Dua bulan berlalu sejak kematian ayahnya. Citra sudah kembali normal, meskipun tidak seceria sebelumnya. Dulu meskipun dia banyak masalah, sedikitpun tak pernah dia tunjukkan, tapi kali ini sisi terburuknya benar-benar terlihat jelas, dia merasa tidak ada gunanya lagi dia bersemangat, toh ayahnya sudah tidak ada.
******
Hari ini tugas piketnya Citra lagi, dan seperti biasa, dia pulang setelah tidak ada lagi kendaraan lewat, Citrapun pulang lewat jalan tikus lagi.
Citra menggeleng-gelengkan kepala dan memukul dahinya. Lagi-lagi dia mendengar suara orang berkelahi. Setiap lewat jalan ini, ada saja masalah. Diapun berinisiatif mengganti roknya lalu kesana. Sesampai disana dia terkejut, ternyata kali ini, lelaki yang waktu itu sedang dikeroyok bersama teman-temannya. Setelah melihatnya, Citra berniat kabur, tapi kemudian dia mengurungkan niatnya
"Bagaimanapun dia butuh pertolongan," Gumamnya. Diapun berlari kesana
"Woy, berhenti!"
Suara Citra membuat mereka langsung berhenti.
"Siapa lo?, punya nyali juga lo"
Seorang lelaki yang kira-kira umur 30-an keatas dengan tubuh besar dan kekar dipenuhi tato mendekat. Citrapun menciut, dan mengubah rencana. Daripada bertarung, sebaiknya memainkan emosi.
"Maaf bang, saya cuma mau numpang lewat" jawab Citra dengan senyum yang sedikit dipaksa
"HAHAHA" tiba-tiba mereka semua tertawa
"Lo pikir bisa lewat?, hadepin gua dulu"
Lelaki itupun mendekat
"Eeett, ntar dulu bang, jelasin dulu ini ada masalah apa ya bang?"
Lelaki itupun menghentikan gerakannya,
"Oh, mereka udah bikin mangsa gua kabur?"
Citra menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal,
"Hehe, maksudnya apa ya bang?" tanya Citra polos.
"Dia udah bikin orang yang mau gua palakin kabur, belum tau aja siapa gua?"
"Emang abang siapa yah?, hehe"
Lelaki itu memasang gaya sok cool dengan tangan dilipat didada
"Gua Parman, preman kampung sini, pokoknya kalo lo sebut nama gua, semua pada ngibrit"
Citra mengangguk-anggukkan kepalanya
"Lo jangan ngangguk-ngangguk aja, ngarti gak lu?"
"Hehe, ngerti bang, tapi bang boleh gak bang kalo mereka dilepasin?"
Lelaki itu melotot kearah Citra, Citrapun menciut dengan tatapannya
"Jelasin dulu, kenapa mesti gua lepasin?"
Citra memutar otaknya, dan akhirnya dia berekting, Citra memasang wajah sayu. Terdengar suara musik sedih.
"Jadi bang, mereka itu kasian bang, hidupnya pas-pasan, orang tuanya udah gak peduli bang sama mereka, mereka ditelantarin gitu bang. Terus salah-satu dari mereka yatim bang, dia mesti kerja buat ngidupin maknya bang, kan kasian bang kalo sampai mati atau sekarat gara-gara abang-abang sekalian gebukin. Mereka gak punya uang bang buat bayar rumah sakit, kan kasian orang tuanya bang" Ekting Citra benar-benar Ok sampai-sampai air matanya benar-benar keluar, bisalah jadi pemeran utama di film tanpa judul, hehe.
Semua preman itu ternyata terbawa suasana dan menangis, sambil memanggil nama ibu mereka. Citra bersorak dalam hatinya, ternyata dia punya bakat terpendam. Sementara lelaki itu menahan tawa bersama teman-temannya menyaksikan rkting Citra yang terlalu over itu,
"Jadi gimana bang?"
Parman menyeka air matanya
"Gara-gara lu dah, gua jadi kayak gini, yaudah boleh dah, lu bawa mereka. Tapi mereka harus janji gak bakal ganggu gua lagi"
"Siap bang, nanti saya bilangin dah bang"
Para preman itupun berlalu, tapi sebelum hilang dari pandangan Citra memanggil
"Bang Parman?"
Lelaki itu menoleh
"Apaan lagi?"
"Kalau nanti abang nemu kerjaan yang menurut abang cocok, abang berenti yah jadi preman, kasian ibunya bang, biar bangga sama abang"
Para preman hanya mengangguk lalu pergi, tidak semua hal harus diselesaikan dengan kekerasan, kadang kita harus menyentuh hatinya.
Citra membantu lelaki itu dan ketiga temannya berdiri. Mereka semuapun berterimakasih, lalu meminta maaf atas kejadian tempo hari. Citra hanya tersenyum. Lelaki yang waktu itu lancang memegang dagunya menyuruh yang lain pulang, sementara dia tinggal berdua dengan Citra
"Hey, sekali lagi makasih yah"
Citra mengangguk dan tersenyum. Lagi-lagi lelaki itu lancang memegang pipinya, Citrapun langsung melepaskannya
"Apaan sih?" tanya citra ketus
"Ma-maaf"
Suasanapun jadi hening, mereka berdiri ditengah jalan sambil berhadapan, saling menatap tanpa sepatah katapun, seolah mata mereka yang sedang berbicara
"Cantik" Gumam cowok itu
"Ngomong apa barusan?"
Cowok itu terkejut dan tersenyum sambil menggaruk kepalanya
"Ngomong-ngomong gue Alfin, lo siapa?"
"Citra"
"Nama yang bagus"
"Makasih, itu ayah yang ngasih." Jawab Citra ketus.
"Kamu pasti dekat banget yah sama ayah kamu"
Citra mengangguk dengan air mata yang mulai mengalir dipipinya
"L-Lo kenapa?, Gua salah ngomong yah?"
Citra menggeleng
"Terus?"
"Gue keingat bokap, dia udah meninggal beberapa bulan lalu"
"So- sorry gua gak tau"
"Gak apa-apa"
"Pantas muka kamu beda dari sebelumnya, kayak gak bersemangat"
"Buat apa lagi?, ayah gue udah gak ada juga"
Alfin mengernyitkan dahinya lalu menarik Citra dan membawanya ke batang pohon tumbang, lalu duduk disana. Citra didudukkan didepannya, menatap matanya lekat-lekat lalu memegang pundaknya
"Jangan begitu, kamu harus tetap semangat, demi ayah kamu, ayah kamu pasti punya cita-cita yang besar buat kamu, dan dia pasti ingin kamu mewujudkan semua impian kamu. Meskipun dia udah gak ada, tapikan kenangannya masih, nikmatilah kenangan itu, ingat perjalanan kamu masih panjang, kamu harus semangat okey, aku tau kamu bisa"
Air mata Citra berlinang, baru kali ini ada orang yang seperti ayahnya, diapun spontan memeluk Alfin, dan isakan tangisnya mulai terdengar. Tak lama kemudian, di melepas pelukannya
"Sorry"
Alfin mengangguk
"Kita pulang yuk, udah sore, gua anter"
Barusaja Citra akan menolak, tapi sudah ditahan oleh Alfin. Merekapun jalan beriringan. Tidak memakan waktu lama, mereka akhirnya sampai depan rumah Citra. Alfin adalah teman ke dua yang datang kerumahnya,
"ini rumah gue, gue masuk yah, dan makasih udah nganterin"
"Gue gak diajak masuk nih?"
Citra terdiam
"Bercanda kok, gue tau kenapa lo gak ngajak gue masuk"
"Hmm?" Citra menatap Alfin bingung
"Gue tinggal di perempatan jalan"
"What?"
"Gak usah kaget gitu, lagian lo yang salah, jarang kelihatan"
"Hehe sorry, tapi kok lo gak tau kalo bokap gue udah..?" Citra menghentikan kata-katanya, namun Alfin bisa memahami apa yang hendak dikatakan Citra
"Gue baru balik tadi pagi, terakhir kali ketemu lo, pas ngeroyok Angga, bokap liat, dan gue dikirim ke pesantren punya dia didesa"
"Pesantren?"
"Bokap gue ustad, sayangnya gue anaknya malah bandel banget,hehe. Bokap selalu marahin sih, tapi nyokap selalu belain. Mungkin karena gue anak tunggal kali yah, jadi agak dimanjain hehe"
Citra hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala
"Jadi curhat deh"
" gak apa-apa kok, itu tandanya lo percaya sama gue, dan nganggap gue teman lo. hmm, kalo gitu gue masuk yah," Citrapun berbalik, namun tangannya langsung ditarik oleh Alfin
"Tunggu, minta nomor kamu dong"
"Untuk?"
"Siapa tau nanti gue atau lo butuh bantuan, kan gampang hubunginnya"
Merekapun bertukar nomor, lalu Citra masuk kedalam rumah setelah Alfin pergi.
******
Pagi-pagi sekali Alfin menelpon Citra
"Halo, kenapa Fin?"
"Lari pagi yuk!"
"Lari pagi?"
"Iya, keliling komplek doang"
"Nggak ah, gue males, lagian kerjaan gue banyak"
"Kalo lo nolak, gue bakal teriak-teriak depan rumah lo"
Citra memasang wajah lesunya, dia paling benci yang namanya olahraga
"Okey, tunggu, gue keluar sekarang. eh jangan deh, gue mau masak dulu, lagian masih jam 5"
Alfin tersenyum
"Oke, mau gue bantu nggak?"
Citra mengernyitkan dahinya
"kalo lo mau liat gue mati berdiri"
"Hahaha, maksud gue, bantu semangatin, hehehe, jangan lupa bawain buat gue juga"
"Kalau ingat"
"Ettt dah, pelit amat lo"
"Biarin, bye"
Citra langsung mematikan telponnya dan segera kedapur. Alfin masih tertawa dengan tingkah Citra yang menurutnya lucu.
******
Sebelum masak, Citra menyapu rumah. Beberapa menit kemudian, sarapannya sudah siap. Citra mengambil kotak makan untuk Alfin, Citra juga tidak lupa membawa air minum.
Citrapun keluar dari rumah, dan ternyata Alfin sudah duduk didepan rumahnya
"Alfin?"
Alfin menoleh dan melambaikan tangan. Citra segera berlari kearahnya
"Nih" Citra menyodorkan plastik yang berisi kotak makan dan air minum tadi
"Wah, thank you, gue kira lo gak bakal bawain, ternyata lo baik juga"
"Iyalah, emang ello, jahil"
"Hehehe"
"Yaudah, ayo kita lari, entar keburu siang lagi"
Alfin mengacungkan jempol, merekapun berlari keliling komplek. Setelah selesai, mereka beristirahat ditaman dekat rumah Alfin. Alfin membuka kotak makannya, lalu makan
"mm, enak, gue kira lo gak bisa masak"
"Enak aja, gue tuh bisa masak dari lahir"
"Idih, pede banget lu"
"Harus"
Citra mengibaskan rambutnya. Sementara Alfin hanya terkekeh
"Gue pulang yah"
Alfin memegang tangan Citra
"Buru-buru banget, emang mau kemana? sekarangkan libur"
"Lokan tau keluarga gue gimana"
Alfinpun buru-buru menghabiskan makanannya lalu minum,
"Gue antar yah?"
"Gak usah, nanti orang-orang malah salah faham sama kita"
"Eh, kalau mau salah faham sekarang juga bisa kali,"
"Iya juga yah" ucap Citra dengan wajah polosnya sambil menggaruk kepala
"Yaudah deh, boleh. Sini tempat makan sama minumnya"
Alfinpun mengembalikan plastik tadi. Mereka jalan begitu pelan, Alfin sengaja memelankan jalannya agar makin lama baru sampai dirumah Citra
"Fin?"
"Iya"
"Cepat dikit dong, entar gue kena marah"
"Iya, bawel banget sih"
Alfin akhirnya mempercepat langkahnya, dia juga tidak mau Citra kena marah hanya karena kekeraskepalaannya. Tak lama kemudian mereka sampai
"Thanks ya Cit, lo udah mau nemenin gue lari pagi"
"Iya, sama-sama. Pulang gih!"
Alfin cemberut
"Lo ngusir gue?"
Citra tertawa melihat tingkah lucu Alfin,
"Haha, bukannya ngusir Fin, tapi guekan gak bisa ngajak lo masuk, gak mungkinkan lo berdiri didepan pagar gue kayak satpam atau pengemis?"
"Iyadeh, gue pulang"
******
Kali ini Citra akan pulang terlambat lagi. Seseorang sedang menunggunya didepan sekolah
"Bro, lo kenal Citra nggak?"
"Citra yang mana kak?"
"mm, Citra Amelia"
"Oh, dia masih diperpus kak, kayaknya bakalan lama, hari inikan dia punya tugas piket"
"Oh, thanks ya bro"
"Iya kak"
Anak itupun meninggalkan orang itu, yang masih setia menunggu digerbang sekolah. Beberapa jam kemudian Citra muncul
"Citra"
Citra menengok, dan ternyata Alfin sedang melambai padanya didepan gerbang sekolah. Citrapun berlari kesana
"Alfin?"
Alfin tersenyum dan menaikkan alisnya
"Lo ngapain disini?"
"Jemput lo"
"Jemput gue?"
"Iya, gue takut lo lewat jalan tikus itu lagi, bahaya, meskipun lo jago, tetap aja gue khawatir"
Citra tersenyum jahil
"Khawatir?, jangan-jangan lo naksir gue yah?.. eeeaaakkk"
Alfin jadi salah tingkah dibuatnya, wajahnya memerah
"Ih, pede banget loh, nggaklah, gak mungkin"
"Kalo emang nggak, kenapa muka lo sampai merah gitu?"
Alfin memegangi pipinya
"It- itu pasti karena mataharinya. udah ah, ayo naik"
"Naik kemana?"
Alfin menatap Citra
"Kemotor gue lah, emang lo mau berdiri disini sampai malam, gue sih ogah"
"hehe, bentar"
Citrapun naik kemotor Alfin, motor Alfin melaju dengan batas normal, tidak seperti biasanya, kebut-kebutan
"Citra?"
"Iya"
"Lo mau gak pergi sama gue akhir pekan?"
"Kemana?"
"Kepantai"
Citra diam beberapa saat
"Oke"
Alfin kegirangan
"Serius nih?"
"Iya"
******
Hari yang ditunggu-tunggupun tiba, Citra memakai pakaian yang nyaman dipakai ke pantai. Suara motor Alfin sudah terdengar diluar, Citrapun berlari keluar. Keluarganya sedang mengobrol diruang tengah sambil minum teh, sebenarnya mereka sama sekali tidak perduli Citra mau kemana, atau pulang jam berapa, akan tetapi Citra terus saja berharap. Melihatnya keluar pagi inipun, tidak ada yang bertanya, mereka hanya melihat sekilas, lalu mengobrol lagi
"Hi Fin, udah lama?"
Alfin masih bengong, memperhatikan Citra yang tengah berada didepannya
"Alfin?"
" G-Gue baru sampai kok. Pergi sekarang?"
Citra mengangguk. Alfinpun memakaikan helm padanya. Sesampai dipantai, mereka memilih tempat duduk yang pemandangannya bagus, setelah itu memesan es kelapa muda dan yang lainnya
"Gimana, kamu suka nggak?"
"Suka, ini pertama kalinya gue ke pantai"
"Serius?"
Citra mengangguk
"Emang lo gak punya teman gitu, buat diajak?"
"Punya kok, gue punya sahabat, namanya Nayla, cuma emang sekarang jarang ketemu aja, karena dia agak sibuk sama keluarganya, makanya ketemunya disekolah aja, soalnya dia selalu cepat pulang"
Alfin mengangguk
"Lo mau jalan-jalan pinggir pantai nggak?"
"Mau, mau banget" jawab Citra semangat
"Yaudah abisin dulu makanannya"
Citrapun menyelesaikan makannya. Mereka bermain dipinggir pantai, membuat istana, kejar-kejaran, basah-basahan. Para pengunjung yang melihat mereka, meleleh. Yah siapa yang tidak terbawa perasaan melihat adegan romantis seperti itu. Bahkan sesekali Alfin menggendong Citra.
******
Hari-hari berikutnya mereka semakin akrab, hingga suatu hari Alfin menelpon malam-malam
"Halo, iya Fin"
"Keluar dong, gue ada didepan"
Citra bangkit dari tempat tidurnya, dan mengintip dijendela kamarnya
"Lo ngapain?, udah malam juga"
"Please gue mohon" Melihat wajah Alfin yang terlihat sedih, Citrapun keluar
"Ada apa Fin?, tumben banget malam-malam gini, lo kesini?"
Alfin terdiam sejenak
"Gu-gue mau pamit Cit"
"Pamit?"
"Bokap gue mau ngirim gue kepesantren, dan mungkin hp gue bakal disita, gue takut gak bisa ketemu lo lagi, makanya gue kesini malam-malam"
Citra berkaca-kaca
"Lo- lo boong kan?, lo ngerjain gue kan?"
Alfin menunduk, air matanya mengalir
"Gue serius Cit"
Citrapun mulai menangis
"Kenapa harus sekarang?, gue gak mau kehilangan lo"
Alfin memeluk Citra
"Apalagi gue, gue gak bisa ninggalin lo, lo teman terbaik gue"
Keduanya berpelukan lumayan lama, hingga ponsel Alfin berdering,
"Halo pah"
"Ok pah"
Alfin melepaskan tangan Citra
"Cit, gue pergi yah, lo baik-baik disini. gue bakal tetap jadi teman lo kok, teman paling usil lo"
Citra tersenyum dengan air mata dipipinya
"Jangan lupain gue yah"
"Hehe, kalau itusih pasti, lokan cewek yang paling bawel dan resek"
Airmata Citra semakin mengalir
"Jangan nangis dong, gue jadi berat nih perginya"
Alfin menghapus air mata Citra yang terus mengalir. Tak lama kemudian Citra akhirnya tenang
"Hati-hatiyah Fin"
"Siap ibu boss"
"Hehehe"
Alfinpun pergi, Citra terus melambaikan tangan hingga Alfin hilang dari pandangannya. Dia berharap ini bukan pertemuan terakhir mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Nyaman Dan Cinta (Cinta segi tiga)
Teen FictionLelaki itu tertawa sambil menyeka darah yang mengalir dari hidungnya. Citra sedikit tidak tega, dan meringis. "Eh, kan gua yang berdarah, kenapa lo meringis?, terpesona yah sama kegantengan gua?," Lelaki itu terkekeh . Citra kembali kesal, melihat t...