The Abrupt Confession

877 201 21
                                    

Doyoung berkali-kali memejamkan mata, berharap gerakan minimal itu bisa sedikit meredakan rasa sakit di kepalanya. Makin kesini, bagian tengkuk belakangnya juga mulai terasa menegang. Not good, this is not good, batin Doyoung berulang-ulang. Sosok tinggi menjulang milik Wu Yifan yang berjalan mondar-mandir di salah satu sudut ruang sekretariat BEM tidak membuat kondisinya jauh lebih membaik, yang ada kepalanya malah makin pening melihat aksi sang senior.

Sekarang Doyoung menyesal kenapa tadi hanya memesan es krim Mc Flurry saat mampir di gerai McD terdekat dari ICE BSD City. Harusnya ia juga memesan makanan berat seperti paket berisikan Big Mac, french fries, dan coke yang dipesan oleh Jaehyun. Walaupun dokternya menyarankan untuk menghindari konsumsi masakan cepat saji, setidaknya perut Doyoung tidak akan keroncongan dan kembung akibat telat makan malam.

Di seberangnya, Wu Yifan dan Kim Junmyeon masih sibuk bersahut-sahutan. Ada banyak coretan spidol beraneka warna berisi angka, tulisan, dan garis yang memenuhi hampir seluruh permukaan whiteboard ukuran sedang yang digantung di salah satu sisi dinding. Tulisan-tulisan yang tertera disana bahkan mengalahkan rumitnya diagram dan grafik yang digambarkan asdos mata kuliah Statistika 2.

Doyoung benar-benar ingin pulang ke kosan secepatnya. Membaringkan tubuh di kasur, menarik selimut sampai menutupi kepala, dan tidur sampai tubuhnya terasa lebih baik. Efek kombo dari menonton konser di kategori festival selama tiga jam, perut kosong, dan kabar mengejutkan soal kemenangan mereka di ronde pertama pemilihan terbukti bukan kombinasi yang baik bagi kesehatannya.

Ia tidak yakin tubuhnya akan bisa bertahan lebih lama lagi, tapi di sisi lain Doyoung juga sungkan untuk ijin pulang duluan. Apalagi Jaehyun juga masih tertahan disini bersamanya. Mana mungkin ia melakukan aksi walk out dan meninggalkan sang partner untuk berjuang sendirian. Doyoung hanya bisa berharap semoga rapat dadakan ini bisa selesai sebelum adzan Subuh berkumandang.

Karena tak tahan lagi dengan denyutan yang makin persisten di tempurung bagian belakang, Doyoung bergerak menumpukan kepala di telapak tangan kiri. Jemarinya bergerak memijiti keningnya sendiri.

God, ini sudah hampir jam satu dini hari. Apa mereka tidak bisa lanjut membicarakan semua ini di hari Senin saja? Otaknya sudah benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama untuk berpikir dengan jernih. Kalau boleh bahkan rasanya Doyoung ingin langsung berbaring saja di lantai sekretariat BEM yang hanya berlapis karpet tipis ini.

"Kak. Bisa kita lanjutin lagi besok?" Jaehyun tiba-tiba mengangkat tangan dan menginterupsi perbincangan sengit antara kedua seniornya. Padahal sedari tadi pemuda itu sama membisunya seperti Doyoung. Jaehyun tahu situasinya sedang genting, tapi ia tidak tahan lagi hanya duduk diam dan menyaksikan figur Doyoung yang sepertinya sudah sangat kelelahan dari sudut matanya.

"Kalau engga, boleh Doyoung pulang duluan? Toh ini bahasan internal. Biar nanti gue yang nyampein hasil meeting-nya ke dia secara terpisah," tawar Jaehyun.

Tentu saja Yifan ingin menentang. Anak ini paham gak sih? Mereka cuma punya waktu satu bulan sebelum pemungutan suara ronde kedua berlangsung dan dari sikap defensif yang ditunjukkan Mingyu saat rapat sebelum ini, Yifan tidak yakin bocah satu itu berminat membantu Jaehyun untuk menang. Mereka butuh solusi! Tapi apa?! Yifan merasa buntu, kehabisan ide, apalagi strategi. Mana minggu depan sudah ujian tengah semester lagi. Harusnya ia di kamar, belajar mencicil materi ujian, bukannya mondar-mandir tak jelas seperti orang kesetanan.

"Jaehyun bener. Semua udah sama-sama capek. Better kita pulang dulu sekarang." Junmyeon mengambil keputusan final, terlepas dari pandangan sinis yang diarahkan sang Ketua BPM padanya.

Dan Doyoung pun akhirnya bisa menghela napas lega.

***

"I'm sorry."

Project AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang