarkan adik kelasnya itu berbicara yang tidak-tidak di depan pacarnya.

“Wadaw ... wadaw ... AWW!” teriak Altair sambil mengusap keningnya.

“Tuh kan. Liat kak. Ini mah KDRT. Kekerasan Dalam Riwayat Teman!” seru Altair.

“Kalian gemes banget ya ampun,” ucap Olivia.

“Makasih, Kak. Altair memang gemesin. Ngangenin juga kok. Beruntung deh nanti yang jadi pacar Altair. Pasti dia bahagia. Gimana nggak? Altair imut ganteng gini kok,” cerocos Altair.

Setelah sampai di rumah Olivia, Olivia memegang perutnya yang terasa keram karena kebanyakan tertawa. Altair sangatlah menggemaskan, ia selalu memiliki bahan pembicaraan yang bisa membuat lawan bicaranya tertawa.

“Makasih ya, Mond. Dadah Altair. Sampai jumpa lagi,” pamit Olivia sambil membuka pintu.

“Udah masuk rumah kabarin aku,” ucap Raymond.

Olivia mengangguk kemudian ia berjalan memasuki rumahnya. Setelah memastikan Olivia sudah memasuki rumahnya, Raymond pun melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah Olivia.

Tanpa mereka sadari, seseorang dari balkon menatap mereka sambil menunjukkan senyum yang sulit diartikan. Ia mengambil ponselnya kemudian mengetikkan sesuatu di sana.

“Ternyata mereka sudah bersama. Rencana kita akan berjalan dengan lancar.”

Send.

To be continue

Altair gemes kan? Siapa yang mau hayo? 🤭

Kasih semangat dong 😭 belakangan ini author sedih :(

Selamat bermalam minggu ❤❤

Babay! See u next time 😘

Salam manis,

Sweet Chocolate ❤❤

VINDICTA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang