07 - Perihal Hati

54 19 13
                                    

"Hati-hati jatuh hati sebelum waktunya. Takutnya kamu akan patah hati nanti."

~~~

"Lepas, Rel."

Darrel mendudukkan Bianca di sisi ranjang UKS, ia berjalan menuju lemari obat lalu mengambil apa yang diperlukannya. Setelah kembali ia memposisikan dirinya di samping gadis itu.

"Nih hukuman lo," ucap Darrel sembari menyerahkan kotak P3K kepada Bianca.

"Gue ga—"

"Ayo cepetan, gue gak bisa banyak ngomong nih. Sakit tau!"

"Siapa suruh jadi sok jagoan di sekolah." Walaupun dengan tampang kesalnya Bianca tetap mengobati luka itu. Sesekali ia meneguk ludahnya sendiri karena tidak kuat melihat ciptaan Tuhan yang begitu luar biasa di depannya ini.

Dalam jarak sejengkal ini ia sungguh tidak bisa konsentrasi dengan fokus utamanya. Sial. Kenapa lagi ini sama jantung yang naik turun dengan cepatnya. Bianca sama seperti gadis lainnya yang menyukai jejeran cowok tampan. Ia tidak muna tentang hal itu.

"A—aw!" ringis Darrel membuyarkan lamunan Bianca. Dasar perusak suasana.

"Gue gak ngapain lo, gak usah bohong." Dengan sengaja Bianca sedikit menekan tepat di sudut lukanya ketika memasang handsaplast-nya.

"Emang. Gak usah segitunya juga tapi lihatin muka gue." Ucapan Darrel tepat mengenai gengsi Bianca yang tingginya sampai langit ke tujuh.

"Siapa juga yang lihatin lo, muka kaya gitu aja belagu," kilah Bianca membuat Darrel terkekeh menertawakan.

"Muka kaya gimana emang?" tanya Darrel dengan muka polosnya. Tangannya ia gunakan untuk menopang dagunya, tersenyum manis menatap wajah Bianca yang memerah menahan kesal.

"Biasa aja," jawab Bianca santai lalu memalingkan wajah ke arah tirai yang tertutup di sebelahnya. Sepertinya ia lupa bahwa bukan hanya mereka berdua yang berada di sini.

"Yakin gak ada jawaban alternatif?" Darrel mendekatkan wajahnya ke arah kiri wajah Bianca. "Tampan mungkin?" tambah Darrel sukses membuat Bianca refleks memalingkan wajahnya ke arah kiri.

Tepat sekali. Wajah putih mulus milik gadis itu mengenai hidung mancungnya tanpa sengaja. Tatapan keduanya tanpa sadar saling tarik menarik. Mengisi kekosongan yang ada pada diri semasing. Seperti sedang berada pada zona nyaman, keduanya lupa akan segalanya.

Sampai sebuah isakan kecil membuat mereka saling buang pandang berlawanan arah. Dengan perasaan campur aduk pada diri keduanya.

"Ngapain sih lo nangisin cowok kaya gitu. Mending lo lupain tuh cowok. Masih banyak orang-orang yang peduli di belakang lo. Cuman lo nya aja yang gak sadar. Lo udah dibutain sama obsesi lo tentang dia." Ucapan Angga membuat Cecilia membuang pandangannya ke mana saja. Asal tidak kepada cowok itu. Ia terlalu lemah jika menunjukkan kelemahannya kepada cowok itu.

"Gue yakin lo sadar kalau selama ini gue selalu merhatiin lo. Cuman lo gak pernah mau percaya itu 'kan?" Kali ini Angga tertawa sumbang. Ternyata begini rasanya patah hati sebelum sempat memiliki.

"Lo udah tau jawabannya," ucap Cecilia. Sebelum berdiri tak lupa ia menghapus air matanya dengan kasar.

Cecilia menatap Angga yang masih duduk di tempatnya. "Makasih udah merhatiin gue. Tapi gue gak bisa."

"Asal jangan lo suruh gue nyerah sekarang. Gue akan tunggu sampai lo buka hati."

"Gue gak yakin akan hal itu," ucap Cecilia menatap lantai keramik dengan gamang.

ALTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang