Truth or Dare

47 2 0
                                    

Teeetttttttt...

Bel istirahat ke dua berbunyi, aku segera mengumpulkan tugas ku lalu mengajak Firda bertemu dengan kak Reza.

"Fir, ayo ketemu kak Reza", ajak ku sambil menarik lengan Firda.
" Duhh Rein, gue takut ahh. Nanti apa kata kak Reza? Gue kan malu Rein kalo dia tau gue bohong", jawabnya dengan wajah memelas.
"Gue ga mau tau, pokonya lu harus jelasin ke kak Reza kesalah pahaman ini, lu tuh udh bawa bawa nama gue tau ga si", sambungku.
Firda menghela nafas, mengangguk pertanda setuju. Aku tahu dia malu bertemu kak Reza, tapi aku tidak mau kak Reza mengira bahwa yang mengirim pesan itu adalah aku. Entah kenapa aku sangat malas berurusan dengan guru praktek yang sok agamis itu.

"Yaudah ayo, sekalian Sholat Dzuhur",    kataku pada Firda. " Eh, Nes. Ayoo Sholat, yehh ini anak main hp mulu dari tadi", sambungku, melempar kertas ke arah Nesya yang sibuk dengan  ponselnya. "Gue lagi ga Sholat Rein, lu aja sama Firda, gue ga ikut. Cape gue abis ngerjain tugas banyak banget", jawab Nesya.
" Bohong lu ya? Kayak nya bocor banget lu", celetuk Firda. "Yehh lu mau liat?, " Sahut Nesya dengan mata melotot. "Ah yaudah udah, Ayo Fir kita kan mau keruang guru dulu, ketemu kak Reza, cepetan ah", ku tarik lengan Firda dan mengajak nya ke ruangan guru.

Aku menoleh ke dari jendela ke arah tempat duduk yang biasa kak Reza tempati. Dan aku tak menemukannya ada disana, aku ingat biasanya jam istirahat ke dua dia selalu ada dimushola mengimami para jemaah siswa yang Sholat Dzuhur berjamaah.
Segera ku ajak Firda ke mushola.
"Yah dia masih Sholat, tunggu sini dulu deh". Aku dan Firda duduk diteras koridor yang ada disamping mushola menunggu kak Reza keluar..

Beberapa menit kemudian, kak Reza muncul dari arah pintu mushola.
" Eh Rein itu kak Reza udah keluar tuh", Firda memukul pundakku.

Ternyata, dia menyadari keberadaan kami, lalu menuju ke arah kami.
"Eh Reina? ",  sambil menunjuk ke arah ku. " Gimana Rein? Kata nya mau jelasin ke saya? Mau jelasin apa emang nya? ", tanya nya sambil menatap ke arahku, seolah tak sabar ingin mendengar jawabaanku.

Aku menyenggol lengan Firda, memberi isyarat agar dia memulai percakapan. Firda hanya menoleh dengan wajah bingung, mengangkat kedua pundaknya.
" Loh? Ko diem? Saya tunggu in nih, kenapa Reina? ", kak Reza kembali bertanya dan kini dia duduk tepat disebelahku. Aku sangat tidak tahan ingin segera memberi tahu, tapi aku masih menunggu Firda memulai, ini adalah ulahnya jadi sudah seharusnya dia yang meluruskan masalah ini, walau bukan masalah besar, tapi aku sangat tidak ingin berhubungan dengan  orang itu. Iya, kak Reza.
"Oke, jadi gini kak saya mau bilang kalau, yang ngirim pesan itu bukan saya, tapi ini, Firda temen saya", aku menyikut kearah Firda yang dari tadi hanya mematung disampingku. Hufftt aku seperti tembok pemisah antara Firda dan kak Reza yang duduk tepat ditengah tengah mereka.

"Apa itu bener Firda? ", tanya kak Reza, sambil menoleh ke arah Firda.
" I.. Iya kak, itu saya, bukan Reina", jawab Firda gugup.
Aku tahu Firda sangat mengagumi kak Reza, aku juga tahu bagaimana rasanya berhadapan dengan orang yang sangat ku kagumi. Begitupun aku, jika harus berhadapan dengan Reihan. Bahkan mungkin aku lebih bodoh dari Firda, hufftt aku mengumpat dalam hati. Kenapa mencintai harus sebegini rumitnya.

"Jadi gini kak, belum lama kami tuh tukeran display name di BBM, saya pakai nama Firda trs Firda pakai nama saya, nah yang kemarin ngirim text ke kaka itu Firda, kebetulan masih pakai nama saya, belum diganti, maaf ya kak jadi bikin kaka bingung begini", jelas ku pada kak Reza. Aku menoleh ke arah Firda yang hanya senyum senyum kearah ku, pertanda mengucapkan terimakasih.

"Jadi, yang semalem chat saya Firda ya? Bukan Reina? Gak apa kok, saya coba pahamin, namanya juga masih abg masih labil", jawabnya sambil menyinggungkan senyum kuda poninya itu. Iya, aku menyebutnya
"Kuda poni" Karena dia selalu tersenyum tiga jari seperti kuda. Entah bagi sebagian siswi termasuk Firda itu lah yang membuatnya terlihat tampan. Duhh. Tampan? Lucu bagi ku.

*****

JANUARI 2015

Sore itu, kami semua berkumpul dirumah Sarah. Aku sangat senang karena rumah Sarah sangat nyaman dan sangat sejuk, menambah kesan kebersamaan kami. Acara makan bersama diawali dengan doa yang dipimpin oleh Fakhri, sekertaris dikelas kami. Lalu Fakhri mempersilahkan Sarah untuk menyampaikan sesuatu dihari ulang tahunnya ini.

"Ayo Sarah, mungkin Ada yang mau disampaikan? Asikkk haha", ucap Fakhri dengan gaya nya yang supel dan humoris.
" Ihh apaan si Fakhri? Gaada udah Ayo makan aja, nih mama Sarah udah masak tau", jawab Sarah mengalihkan topik pembicaraan.

"Ya udah, langsung makan nih ya sar? Bagus lah, orang tadi gue cuma formalitas biar kayak pengisi acara professional gitu, hahah", sambung Fakhri dengan semangat 45 menyantap makanan yang ada didepannya.

........

Seusai makan, Fakhri mengajak kami bermain game. Dia memang anak yang cukup aktif dan kreatif.
"Eh guys, gimana kalo kita main TOD? Asik tuh kan mumpung lagi kumpul semua kayak gini, biar tambah berkesan", teriak Fakhri memberi usulan.
" Wah Asik tuhh, boleh boleh", sahut sisi antusias.
"Yaudah Sarah ambilin botol dulu, kita pake botol aja buat nentuin siapa yang dapet giliran", sambung Sarah.

Kami bermain, permainan TOD (Truth or Dare) untuk mengisi sisa waktu yang ada.  Fakhri mulai memutar botol yang sudah disediakan Sarah, mataku terfokus pada bagian tutupbotol yang diputar oleh Fakhri. Dan, benar saja, bagian itu tepat menunjuk ke arah ku. Semua teman tersenyum kearah ku seakan sudah siap dengan berbagai macam pertanyaan dan tantangan yang memalukan. Huffftt aku menghela nafas. Semoga tidak ada hubungannya dengan Reihan.

"Wah Rein, lu yang pertama nih, haha gue seneng banget nih kalo giliran Reina", kata Fakhri meledek ku. Entah kenapa mendengar ocehannya membuatku ingin segera pulang dan menyudahi permainan ini.
"Oke Rein, Gue duluan ya yg nanya", teriak Sisi dengan sangat antusias, dia memang sangat senang meledek ku, apalagi kalau sudah urusan Reihan, dia lah orang yang paling pertama menggoda ku.
" Woy sabar dong, gue belum tanya si Reina mau truth or dare. Gimana Rein? Mau truth or dare?", Tanya Fakhri.

Hahhh.. Tuhan.. Kenapa harus aku yang mendapat giliran pertama.
"Gue dare aja lah", jawab ku datar.
" Yahhh ga seruuu.. Gue baru mau nyuruh lu jujur soal Reihan", Lanjut Sisi seakan tak puas dengan jawabanku.
"Yehh terserah gue lah, kan gue yang di tanya, ribet lu Si", jawab ku.

Aku mengerutkan kening, dan menoleh kearah Reihan, dia seakan tak menggubris semua perkataan Sisi. Dia memang sangat dingin.

" Oke dare ya Rein? Sekarang gue tantang lu, buat suapin Reihan",  teriak Sisi dengan wajah sumringah.
Degg.. Aku sangat terkejut dengan tantangan yang diberikan Sisi, bagaimana tidak? Untuk menatap nya saja aku tidak bisa, apalagi harus menyuapinya.

"Apaan si lu Si? Ko jadi gue? ", sahut Reihan sinis.  " Yaelah Rei, ini kan cuma permainan doang gausah baper deh, kalo lu gaada rasa sama Reina ya harus nya ga keberatan dong? ", jawab Sisi. Aku benar benar tidak habis pikir dengannya, kenapa senang sekali melihat aku mati gaya didepan Reihan. Awas ku Sisi!! Aku menggumpat didalam hati.
" Yaudah Rein, biar cepet suapin", sambung Sarah yang duduk disebelahku. "Iya iya" Jawab ku.

Aku memotong puding yang ada dihadapanku yang kupilih secara random, dan mulai mendekati Reihan yang duduk di sudut ruangan.
"Sorry ya Rei, tapi ini buat nerima tantangan Sisi", kataku pada Reihan sambil mengulurkan suapan itu kearah mulutnya. Dia hanya diam menatap ku. Entah seperti apa wajah ku saat itu. Aku sangat malu.
"Ayo Reii di makan dong suapan nya" Nesya menggoda.
"Iya iya, " Jawabnya lalu melahap suapan ku.

"Ciee ciee Reinaaa Reihann hahaha", semua teman terlihat sangat puas mempermalukan ku. Aku sangat malu, bahkan rasanya ingin ku buang jauh jauh wajah ku ini,.  " Ciee mukanya merahh tuhh", bisik Nesya menggoda ku. Aku hanya diam. Namun, didalam hati ku aku sangat bahagia, mungkin ini adalah moment terindah yang akan aku ingat sampai kapan pun. Iya, walau sangat malu, namun hari ini menjadi hari terindah bagi ku. Berjalan bersama Reihan, berlindung dibelakangnya saat melewati sekumpulan anjing liar, dan bisa menyuapi Reihan dengan tanganku adalah hal yang selama ini hanya terbayang dalam mimpiku. Tuhan.. Andai ini bisa bertahan lama..

Malaikat Tanpa SayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang