Imagine meeting someone who wanted to learn your past not to punish you, but to understand how you needed to be loved. Kutipan entah milik siapa yang hingga saat ini selalu terpatri di kepala Seza. Bukan untuk menemukan, tetapi lebih kepada adakah orang seperti itu hadir di dunianya?
Seza memang memiliki orangtua yang lengkap, tetapi kadang dia merasa kurang kasih sayang seorang ayah. Bukan karena sekarang ayahnya sudah meninggal, tetapi sejak dulu. Ayahnya sibuk bekerja, lebih banyak menghabiskan waktu di luar kota. Saat usianya tujuh tahun, dia pernah mendengarkan percakapan antara ibu dan tantenya.
Katanya, ayah Seza selingkuh, saat itu Seza belum begitu mengerti arti selingkuh, tetapi lama kelamaan dia tahu kalau ayahnya punya pacar. Dulu dalam pikiran Seza dia berpikir keras apa bisa orang yang sudah menikah memiliki pacar? Lama-kelamaan dia mengerti kalau tindakan ayahnya itu menyakiti ibunya. Ibunya sering menangis meminta ayahnya meninggalkan wanita itu.
Seza tidak begitu ingat bagaimana akhir hubungan sang ayah dengan selingkuhannya. Seiingatnya semua kembali baik-baik seperti semula. Beranjak dewasa, Seza mengerti, kalau memaafkan berbeda dengan melupakan. Seza yakin seumur hidup ibunya tidak akan pernah lupa. Seza sering melihat tatapan kecewa ibu kepada ayahnya.
Ternyata kekecewaan itu tidak hanya dialami oleh ibunya tetapi juga dirinya, dia menyanyangi ayahnya tetapi dia tidak pernah bisa melupakan kejadian ketika dia masih duduk di bangku sekolah dasar itu. Kekecewaan Seza semakin besar saat tahu ayah meminta ibu menggadaikan rumah. Ini rumah ibu, atas nama ibu, warisan yang diberikan kakek bahkan sebelum ibu menikah dengan ayah. Seza tidak tahu bagaimana cinta bekerja, hingga bisa membuat seseorang bisa memberikan segalanya.
Seza pernah membaca novel Sense and Sensibility, dari sana Seza tahu bahwa cinta itu memiliki ragam bentuk, ada yang penuh kelembutan ada yang penuh gairah. Ada juga pengkhianatan dan kebohongan besar, juga ada tentang kesabaran. Seza pikir mungkin dalam kisah cinta ibunya, dia memilih Willoughby yang penuh tipu muslihat alih-alih menunggu colonel Brandon.
Kalau kelak Tuhan mempertemukan Seza dengan seseorang, dia tidak ingin seperti ibunya yang jatuh kepelukan laki-laki seperti Willoughby, Seza harus bersabar sampai dia menemukan Colonel Brandon yang mencintainya dengan tulus dan menemaninya di masa-masa sulit. Laki-laki itu harus membuktikan sampai hatinya benar-benar luluh.
*****
Seza menemukan sticky notes yang ditempelkan Deva pada pintu kulkas. Meskipun beberapa hari lalu laki-laki itu mengirimkan pesan padanya, namun mereka tidak berkomunikasi lewat ponsel, melainkan tetap menggunakan kertas kecil berbentuk persegi itu.
Jeruknya dimakan, saya nggak bisa ngabisinnya sendirian.
Seza langsung membuka kulkas dan menemukan sekantong jeruk tangerine. "Ya ampun ini kesukaan aku banget!"
Seza mengambil beberapa buah lalu duduk di kursi untuk menyantap jeruk-jeruk itu. Dia terlalu nyaman bekerja di sini, rasa sulit yang dirasa di awal sudah menguap entah ke mana. Deva benar-benar sosok majikan yang baik, walaupun sampai hampir satu bulan Seza bekerja mereka belum pernah bertatap muka.
Satu-satunya yang paling menyebalkan adalah Monika. Untungnya perempuan itu tidak ke rumah ini lagi. Setelah menghabiskan jeruknya, Seza langsung mengerjakan pekerjaannya. Mulai dari mencuci dan membersihkan rumah.
Pukul sebelas siang, Seza mendengar suara mesin mobil berhenti di depan rumah. Dia yang sedang memegang gagang pel langsung berjalan ke depan untuk melihat siapa yang datang.
Sebuah SUV warna hitam terparkir di carport. Namun, Seza tahu Itu bukan mobil Monika. Beberapa saat kemudian Seza melihat pintu mobil terbuka lalu seorang laki-laki dengan pakaian rapi turun dari mobil, Seza tidak bisa melihat wajahnya, dia hanya bisa melihat punggung laki-laki itu yang cukup bidang.
"Apa itu dokter Deva?" tanyanya pada diri sendiri.
*****
Deva pulang ke rumah karena dia merasa tidak enak badan. Mungkin dia kelelahan karena jadwalnya yang padat beberapa minggu ini. Saat tiba di rumah dia langsung memarkirkan mobilnya di carport. Saat di jalan tadi, tiba-tiba Deva memikirkan Seza yang mungkin masih berada di rumahnya.
Kalau memang meraka bertemu, Deva ingin mengucapkan terima kasih karena perhatian-perhatian kecil perempuan itu selama ini. Rumahnya yang dulu terasa hanya seperti persinggahan setelah ditinggal oleh ART lamanya, kini terasa lebih nyaman.
Saat baru saja Deva turun dari mobil, ponselnya berdering, panggilan dari rumah sakit. "Ya halo?"
"Dokter di mana?" tanya orang di seberang.
"Di rumah, saya izin pulang karena nggak enak badan," jawabnya.
"Dok, bisa kembali ke rumah sakit?"
"Kenapa? Saya nggak ada jadwal operasi hari ini."
"Bukan dok. Ehm... hari ini hasil swab dokter Erna keluar, dan dinyatakan positif. Dokter pernah kontak dengan dokter Erna, juga saat ini kondisi dokter lagi nggak sehat, lebih baik dokter melakukan test swab."
Deva menarik napas perlahan dan mengembuskannya perlahan. Berusaha untuk tetap bersikap tenang. "Oke saya ke rumah sakit sekarang." Deva mengurungkan niatnya untuk kembali ke rumah, dan memilih masuk kembali ke mobilnya.
Sebelum menjalankan mobil dia mengirimkan pesan pada seseorang. Kemudian menyimpan ponselnya sebelum menyalakan mesin dan berlalu dari rumahnya.
****
"Lho, kok nggak jadi masuk?" Seza yang masih mengintip dari jendela mendadak bingung dengan kepergian Deva.
Seza kembali membawa perlengkapan pelnya menuju dapur. Seza melihat ponselnya yang berada di atas meja, ada sebuah pesan yang masuk di sana. Seza langsung membukanya.
Saya harus menjalani swab test, sebelum hasilnya keluar, saya mungkin akan karantina mandiri di rumah. Saya minta kamu jangan ke rumah, libur saja dulu.
Seza terkejut bukan main membaca pesan yang dikirimkan oleh Deva itu. "Karantina mandiri..." gumamnya. Seza menggigit bibir bawah, tanda dia sedang berpikir keras.
******
Deva kembali ke rumahnya begitu selesai menjalani swab test. Dia harus mengkarantina diri sendiri sampai hasil test-nya keluar. Tentu saja dia berharap hasilnya negatif dan sakit yang dialaminya murni karena kurang istirahat. Tubuhnya memang terasa panas, mencapai 38 derajat. Namun, Deva masih merasa kuat.
Dia memasuki rumah dan Seza sudah tidak ada di rumahnya. Ada perasaan kecewa karena dia harus sendirian di rumah beberapa waktu ke depan. Deva belum memberi tahu siapapun kecuali Seza. Itu pun demi keselamatan Seza sendiri.
Deva berjalan menuju dapur untuk mengambil air putih. Lagi-lagi dia menemukan sticky notes yang tertempel di lemari kulkas. Alih-alih membalas pesannya lewat chat WhatsApp, Seza malah konsisten bertukar pesan lewat post it.
Saya buatin bubur untuk dokter. Ada sayurnya juga tinggal dipanaskan di microwave.
Deva tersenyum membaca pesan itu lalu dia melihat makanan yang dibuat Seza ada di atas meja.
Kemudian ada satu kertas lagi, pesan dari Seza.
Saya akan tetap ke rumah dokter besok, tenang dok saya nggak akan masuk. Saya akan tinggalin makanan di depan pintu, supaya dokter nggak kelaperan selama karantina. Cepet sembuh dok, dan jangan berantakin rumah selama saya nggak ada :p
Ps. Semoga hasilnya negatif.Kali ini senyum Deva berubah menjadi tawa.
*****
Udah ikutan PO montir hati belum? Kalau belum masih ada stok lho di Shopee : Gramedia Official info lebih lanjut silakan kunjungi Instagram : Alnira03
Happy reading.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Corona (TERBIT DI GOOGLE PLAYBOOK)
RomanceSiapa yang menyangka virus yang muncul akhir 2019 lalu bisa sampai ke Indonesia? Dan mengubah hidup semua orang di muka bumi ini. Termasuk hidup Seza, perempuan pertengahan dua puluh yang sehari-harinya bekerja sebagai assisten koki, harus merasakan...