Bab 6

34.5K 7.8K 425
                                    

Dua minggu berlalu sejak Seza memutuskan untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga Deva dan ternyata tidak seburuk yang ia bayangkan. Walaupun Seza selama ini belum pernah berhadapan langsung dengan Deva dan interaksi mereka hanya sebatas berkirim pesan lewat sticky notes, tetapi Seza bisa menyimpulkan bahwa Deva adalah orang yang baik.

Setiap laki-laki itu meminta Seza mengerjakan sesuatu selalu diawali kata tolong, kemudian laki-laki itu juga mengikuti saran yang Seza tuliskan pada kertas-kertas kecil berwarna kuning itu. Satu-satunya yang menyebalkan dari pekerjaannya adalah Monika. Kemarin perempuan itu datang untuk mengecek pekerjaan Seza.

"Kamu lihat nggak ini masih kotor!" katanya dengan nada menyebalkan sambil menunjukkan ujung jarinya yang terkena sedikit debu. Perempuan itu baru saja memeriksa bagian pinggir-pinggir tangga.

Seza yang tidak mau memancing keributan dengan segera mengambil lap dan membersihkannya. Jujur dia kesal, namun sebisa mungkin menahan diri, lagipula apa sih hubungan Deva dengan Monika ini? Bukannya dia bermaksud kepo, tetapi kenapa Monika berlagak seperti pemilik rumah. Apa Deva yang meminta Monika melakukan itu. Kalau benar, sepertinya agak keterlaluan.

Satu-satunya hal yang Seza tahu tentang hubungan majikan dan nenek lampir itu adalah mereka bersahabat, kebetulan Deva naksir Monika, dan kebetulan Monika adalah pengacara sekaligus kuasa hukum Deva. Seza juga tahu dari Indri kalau Monika sudah menikah dan suaminya cemburu berat pada Deva.

Ya, topik obrolan mengenai Deva dan Monika menjadi favorit bagi Seza dan Indri saat mereka bertelepon ria. Sekilas Indri akan membahas pekerjaannya, lalu curhat tentang pacarnya lalu menanyakan pekerjaan Seza. Kemudian Seza akan menceritakan betapa dia membenci Monika dan interaksinya dengan Deva, yang langsung ditanggapi Indri dengan komentar. "So cuteeeee... kok kalian ngegemesin sih!"

Seza memutar bola mata mendengarnya, tidak ada yang cute dari interaksi itu sebenarnya. Dia hanya mencoba cara lain agar Deva tidak tersinggung dengan tegurannya. "Lo mau lihat foto Mas Deva nggak? Gue ada."

Indri mengirimkan foto Deva, katanya ia mendapatkannya dari salah satu album di rumah Mas Haikal, foto lama, saat mereka masih sama-sama menjadi koass, dan fotonya juga bersama teman-teman yang lain diambil dari jauh. Seza tidak bisa melihat Deva dengan jelas hanya terlihat seorang laki-laki dengan kacamata berbingkai hitam, wajahnya agak kabur di foto. Indri bilang dia sudah mencari nama Deva di akun sosmed, tapi tidak ada. Entah laki-laki itu menggunakan nama lain, atau memang tipe yang tidak suka bersosial media.

"Tapi kan nggak mungkin banget zaman sekarang nggak ada Instagram atau Twitter," keluh Indri yang entah kenapa begitu bersemangat.

"Ya mungkin aja," jawab Seza malas. Jujur dia tidak terlalu ingin tahu rupa Deva. Dia nyaman berkerja seperti sekarang.

"Atau doi main tik-tok? Apa gue perlu download tik-tok?"

Seza menghela napas. "Kalau IG sama Twitter aja dia nggak punya, apalagi tik-tok. Ada-ada aja sih." Biasanya kalau sudah seperti ini, Seza akan mengakhiri panggilannya. Menurut Seza terkadang ada hal yang lebih baik dia tidak tahu.

*****

Siang ini Seza kembali mendapat tugas untuk berbelanja kebutuhan Deva. Pagi tadi laki-laki itu meninggalkan pesan di sticky note beserta daftar belanjaan. Surprisingly, tidak ada minuman bersoda dalam daftar belanjaan Deva seperti sebelumnya dan digantikan dengan susu beruang.

Seperti biasa diakhir kalimatnya Deva menuliskan kalau Seza boleh membeli sesuatu yang ia perlukan. Seza sungkan untuk memakai uang Deva, jadi biasanya dia akan membelikan sesuatu untuk Deva. Kali ini dia membelikan buah-buahan, mengingat laki-laki itu lebih suka makan chips dan makanan kalengan. Heran juga seorang dokter ternyata makanannya tidak sehat begini. Apa dia ingin merasakan menjadi pasien?

Gara-gara Corona (TERBIT DI GOOGLE PLAYBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang