The Debate

803 191 11
                                    

Hal pertama yang Doyoung lakukan begitu MC secara resmi menutup sesi pertama debat sore hari ini adalah bangkit berdiri dari kursi dan menarik lengan Jaehyun untuk mengikutinya mencari tempat yang lebih sepi. Ada waktu istirahat 15 menit yang diberikan oleh panitia sebelum sesi kedua dimulai dan Doyoung harus memanfaatkannya dengan sebaik mungkin untuk meredakan kegusaran yang terpatri di wajah Jaehyun saat ini.

"You look like wanting to punch someone on the face right now, you know?" Sebelah alis Doyoung terangkat. Matanya menatap lurus ke manik cokelat tua milik Jaehyun, namun pemuda itu malah membuang muka ke arah jendela di sampingnya yang menampilkan pemandangan kolam makara. 

"Well, i am." Jaehyun membalas singkat dengan nada dingin. 

Keduanya kini berdiri berhadap-hadapan di salah satu sudut ruangan yang terletak di dalam gedung dekanat. Walaupun tersambung langsung dengan area selasar yang masih dipenuhi dengan riuh suara mahasiswa, setidaknya disini hanya terlihat beberapa karyawan fakultas yang sedang bersiap untuk pulang. Terlalu bersemangat untuk mengakhiri pekerjaan hingga tak lagi memedulikan pasangan yang tengah terlibat pembicaraan serius di pojokan. 

Doyoung menghela napas panjang. Dilihatnya salah satu kuping Jaehyun yang merona merah muda, begitu kontras dengan kulit wajah dan lehernya yang seputih susu.

Masih belum berubah rupanya, batin Doyoung. 

Jaehyun yang ia kenal adalah seseorang yang tak pandai dalam hal menyembunyikan perasaan. Mungkin pemuda ini bisa mempertimbangkan opsi untuk sedikit memanjangkan rambut hingga mampu menutupi daun telinga yang selalu menjadi titik kelemahannya itu. Doyoung jamin dengan gaya rambut seperti itu pun tidak akan mampu menurunkan pesona seorang Jung Jaehyun. Bahkan bisa-bisa malah makin menambah jumlah pengagum rahasianya. Helaian ash brown itu selalu terlihat sempurna setiap kali Jaehyun menyisirnya secara asal dengan jari. Membuat Doyoung makin penasaran ingin menyentuhnya— mengetes apakah rasanya benar selembut yang ia bayangkan selama ini. 

"Jae, ini acara debat, bukan ring tinju." Doyoung memberi penekanan pada dua kata terakhir. "Kita lagi perang psikologis sekarang dan yang keluar sebagai pemenang adalah mereka yang berhasil mengendalikan emosi. So please— Calm. Down." Tangan kanan Doyoung bergerak menyentuh pundak Jaehyun, berharap itu bisa sedikit memadamkan gelegak amarah yang sudah mengancam untuk meletus keluar. 

Siapa sangka 45 menit sesi pertama tadi sudah berjalan sepanas ini. Padahal, sesuai peraturan yang dijelaskan MC, tak boleh ada satu pun kalimat sanggahan yang dikeluarkan saat salah satu kandidat sedang memaparkan jawaban. Sepertinya para panitia juga sedikit kecolongan dan berujung kelabakan untuk menenangkan euforia para penonton yang justru membuat situasi makin tegang. Hingga akhirnya mendadak diputuskan untuk memberi waktu rehat yang tidak ada dalam rundown awal.

Doyoung tidak pernah tertarik untuk menghadiri acara seperti ini sebelumnya, sehingga ia cukup kaget saat melihat besarnya antusiasme dari jumlah orang-orang yang hadir sore hari ini. Area selasar dibanjiri lautan mahasiswa yang ingin menyaksikan para kandidat calon Ketua dan Wakil Ketua BEM periode selanjutnya saling bersilat lidah satu sama lain.

Pemilihan lokasi yang strategis di area selasar yang bersifat semi terbuka, kondisi cuaca yang sedang hujan rintik di luar sana, serta pemilihan waktu yang bertepatan dengan jam bubar kelas terakhir sepertinya menjadi faktor pendukung dari membludaknya jumlah penonton tahun ini. Bahkan panitia sampai harus menggelar beberapa bentangan baliho bekas untuk para penonton yang terpaksa duduk mengemper karena tak kebagian kursi. Belum lagi yang hanya sekedar penasaran dan lebih memilih untuk menyaksikan dengan berdiri di bagian paling belakang. Mereka yang sebenarnya tak tertarik dengan perebutan kekuasaan, namun terlalu malas untuk menembus hujan.

Saat Jaehyun sudah merasa sedikit lebih tenang, ia memberanikan diri untuk menatap sebentar ke arah Doyoung. Tak ada amarah atau kekesalan yang terpancar di bola mata hitam jernih itu, yang ada justru pandangan yang dipenuhi rasa kekhawatiran. Hal itu dengan sukses membuat Jaehyun seketika diliputi penyesalan. 

Project AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang