Terdengar suara klakson mobil didepan rumah. Citrapun segera keluar dengan kaki yang pincang. Citra terbelalak melihat Angga sedang berdiri didepan pagar rumahnya. Seketika, keringat dingin bercucuran, wajahnya menjadi pucat. Dia mencoba menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya, untuk menenangkan diri,
"Huft, tenang, ini akan baik-baik saja, jangan lupa senyum", Citrapun membuka pagar, agar mobil Angga bisa masuk. Citra kemudian mempersilahkan Angga duduk diterasnya, karena tidak baik menerima tamu malam-malam apalagi seorang pria dan dibawa masuk, padahal kondisi orang rumah adalam perempuan dan sendirian,
"Bapak mau minum apa?"
"Gak usah, daripada itu, kamu baik-baik aja kan?"
Citra mengangguk
"Terus, kenapa tadi kamu teriak dan tidak menjawab saya lag?"
Citra memukul dahinya
"Ya ampun, maaf pak, hehe. Tadi, kaki saya kesiram air panas plus kena beling, jadi hpnya saya taro deh dimeja, lupa kalau bapak lagi nelpon"
Angga segera berlutut didepan Citra, dan langsung memeriksa kakinya. Citra dibuat salah tingkah olehnya, perhatiannya yang seperti inilah yang membuat Citra luluh dengannya dulu, akan tetapi sekarang Citra sudah bertekat untuk tidak lagi terjerumus olehnya.
Ditempat lain, ternyata Alfin melihat kejadian barusan, dan dia langsung pergi dari sana.
******
Keesokan harinya, Citra sedang duduk dikursinya, dia sedang berbincang dengan Rena
"Hi, lagi ngobrolin apa?, seru banget kayaknya"
"Ngomongin bapak", Citra segera membekap mulut Rena. Rena memang terkenal suka ceplas-ceplos,
"ng, nggak pak, ini Rena asal ngomong aja, jangan tersinggung yah pak?"
Angga tertawa melihat tingkah mereka berdua. Citrapun melepas bekapannya
"Ih Citra, kan lipstiknya jadi berantakan"
"hehe, sorry"
Angga langsung menarik tangan Citra
"Ren, saya pinjam teman kamu sebentar"
"Oh, Ok pak"
Citra sangat malu, beruntung kantor sepi, karena sekarang waktu makan siang. Angga membawa Citra kemobilnya, lalu menuju cafe dekat kantor
"Pak, sebenarnya ada apa sih?, kok saya diajak kesini"
"Udah, stop sandiwaranya"
Citra kebingungan, sandiwara apa yang dia maksud
"Kamu masih aja sok polos" ucap Angga sambil menatap Citra yang sedang kebingungan
"Maksud bapak apa yah?"
"Selama ini, ternyata kamu Citra, bukannya Amel, kenapa, kenapa kamu harus bohong, dan nutupin semuanya?"
Wajah Citrapun menjadi serius
"Maaf pak, tapi saya tidak pernah membohongi bapak, bukannya dari awal bapak yang gak ngenalin saya"
Angga menatap Amel tajam
"Kenapa malah nyalahin saya, bukannya saya sudah bertanya waktu itu, apa kita pernah ketemu sebelumnya?, tapi jawaban kamu apa"
Citrapun mulai terpojok, dan berusaha mencari alasan yang tepat
"Kenapa kamu diam"
"Hmm, sebelum itu, bapak tau dari mana, kalau ini saya"
"Ayah saya yang bilang", Citrapun terdiam, suasana menjadi sedikit tenang
"Sebelumnya saya minta maaf, karena tidak jujur sejak awal, tapi saya punya alasan kenapa tidak mengatakan ini, walaupun saya tau, lambat laun, pasti saya akan ketahuan, dan ternyata benar"
"Apa alasannya?"
"Saya hanya tidak mau mengingat masa lalu, dan ini akan lebih mudah buat kita sebagai rekan kerja, atau atasan dan bawahan"
"Lebih mudah buat kamu, saya nggak"
Citrapun berbalik menatap Angga, hingga mata mereka bertemu, keduanyapun menjadi salah tingkah
"Khem, kenapa ini gak mudah buat bapak?"
Angga terdiam sejenak, lalu berbicara sambil menunduk, dia tidak berani menatap mata ataupun wajah Citra
"Karena setelah kembali, saya berusaha mencari kamu, saya masih cinta sama kamu, jujur saya mengaku bersalah karena sudah menyakiti kamu, saya khilaf"
Citra tertawa, meskipun matanya mulai berkaca-kaca. Luka lama yang hendak dilupakan, malah kembali,
"Khilaf?, enak banget yah anda"
Angga masih menunduk
"Saya benar-benar minta maaf"
Citra mulai emosi, wajahnya sudah memerah
"Maaf pak, saya harus pergi, dan saya izin pulang sekarang"
Angga menengadah, sedang Citra sudah pergi. Bukannya mengejar, Angga tetap duduk dikursinya sambil memukul-mukul kepalanya dengan tangan. Para pengunjungpun melihat kearahnya sambil berbisik-bisik.
Citra mengemudikan mobilnya menuju taman. Air mata yang tadi dibendungnya kini tumpah-ruah. Dia memilih tempat yang paling sepi, lalu menangis sesegukan.
******
Malam tiba, cuaca dingin disertai hujan yang semakin lama semakin deras. Citra berjalan kehalaman, menutup matanya dan menengadah kelangit
"CITRAA" terdengar teriakan seseorang, Citrapun membuka matanya dan menoleh. Ternyata itu Alfin, dia mengisyaratkan agar Citra membuka pagarnya. Citrapun berjalan kesana dan membukanya. Alfin langsung menggoyang-goyang tubuh Citra yang sudah seperti mayat hidup itu
"Citra, ayo sadar, kamu kenapa?" Citra menatp Alfin perlahan, hingga mata mereka bertemu, lalu Citra menangis sesegukan
"Fin, dia udah tau ini gue, hiks, gue rasain sakitnya lagi", Citra terus menangis, hingga tanpa sadar Alfin memeluknya lama. Beberapa detik kemudian, Alfin sadar dan melepasnya
"Astagfirullah, maaf", akan tetapi Citra malah menariknya
"Tolong, sebentar saja", tiba-tiba Citra tidak sadarkan diri, dan jatuh ketanah. Alfin panik dan langsung membawanya kerumah sakit. Tak lama kemudian, dokter keluar dari ruangan
"Gimana keadaannya dokter?"
"Suaminya yah?" Alfin terkejut, sekaligus tersipu
"hehe, saya cuma temannya dokter"
"Oh, maaf, saya pikir kalian suami istri. Pasien tidak apa-apa, hanya kecapean dan agak demam"
"Alhamdulillah, saya udah boleh..." kata-kata Alfin terhenti
"Boleh, silahkan masuk"
Alfinpun langsung masuk keruangan. Dia terus menggenggam tangan Citra hingga terlelap.
******
Matahari telah terbit, telepon genggam Citra berdering, namun tidak ada yang menganggangkat. Anggapun khawatir dan langsung kerumahnya. Sesampai disana ternyata rumahnya kosong, Anggapun bertanya pada orang sekitar, namun tak satupun yang tau. Angga seperti orang linglung yang tak tahu arah dan tujuannya.
******
Citra akhirnya sadar. Perlahan dia membuka matanya, dilihatnya Alfin tengah menggenggam tangannya erat. Citra mengelus kepala Alfin dan membuatnya terbangun
"Citra, kamu sudah sadar?", Cotra tersenyum dan mengangguk. Alfinpun segera memanggil dokter.
******
"Jadi, gimana keadaannya dok?"
"Alhamdulillah sudah membaik, dan sudah bisa pulang"
"Alhamdulillah"
"Tapi, dia tidak boleh terlalu capek dulu, ataupun banyak pikiran"
"Iya dok"
Dokterpun pergi, "Cit, saya urus administrasi dulu yah, sekalian nebus obat kamu", Citra mengangguk, namun sebelum Alfin melewati pintu, Citra memanggilnya
"Alfin"
Alfin menoleh
"Boleh pinjam hp lo nggak?"
Alfin mengangguk lalu memberikan telepon genggamnya ke Citra.
******
Citra menelpon ke kantornya untuk cuti selama 2 hari karena sakit. Anggapun mendengar kabar tersebut dan segera kerumah sakit tempat Citra dirawat. Tapi, sayangnya dia terlambat, Citra sudah keburu pulang.
Mendengar kabar bahwa Citra sakit, Naylapun menjenguknya. Sesampai disana, Nayla langsung masuk begitu saja, seperti biasanya. Dia terkejut, karena dia melihat pria yang tidak dia kenal, Naylapun duduk didekat Citra dan berbisik
"Siapa lagi tuh?", Citra tersenyum, dia lupa cerita soal Alfin
"Dia Alfin, teman gue"
"Kenal dimanao?"
"Hehe, dari SMA sih"
"emang lo yah, suka main rahasia-rahasiaan"
"Bukan gitu, cuma setiap ketemu, kita berduakan ngomongin hal lain, makanya gue lupa cerita"
"Iyadeh, yang penting gue udah tau sekarang"
Melihat Citra dan Nayla berbisik, Alfin sedikit sebal
"Khem, maaf, disini bukan cuma kalian berdua"
Citra dan Naylapun tertawa
"Sorry Fin, eh iya kenalin, ini sahabat gue Nayla"
"Hi"
Alfin hanya tersenyum dan mengangguk. Naylapun mulai berbisik lagi
"Dingin banget cuy kayak es"
"masa sih?, selama ini, dia hangat-hangat aja tuh ke gue"
Nayla mencubit Citra
"Aww, sakit tau". Melihat dua orang itu masih berbisik, Alfin memilih diam sambil geleng-geleng kepala.
"Lo tau nggak kenapa dia gitu?"
Citra menggeleng dengan wajah polosnya
"Diatuh suka sama lo"
"WHAT?" Citra berteriak. Alfin mengernyitkan dahinya. Melihat itu, Citra dan Nayla saling menatap, dan nyengir ke Alfin.
"Yang benar aja lu?, masa dia suka sama gue"
"gue serius, lo yang gak peka", Citrapun mengingat-ingat kejadian lalu, dan dia sedikit terpengaruh dengan ucapan Nayla. Citrapun mendekatkan dirinya ke Alfin, sangat dekat hingga tersisa tiga senti, Alfin jadi salah tingkah dan jantungnya berdetak tidak karuan. Citra menatap langsung ke manik mata Alfin
"Lo beneran suka sama gue?"
Sontak Alfin terkejut, dan mundur
"I, itu..."
Tiba-tiba pintu diketuk,
"Biar gue yang buka", Naylapun keluar, meninggalkan Citra dan Alfin yang tengah dalam keadaan tegang.
"Jadi gimana?"
"Gimana apanya?"
"Pertanyaan gue tadi"
Alfin hanya terdiam dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
******
Nayla membuka pintu dengan senyum diwajahnya, lalu tiba-tiba raut wajahnya berubah kecut, melihat siapa yang tengah berdiri dihadapannya "Berani juga lo datang kesini?"
"Hay Nayla, la, lama gak ketemu"
"Cukup basa-basinya, ngapain lo kesini?"
"Hmm, Citra ada?"
"Ada, tapi dia lagi gak bisa diganggu, bukannya dia cutu yah?, jadi silahkan pulang, kamu dan dia udah gak ada urusan lagi selain pekerjaan"
"Ta, tapi..." sebelum pria itu melanjutkan kalimatnya, Nayla sudah menutup pintu
Ternyata tamu itu Angga. Nayla jadi emosi, dan langsung menutup pintu dengan membantingnya sangat keras. Angga terus mengetuknya sambil berteriak
"Nayla, dengerin gue dulu, gue cuma mau ketemu Citra, gue mau minta maaf, please buka pintunya"
Nayla tidak menghiraukannya dan langsung ke kamar Citra. Citra memperhatikan raut wajah Nayla yang tadi begitu ceria menjadi masam
"Ada apa Nay?, siapa tamunya?"
Emosi Nayla masih meluap-lupa hingga tak mendengar Citra
"Nay, lo gak papa kan?", Nayla masih sibuk dengan dunianya. Wajahnya cemberut sambil melipat tangannya didada, dengan pipi yang memerah. Citrapun menggoyang-goyang tubuhnya, sementara Alfin hanya memperhatikan sejak tadi
"Nay???, lo kenapa sih?", Naylapun menoleh dan nyengir
"hehe, sorry, ngomong apa tadi?"
"Tamunya siapa?", Nayla memutar otaknya
"Ah, gak penting kok, itu cuma orang gila"
"Orang gila?" Citra dan Alfin saling menatap karena bingung
"hehehehe" Nayla hanya bisa tertawa hambar, Citra dan Alfin makin bingung
"Yaudahlah"
******
Angga masih saja mengetuk pintu sambil teriak-teriak hingga Citra curiga
"Nay, kok dia gak pergi-pergi sih?, beneran orang gila?", Nayla yang sedang asyik dengan telepon genggamnya gelagapan dan akhirnya jujur
"se, sebenarnya itu Angga", Mata Citra terbelalak
"Apa?, ngapain dia disini?"
"Katanya sih mau jenguk kamu, terus mau jelasin sesuatu, tapi aku gak percaya, paling dia mau nyakitin kamu lagi", Mendengar nama Angga, raut wajah Alfin tiba-tiba berubah, dan hanya Nayla yang menyadari itu dan mengalihkan pembicaraan
"Khem, Cit, lapar nih, Alfin pasti lapar juga, iyakan Fin?", Citra melotot
"He, lagi situasi kayak gini kok malah mikirin makan, itu kalau tetangga keganggu gimana?"
Nayla menggeleng-geleng kepala, Citra sama sekali tidak meligat situasi didepannya, Naylapun mencubitnya
"Aww, sakit Nay", Nayla mendekatkan bibirnya kekuping Citra, lalu berbisik
"Lo perhatiin Alfin gak sih?, sejak nyebut-nyebut Angga, mukanya jadi gitu, cemberut"
Citrapun memperhatikan Alfin, yang menjadi pendiam sejak beberapa menit yang lalu
"Fin, lo kenapa?" tanya Citra. Alfin hanya tersenyum dan menggeleng
"Lo bohong lagi kan?, jujur sama gue, lo kenapa?"
Alfin tetap diam
"kalau lo diam, gimana gue bisa tau"
Mendengar obrolan mereka yang mungkin akan serius, Nayla pura-pura kebelet dan meninggalkan mereka berdua. Angga masih saja duduk diteras rumah Citra. Nayla melihatnya dan berniat jahil. Nayla kedapur membuat minuman dan makanan spesial untuknya
"Hai Angga, gue kira lo udah balik, hehe"
Angga terkejut sekaligus curiga, kenapa Nayla tiba-tiba berubah baik. Dan karena dia suka berfikir positif, yah dia mikirnya kalau Citra yang menyuruhnya melakukan semua ini, diapun jadi kepedean. Diapun membalas sapaan Nayla dengan wajah yang terlihat puas
"Kan mau ketemu Citra dulu, hehe". Dalam hati Nayla terus menggerutu, kalau bukan karena mau mengerjainya tidak mungkin dia akan semanis ini didepannya,
"Nih gue udah buatin minuman sama cemilan, pasti suka deh", Nayla menunjukkan senyum palsunya. Angga dengan polosnya meminum minuman itu tanpa curiga,
"Giamana rasanya?"
"Enak, terus segar lagi", Nayla bersorak dalam hati, rencananya berhasil. Beberapa menit kemudian minumannya bekerja. Angga tiba-tiba mengantuk, matanya sangat berat, dan akhirnya dia tepar,
"Yes, berhasil, rasain loh", Sekarang tinggal rencana kedua. Nayla berjalan keluar untuk memanggil supir Angga yang tengah menunggu di mobil
"Pak"
"Iya non"
"Itu, kepala Angga pusing, dia minta saya manggil bapak, dia sudah mau pulang", Supir itupun turun dari mobil dan mengikuti Nayla. Nayla membantu pak supir memapah Angga kemobilnya,
"Makasih ya non"
"Sama-sama pak, hati-hati dijalan"
"Iya neng, kalau begitu saya pergi dulu neng"
Nayla tersenyum. Setelah mobil Angga sudah tidak terlihat, Nayla segera masuk kedalam rumah.
Sepeninggal Nayla, Citra dan Alfin masih melanjutkan obrolan yang tadi,
"Fin, please bilang ke gue, lo kenapa?"
Alfinpun akbirnya bicara
"saya belum bisa ngasih tau kamu, waktunya belum tepat. Nanti saja setelah semua masalah kamu kelar. Aku, maksudnya saya gak mau nambah masalah kamu", Citra mengangguk dan menghargai keputusan Alfin,
"Kalian berdua mau minum gak?", tiba-tiba Nayla muncul dan memecah keheningan. Melihat reaksi keduanya yang langsung menatap tajam, Nayla langsung mundur
"Sorry", Naylapun memilih duduk diruang tamu.
"Fin, lo lapar gak?", Alfin hanya tersenyum dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Melihat itu Citra langsung tertawa dan membuat wajah Alfin memerah karena malu,
"Aku buatin yah", Citrapun beranjak dari tempat tidurnya
"Eh, tunggu, kan masih sakit"
"udah enakan kok, yuk kita kedapur", Citrapun menarik tangan Alfin
"Citra, jangan keras kepala, kali ini debgerin saya. Kamu mendingan tidur aja, nanti saya buat makanannya", Alfin membantu Citra kembali kekasurnya
"Tapi...." Sebelum kalimatnya habis, Alfin sudah memotongnya
"Ssstttt, gak ada tapi-tapian, pokoknya kali ini kamu harus nurut, oke?", Citra mengangguk dengan wajah polosnya. Melihat itu Alfin menjadi gemas dan tanpa sadar mencubit pipinya,
"Awww, Alfiiiin, sakit tau", Alfin tersadar dan langsung melepas tangannya
"Ma, maafkan saya. sa, saya gak sengaja", kata Alfin gugup. Sementara Citra terus menggerutu
"emangnya lo.pikir pipi gue bakpaw, aduh sakit banget lagi"
"Ya, maaf", Citra memperhatikan wajah Alfin yang terlihat merasa bersalah. Rencana jahilpun muncul di otaknya
"hehehe, kayaknya enak nih dikerjain", gumam Citra
"Aww, Fin, gue mau makan sate yang ada di ujung jalan dong", Alfin terkejut
"Hah?, itukan jauh banget Cit", Cinta cemberut
"Ayolah, please, gue pengen banget, yah, yah, yah, pleeeeeaaase banget, okey", kata Citra manja, sambil memegang tangan Alfin. Alfinpun jadi tidak bisa menolak permintaannya,
"Yaudah, saya beliin, tunggu bentar yah!", Citra kegirangan dan langsung memeluk lengan Alfin
"Citra", Citra langsung melepas pelukannya
"hehe, sorry, terlalu senang", Alfin geleng-geleng kepala, walau sebenarnya dia suka.
"Iya, tapi lain kali, jangan begini, apalagi sama cowok lain", Citra mengernyitkan alisnya
"Maksud lo?", Alfin hanya tersenyum
"Udah, fokus aja sama kesehatan kamu dulu, aku berangkat yah", Citra mengangguk. Tapi sebelum Angga melewati pintu dia memanggil
"Alfin?", Alfin langsung menoleh
"Hati-hati", Alfin tersenyum lagi lalu pergi.
******
"Alfin?", Nayla yang tengah asik menonton TV melihat Alfin yang buru-buru keluar,
"Eh, Nayla", Alfin berhenti dan menyapa Nayla yang masih duduk dengan kedua kakinya diatas meja.
"Mau kemana lo?", Alfin lagi-lagi menggaruk kepalanya
"hehe, itu si Citra mau makan sate yang ada diujung jalan", Nayla langsung bangkit dari tempat duduknya
"Itukan lumayan jauh, emang dasar yah itu si Citra, ngerepotin orang aja. Biar gue yang pergi, mending lo nemenin dia aja"
"Gak usah, kamu aja yang nemenin citra disini", Sebelum Nayla sempat menjawab, Alfin sudah berada diluar, akhirnya Nayla maauk kekamar Citra.
"Woe, benar-benar lo yah, nyuruh orang macem-macem gitu. Mentang-mentang dia suka sama lo", Citra mengernyitkan keningnya,
"Siapa bilang?, orang tadi dia gak jawab apa-apa tuh", Nayla geram melihat sahabatnya yang gak peka ini, dan memutuskan untuk diam saja dan tidur dekat Citra.
******
Beberapa hari kemudian akhirnya Citra sembuh seperti sedia kala. Citra mulai menjalankan aktivitasnya seperti sebelumnya.
"Citra!", Citra menoleh,
"Iya pak", Angga sedikit kesal karena dipanggil pak, dan Citra bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Anggapun menariknya dan membuat seisi kantor heran dan berbisik-bisik, Citra tidak nyaman dengan situasi itu.
"Lepasin pak, gak enak diliatin kariawan lain", Angga tidak mendengarnya dan masih terus menggenggam tangannya, bahkan makin kuat, Citrapun menangis karena kesakitan. Dia bisa saja memukulinya, tapi banyak orang disini, dia tidak mau harga diri bosnya jatuh didepan para karyawan,
"Angga, sakit", Citra mulai memanggil nama karena mereka sudah berada didepan kantor. Angga tak juga melepaskan genggamannya hingga didalam mobil, dia juga tak menghiraukan Citra yang tengah menangis,
"Jalan pak!"
"Kemana den?"
"Nanti saya tunjukin jalannya". Mereka tiba disebuah taman yang cukup sepi, Angga menarik Citra masuk kedalam taman itu hingga tak terlihat oleh pandangan supirnya. Akhirnya Citra punya kesempatan untuk memukulnya. Citra m3ngambil jurusnya dan Angga langsung terpental kejalan.
"Gimana rasanya?, sakit?", Angga bangun dan berlutut didepan Citra
"Silahkan pukul aku, pukul sekencang-kencangnya. Kalau itu bisa buat kamu maafin aku", Citra mengepal tangannya dan bersiap untuk memukul, namun dia mengurungkan niatnya
"Aku udah maafin kamu dari dulu", Angga tersenyum lebar dan bersiap memeluk Citra, tapi langsung ditepis
"Maaf, kita gak bisa sedekat itu lagi"
"Bukannya kamu udah maafin aku?"
"Iya memang, tapi bukan berarti kita boleh sedekat itu". Angga berlutut lagi,
"Pukul aku aja kalau gitu. Ayo pukul!", Angga tahu kelemahan Citra, dia tidak akan tega melihat orang lain seperti itu. Tapi, Angga lupa kalau Citra sudah mati rasa terhadapnya, Citra hanya tersenyum lalu pergi dari sana diam-diam.
"Kenapa kamu diam aja?", Angga menengadah dan ternyata Citra sudah tidak ada didepannya. Anggapun menjadi geram dan menampar dirinya sendiri, yah dia benar-benar menyesal, tapi sudah terlambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Nyaman Dan Cinta (Cinta segi tiga)
Roman pour AdolescentsLelaki itu tertawa sambil menyeka darah yang mengalir dari hidungnya. Citra sedikit tidak tega, dan meringis. "Eh, kan gua yang berdarah, kenapa lo meringis?, terpesona yah sama kegantengan gua?," Lelaki itu terkekeh . Citra kembali kesal, melihat t...