SMA

86 3 0
                                    

Akhirnya Citra lulus, dan lagi-lagi dapat nilai terbaik. Alhamdulillah Citra dapat beasiswa untuk masuk di SMA favorit dikota . Usaha memang tidak pernah menghianati hasil.
******
Kali ini yang datang saat kelulusannya, lagi-lagi hanya ayahnya. Meski begitu Citra tetap bahagia, setidaknya dia masih ada ayah, banyak teman-temannya yang bahkan orang tuanya tidak datang karena sibuk. Maka dari itu beberapa diantara mereka hanya diwakili seorang pembantu. Citra bersyukur ditengah problem hidupnya yang seperti ini, dia diberi begitu banyak kemampuan, "kuharap orang-orang sepertiku diluar sana juga tidak menyerah sepertiku".
******
Hari pertama sekolah ayahnya mengantarnya. Ayahnya terlihat begitu bahagia dengan pencapaian putrinya itu, sebelum turun dari mobil, Citra memeluk ayahnya sangat erat "Yah, makasih ya, sudah mendukung Citra. Citra senang ayah selalu ada buat Citra. Citra harap ayah bakal sehat-sehat aja dan liat Citra capai cita-cita Citra, dan bisa buat ayah bahagia dihari tua ayah". Ayahnya tersenyum sambil mengelus-elus kepalanya. "Ayah mungkin gak bisa liat semuanya, tapi meskipun ayah gak sama kamu, ayah selalu dukung kamu, ayah janji" Citra mengernyitkan keningnya dan menatap ayahnya kebingungan "Maksud ayah apa?"
"hehe, nggak, udah masuk sana, nanti terlambat loh"
"Jawab pertanyaan Citra dulu!"
"Kan Ayah udah bilang, nggak ada apa-apa." Akhirnya Citra mengalah dan turun.
"Dah Ayah, hati-hati yah"
Ayahnya tersenyum lalu pergi.

"Citraaaaa!" 
"Aku kenal suara cempreng ini" gumam Citra. yah siapa lagi kalau bukan Nayla. kali ini mereka satu sekolah lagi, dan anehnya lagi-lagi mereka sekelas. Sebenarnya mereka harusnya gak sekelas, tapi tau sendiri Nayla gimana kalau ada maunya, dia sampai nangis-nangis depan kepala sekolah supaya sekelas sama Citra. Karena simpati, akhirnya pak kepala sekolah ngabulin permintaannya.
"Citra, kok gak nyahut sih, malah bengong?"
"Abis suara lo cempreng banget, kuping gue sampai budek dengarnya"
"Yaelah, kayak baru dengar aja"
"Justru karena sering makanya kayak gini, budek kan jadinya"
"Udah ah, yuk masuk"
******
Awalnya masuk sekolah Citra dan Nayla gak punya teman, mereka pada cuek gitu, katanya mereka ini "duo cupu". Bagaimana tidak, keduanya mengepang rambut yang dikuncir dua. Lalu memakai kacamata, kaki baju didalam, serta beberapa buku ditangan. Mereka punya alasan melakukan ini.
Setelah beberapa pekan, mereka akhirnya merubah penampilan. Sebenarnya ini idenya Nayla, sampai-sampai ayahnya Citra kebingungan melihat penampilan Citra setiap hari.  Mereka sengaja berpenampilan cupu diawal masuk sekolah. Katanya sih buat ngetes anak-anak disekolah ini, dan ternyata kebanyakan dari mereka, hanya memperhatikan penampilan dan status keluarga kalau mau berteman, plus gengsian. Ide konyol kayak gini memang  selalu muncul dari otak jahilnya Nayla. Mau tidak mau Citra harus menurutinya.
******
Setelah kembali kepenampilan asli, semua murid  tercengang, yah Nayla memang sangat populer disekolah yang dulu, soalnya dia itu staylis banget, dan Citra ketularan tentunya. Gimana lagi, setiap hari Citra selalu dibawa ketoilet untuk diperbaiki dandanannya, biar modis katanya. Disekolah lama banyak yang iri dengan mereka berdua karena selalu kompak, sudah begitu, populer lagi. Yang satu staylis, satunya lagi teladan, perpaduan yang sempurna bukan, hehe. Sekarang kemana-mana mereka gak kesepian dan merasa sunyi lagi, soalnya banyak yang ngikutin. Ibarat bunga yang dihampiri banyak kumbang dan kupu-kupu.
******
Hari ini Nayla tidak masuk sekolah,  ada urusan keluarga katanya. Dia kekampung neneknya, sebenarnya Citra diajak, tapi tau sendirikan neneknya gak mungkin ngizinin, sedang ibunya mengikut saja.
******
Hari ini sepulang sekolah, tak satupun kendaraan yang lewat. Citra memang pulang agak terlambat karena ada tugas piket. H
ari sudah semakin sore, Citra cemas akan dimarahi oleh neneknya kalau terlalu lambat pulangnya. akhirnya Citra memutuskan untuk pulang lewat jalan tikus dekat sekolah.
Citra melangkah perlahan menikmati pemandangan jalan yang kiri kanannya dipenuhi pepohonan. Udaranya sejuk dan terasa damai. Tempat yang cocok untuk menyendiri, sayangnya sedikit berbahaya bagi anak gadis.
Dari kejauhan Citra mendengar suara orang yang berkelahi. Citrapun semakin mempercepat langkahnya, dan ternyata benar, ada seseoran yang sedang dikeroyok. Citrapun bersembunyi dibalik pohon dan memperhatikan anak yang dikeroyok tersebut.
Jalannya lumayan sepi. Bukan lumayan sih, lebih tepatnya sangat sepi dan memang jarang dilewati. Makanya tempat ini sering dijuluki jalan mati. Julukan ini bukan karena ada orang yang pernah mati disini, tapi karena memang sudah tidak digunakan lagi. Makanya ini tempat yang bagus untuk para anak-anak brandal berkelahi.
"Tunggu seragam anak yang dikeroyok, mirip dengan seragam sekolahku, jangan-jangan dia siswa disekolah," gumam Citra. Tanpa pikir panjang Citrapun berlari kesana sambil teriak "Berhenti woy, ada polisi!". Mereka tidak peduli dan tetap mengeroyok anak itu. "Berhenti gue bilang!"  Merekapun berhenti dan menoleh kearah Citra. Citrapun mulai menciut melihat tatapan dari bebrapa lelaki yang bertato dengan pakaian koyak itu. Salah satu dari merekapun mendekat, sedang yang lain tersenyum sinis "Wah, berani juga lu!",
"Sikat aja bos!" Rupanya dia pemimpin para brandalan itu.
"sst, kalian diam!, dia bagian gue". Diapun semakin mendekat.
"hmm, lumayan, cantik juga, siapa nama lo?"  Citra  hanya diam, dan menatapnya tajam.
Lalu lelaki yang kira-kira setara dengan anak kuliahan itu tersenyum licik dan semakin mendekat. Iapun dengan lancangnya menyentuh dagu Citra.
Citra menjadi semakin geram dan menghajarnya hingga wajahnya babak belur. Lelaki itu tak mampu mengelak dari serangan bertubi-tubi yang dilontarkan Citra. Melihat itu teman-teman si lelaki  emosi dan ingin maju juga, tapi langsung ditahan olehnya.
"Haha, gua kira lo cuma cewek lemah, ternyata jago juga ya lo." Lelaki itu tertawa sambil menyeka darah yang mengalir dari hidungnya. Citra sedikit tidak tega, dan meringis.
"Eh, kan gua yang berdarah, kenapa lo meringis?, terpesona yah sama kegantengan gua?," Lelaki itu terkekeh . Citra kembali kesal, melihat tampang songong dari lelaki yang sok kepedean itu.
"Ngarep lo, kalian ngapain ngeroyok dia, apa salahnya?"
"Hmm, dia gak mau ngerjain tugas dari kita, jadi yah dapat itu." Jawab lelaki itu dengan gaya yang masih stay cool, meskipun sudah dapat hadiah spesial dari Citra.
"ngomong-ngomong nih orang keren juga, tinggi, putih, mancung lagi, hehe. eh tapi..." gumam Citra
"Huh, wajah doang ganteng, tapi otaknya gesrek"
"Bilang apa lo barusan?"
"nggak ada, salah dengar kali?, mending kalian lepasin dia!" Lelaki itu tersenyum, karena sebenarnya dia dengar dengan jelas kata-kata Citra tadi.
"Emang lo siapa berani nyuruh-nyuruh gue?"
"Gu-gue bukan siapa-siapa!"
"Yaudah, kalo gitu diam aja, dan liatin kita, kalo nggak, lo tau sendiri akibatnya" Merekapun melanjutkan kegiatannya dan tidak menghiraukan Citra. Dengan pakaiannya yang sekarang dia tidak bisa bertarung, roknya terlalu sempit. Citrapun memutar otak, "eh iya, akukan bawa baju olahraga". Citrapun segera berlari kebalik pohon besar dan mengganti roknya.
For you information, sejak SD Citra belajar beladiri tanpa sepengetahuan siapapun, sebab dia sengaja merahasiakannya. Ceritanya panjang, jadi waktu itu Citra nolongin kakek-kakek yang lagi kesulitan. Dan ternyata kakek itu seorang  jawara. Hampir tiap hari Citra  selalu nemuin kakek sebelum pulang, dan membantunya mencari kayu bakar. singkat cerita si kakek jadi sayang banget sama Citra, dan menganggap Citra seperti cucunya sendiri.
Beberapa hari kemudian, Citra ditawari untuk belajar beladiri. Namanya juga rezeki, masa ditolak, setidaknya ini bisa melindungi Citra sebagai perempuan. Awalnya memang sulit, tapi akhirnya Citra menguasai semua jurusnya.
******
Okey kita balik ke cerita yang tadi. Citra berlari ketengah mereka dan menghajarnya satu per satu, mereka semua terkapar di tanah, "Wah, nantangin gua lu?",
"Gua gak nantangin, gua cuma mau nolongin dia." Ucap Citra santai. Lelaki itupun menghela nafas.
"Pengecut kayak dia ngapain ditolongin?"
"Terus, kalian sendiri apa?, mainnya keroyokan, dan lo mau gue diam aja gitu?"
"Banyak omong lo!"
"Hajar aja bos!" Teriak teman-temannya yang lain. Diapun berdiri dan berjalan kearah Citra, dia menatap Citra lekat-lekat, lalu tersenyum, "Cabut", dia berbalik dan meninggalkan Citra dengan anak yang dikeroyok itu, keadaannya benar-benar kacau. Pipinya bonyok, rambutnya berantakan, dan seragamnya sobek.
"Loh, bos, tapi..."
"Udah, kita balik aja, lupain dia!" Merekapun menghilang dari pandangan.
Citra segera berlari kearah si korban "kamu gak papa?" Anak itu mengangguk. Tidak apa-apa bagaimana, keadaannya seperti itu.  Citrapun membantu anak itu berdiri "makasih yah, coba gak ada kamu tadi, gak tau deh nasibku kayak gimana".
"Berterimakasihlah kepada Allah." Anak itu hanya  tersenyum. Citrapun langsung pergi dari sana setelah membantunya berdiri, "Eh, tunggu, nama kamu siapa?, aku Angga" Citra berbalik dan hanya tersenyum lalu mempercepat langkahnya.
"Hey, jawab dulu, nama kamu siapa?". Dia terus berlari mengejar Citra, sampai mereka sejajar, "Nanti kamu juga bakalan tau, jadi mendingan pulang sana, obatin tuh luka" dia kembali tersenyum, dan tetap jalan beriringan dengan Citra. "Rumah kamu dimana?" ,
Dia menatap Citra, lalu menjawab, "dekat sekolah". Citra menghentikan langkahnya, lalu menatapnya kembali "Terus, ngapain ngikutin dari tadi?". Dia hanya terdiam "Jawab!"
"Aku cuma mau nganterin kamu"
"Gak perlu, kita nggak sedekat itu"
"Aku cuma mau lebih dekat, aku mau kita temenan"
"Jangan terlalu dekat, atau kamu bakal merasakan durinya"
"Maksudnya?"
"Lebih baik kamu pulang!"
"Tapi..."
"Please..."
"Okey" Diapun berbalik setelah menyetujuinya dengan nada lesu. Sebenarnya Citra tidak tega, tapi mau bagaimana lagi, di memang sebaiknya tidak tau.
"Tunggu!" Angga berbalik dengan wajah yang girang
"Kita boleh temenan, tapi kamu gak boleh kepo sama hidup saya"
Angga tersenyum lebar "Siap"
"Yaudah pulang sana!"
Anggapun tersenyum lagi dan berlari kearah yang belawanan.
******
Hari sudah gelap, dan Ayahnya Citra belum juga pulang, Citra mulai khawatir, ponsel Ayahnya juga tidak aktif. Tak lama kemudian ponsel Citra berdering, itu panggilan dari ayahnya
"Halo, Ayah, ayah dimana?"
"Halo mbak, maaf saya suster dirumah sakit, saat ini ayah anda sedang kritis, beliau terkena serangan jantung"
"Jantung?" Citra terkejut, dia kekamar yang lain untuk memberi tahu, akan tetapi tidak ada yang menjawabnya. Karena sudah sangat khawati Citrapun segera kerumah sakit. Sesampai disana dia mencari tahu ruangan ayahnya, dan segera berlari kesana, butiran bening terus mengalir deras dipipi mungilnya.
"Ayah bangun!, jangan tinggalin Citra, hiks"
Ayahnya tidak bangun juga.

Antara Nyaman Dan Cinta (Cinta segi tiga)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang