The Betrayal

864 202 13
                                    

BRAK!

"Apa maksud lo ngelakuin ini?"

Sebuah ponsel hitam dengan ujung layar yang sedikit retak tergeletak di samping textbook yang sedang Mingyu baca. Bunyi bantingan yang lumayan keras tadi cukup mengagetkan dirinya, mengingat kondisi kelas yang masih kosong saat ini karena jam perkuliahan yang baru akan dimulai 30 menit lagi.

Mingyu bukan tipe mahasiswa yang selalu datang lebih awal dan duduk di jajaran kursi depan saat sesi kuliah asistensi. Namun, asdos (asisten dosen) Manajemen Pemasaran-nya di semester ini kebetulan merangkap juga sebagai Ketua Asisten Dosen Departemen Manajemen. Karena itulah, Mingyu ingin sebisa mungkin membangun citra sebagai mahasiswa teladan dengan harapan sang asdos bisa menyampaikan impresi yang baik tentang dirinya kepada para asdos prodi manajemen lainnya. Syukur-syukur hal itu bisa membantu menambah jumlah vote baginya di pemilihan mendatang.

Sebenanrnya tanpa mendongakkan kepala pun, Mingyu sudah tau siapa pemilik suara yang baru saja melakukan tindakan vandalisme terhadap ponsel miliknya sendiri. Dari sudut mata, ia bisa mengenali laman web dengan logo khas milik blog NCT Daily terpampang di layar ponsel yang masih menyala. Ia mencoba berakting memasang wajah tanpa ekspresi, sebelum menatap teman baiknya itu.

"Gue gak ngerti sama pertanyaan lo." balas Mingyu polos.

Jaehyun memejamkan mata sebentar, mencoba menekan emosi dan mengatur napasnya yang terengah-engah karena baru saja berlari dari lantai 4 gedung perpustakaan ke kelas Mingyu saat ini, yang terletak jauh di lantai 3 Gedung A, tempat mayoritas kelas perkuliahan mahasiswa reguler dilangsungkan.

"It's you, right? Dr. Kim?" tanya Jaehyun meminta penjelasan.

"Maksud lo Dr. Kim yang jadi narasumber di artikel NCT Daily yang baru keluar hari ini?" Mingyu kemudian tertawa kecil, menampilkan deretan giginya yang putih cemerlang. "Cuma karena kebetulan nama belakang gue sama kayak orang ini, ga otomatis berarti kalau itu gue, kan?"

Kini Jaehyun yang menatap balik Mingyu dengan ekspresi setengah tidak percaya. "Memang ada jutaan orang dengan marga Kim di dunia ini. Sekitar lima ratusnya mungkin pernah sekolah di SMA yang sama kayak kita, terus hampir setengahnya lanjut kuliah disini. Lima puluhnya diantaranya kebetulan masuk Fakultas Ekonomi dan Bisnis SM University, dan tau tentang gue dan Doyoung."

Mingyu terkekeh geli. "See!! Lo baru aja mematahkan asumsi lo sendiri. Tuduhan tadi sangat ga beralasan tau, Jae." Merasa tidak ada lagi yang perlu dijelaskan, Mingyu kembali melanjutkan bacaannya yang sempat tertunda. Bagaimanapun juga, ia berniat untuk menguasai materi asistensi siang ini lebih awal, agar ia bisa terlihat pintar di mata asdosnya nanti selama kelas berlangsung.

"Tapi.. satu-satunya orang... yang tahu gue berniat nembak Doyoung malam itu.. cuma lo, Kim Mingyu."

Selama sepersekian detik, Mingyu merasa detak jantung dan napasnya berhenti sejenak setelah mendengar kalimat bernada sedingin es yang dilontarkan Jaehyun barusan. Matanya mungkin masih terpaku menatap barisan kata pada buku di hadapannya, tapi otaknya justru sedang berkelana ke masa lampau, mencoba menggali ingatan pada hari dimana festival seni terbesar yang pernah diadakan sepanjang sejarah berdirinya SMA mereka berlangsung.

Di pagi hari sebelum acara megah itu berlangsung, Jaehyun menyempatkan waktu untuk mengunjungi Mingyu yang ketika itu dirawat di rumah sakit karena demam berdarah. Di momen itulah Jaehyun mengungkapkan rencananya untuk menyatakan cinta pada Doyoung setelah festival selesai. Berita yang langsung disambut Mingyu dengan suka cita mengingat dirinya sudah terlalu lama menjadi saksi bisu cinta diam-diam yang dipendam sahabatnya pada Doyoung.

Namun ternyata confession tersebut sepertinya berakhir dengan tragis. Ini karena saat Mingyu kembali diijinkan masuk sekolah seminggu kemudian, ia justru mendapati Doyoung bergandengan tangan mesra dengan seseorang yang ia kenali sebagai Kim Rowoon, vokalis band kebanggaan milik sekolah mereka. Setelah itu, Jaehyun selalu enggan untuk membahas perihal itu lebih lanjut, sehingga Mingyu berkesimpulan bahwa sahabatnya itu kemungkinan besar mengalami penolakan.

Jaehyun berdecak pelan melihat Mingyu masih tertunduk tanpa berani menatapnya langsung. Ini justru semakin menguatkan kecurigaan bahwa tuduhannya tadi kemungkinan besar memang benar. "Bold of you to assume kalau ada orang lain yang tahu soal itu. Jaehyun yang dulu tuh ibarat Doyoung yang sekarang. Kalau bukan karena ajakan Doyoung, mungkin gue cuma Jung Jaehyun si kura-kura yang hidup dalam tempurung kecil dan sempit. Now please, could you explain to me why you decide to twist the story like that?" pinta Jaehyun lelah.

Pasalnya, Jaehyun sudah banyak kekurangan waktu tidur selama beberapa hari ini. Jadwal kuliah yang padat, tugas-tugas dari dosen dan asdos yang bertumpuk, kegiatannya di BEM, serta berbagai sesi pertemuan dengan Doyoung yang selalu berlangsung hingga tengah malam hampir menguasai seluruh harinya seminggu belakangan. Berurusan dengan rumor seperti ini hanya semakin menambah beban di pikirannya.

"I'm trying to help you. You know?" Mingyu akhirnya berani menatap balik Jaehyun dengan tajam. "Menjadi Ketua BEM ga pernah ada di rencana hidup seorang Jung Jaehyun yang gue kenal. Sorry, sampe harus bertindak layaknya whistleblower kayak gini. Tapi kita harus menang, Jae. Dan gue ragu Doyoung bisa banyak membantu dengan situasi dia yang sekarang. Makanya, gue mengeluarkan cerita kayak gitu. At least, sekarang pasti jadi lebih banyak orang yang mengenal Doyoung karena tertarik dengan hubungan kalian kan?"

"Bukan berarti lo bisa seenaknya mengumbar kehidupan pribadi Doyoung kayak gitu!!" balas Jaehyun setengah berteriak. Tumpah sudah semua kemarahan yang sedari tadi ditahannya. "Gue yang minta dia untuk jadi Wakil, jadi itu berarti mulai saat ini Doyoung adalah tanggung jawab gue."

"Tsk, udah gue duga. Lo cuma mau menggunakan kesempatan ini sebagai kedok buat memperbaiki hubungan lo sama dia. Sadar, Jaehyun!! Lawan kita itu Jeon Jungkook. Lo ga akan bisa menang cuma pake modal cinta!!" bentak Mingyu.

BRAAAKK!!

Jaehyun melayangkan tendangan keras ke kursi lipat Chitose yang  berada tepat di samping kursi yang diduduki Mingyu. Bukannya malah lebih tenang, napasnya kini justru semakin menderu. Dengan kedua tangan terkepal kuat di sisi-sisi tubuh, Jaehyun berusaha mengatupkan rahangnya dengan sekuat tenaga. Rasanya seluruh tubuhnya gemetar karena dialiri rasa marah.

Sebelum situasi semakin memburuk dengan kehadiran siswa-siswa lain di kelas ini, Jaehyun mengambil kembali ponsel yang ia lemparkan tadi lalu beranjak meninggalkan Mingyu seorang diri. Namun di pintu keluar, ia berhenti dan berbalik menatap pemuda yang rasanya sekarang tak lagi dikenalinya akibat dibutakan oleh dahaga kekuasaan.

"If you want to win so badly..fine then. Gue akan bantu wujudin mimpi besar lo buat jadi Ketua BEM. Mark my words! Gue pastiin pemilu ini berakhir dengan dua ronde seperti keinginan lo. Gak usah ikutan pusing mikirin gimana cara gue buat mewujudkan hal itu. Just focus on your own. I'll do mine."

Funny, right? Gimana hubungan baik yang sudah terjalin bertahun-tahun lamanya bisa rusak dalam waktu singkat hanya karena percikan ego yang membuat gelap mata. Hanya satu kalimat, satu amarah, lalu hancur semuanya. Manusia sebagai makhluk paling sempurna, satu-satunya yang dianugerahi akal oleh Yang Maha Kuasa, ternyata menjadi musuh terbesar bagi eksistensi sesamanya di dunia ini.

"Dan satu lagi... Stay. Away. From. Doyoung." Jaehyun memberi penekanan pada setiap kata sebelum berbalik pergi.

Di luar kelas, Jaehyun tak sengaja bertabrakan dengan seseorang yang tanpa disadarinya telah berdiri cukup lama di balik pintu. Tubrukan kecil itu membuat ponsel Jaehyun dan buku tebal yang dibawa orang yang ditabraknya terpelanting di lantai. Sebagai pihak yang memiliki kemampuan refleks luar biasa dari hasil latihan basket bertahun-tahun, Jaehyun menjadi yang pertama diantara keduanya untuk memungut barang-barang mereka yang berjatuhan.

Sekilas, Jaehyun sempat membaca nama 'Huang Renjun' terukir rapi di halaman pertama buku yang sempat terbuka, sebelum meminta maaf dan mengembalikannya pada sang pemilik, lalu bergegas pergi kembali ke gedung perpustakaan, tempat Doyoung kemungkinan besar sedang cemberut karena kelamaan menunggu dirinya.

***

Project AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang