Za, kenapa kamu nggak angkat telepon dan balas chat saya?
Seza menghela napas membaca tulisan yang ditempelkan Deva pada pintu kulkas. Dia duduk di kursi makan sambil merenungkan apa yang sudah terjadi. Sudah seminggu ini dia mengabaikan Deva, walaupun Seza tetap mengerjakan pekerjaannya seperti biasa. Seza memang sengaja menghindar, untungnya Deva juga begitu sibuk hingga laki-laki itu jarang di rumah.
Sejak mendengar ucapan Monika seminggu yang lalu, Seza merasa perlu menjaga hatinya. Menurutnya memang tidak sepantasnya ia menjatuhkan hati pada Deva. Makanya beberapa hari yang lalu Seza langsung mengambil kesempatan saat Indri mengabarkan kalau ada salah satu restoran yang ingin mencari koki.
"Nama restorannya Shiffudo, nggak mungkin kamu nggak tahu kan?" tanya Indri saat itu.
"Punyanya artis itu kan? Denny siapa gitu."
"Iya. Sama Chef terkenal itu lho, yang dulu pernah tampil jadi juri di master chef."
"Chef Gamma?"
"Nah itu. Kata temen gue sih nanti chef Gamma langsung yang wawancara sama ngetest lo, coba aja. Kalau pun nggak berhasil kan lo bisa sekalin cuci mata kalau dia gak pake masker ya, tapi nggak mungkin sih lagi kayak gini nggak pake masker. Duh, jadi susah cuci mata deh," kata Indri yang mulai melantur.
"Apaan sih, gue kan mau cari kerja. Ya udah nanti gue langsung buat lamarannya. Terus gue email. Doain ya, semoga ini rezeki gue," kata Seza penuh harap.
Sehingga saat ini dia sedang menunggu dengan harap-harap cemas, kalau saja benar dia bisa diterima di Shiffudo, Seza tidak perlu lagi berbohong pada ibunya dan juga dia bisa segera melupakan Deva.
Lagi-lagi Seza menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan. Seza membuka ponselnya dan membuka pesan-pesan yang dikirimkan oleh Deva yang hampir semua pesannya menanyakan sikapnya yang berubah.
Seza mengetikkan sesuatu di ponselnya untuk membalas pesan Deva itu, kemudian menyimpannya kembali ke saku celana, dia harus menyelesaikan pekerjaannya segera.
*****
Seza : Maaf Dok selama ini saya menganggap kita teman. Saya baru sadar kalau lebih baik kita tetap profesional, saya nggak mau lagi dituduh macam-macam.
Deva mengepalkan tangannya karena kesal. Laki-laki itu teringat kejadian seminggu yang lalu di mana pertama kalinya Deva marah besar pada Monika. Dia tidak menyangka perempuan yang selama ini dianggapnya sahabat bisa melontarkan kata-kata semacam itu.
Deva tahu Monika terkadang sedikit egois dan manja, tetapi dia tidak bisa terima kalau perempuan itu merendahkan orang lain. Setelah pertengkaran itu, Deva mengabaikan semua panggilan dan juga pesan dari Monika. Bahkan Deva mengatakan kalau memang tidak sepantasnya Monika bersikap seperti itu apalagi dia sudah menikah. Mereka bukan lagi anak remaja seperti dulu, mereka sudah berusia lebih dari tiga puluh tahun.
Deva jadi teringat percakapannya dengan sang Ibu sebelum ibunya pulang ke Yogya. Ibunya mengatakan kalau Monika sepertinya ingin bercerai dan mencoba menjalin hubungan dengannya.
Deva terkejut mendengarnya, kemudian laki-laki itu menjelaskan kalau itu tidak akan terjadi. "Dulu memang aku suka sama dia, Ma. Cuma sekarang sudah beda. Aku tahu Mama suka Monika, tapi untuk masalah istri, biarkan aku yang mencari sendiri yang jelas itu bukan Monika," ucapnya tegas.
Ibunya langsung marah, lalu berkata, "Kamu pikir Mama rela kamu menikah sama dia?! Mama punya standar sendiri untuk calon menantu Mama. Dia pikir bisa gonta-ganti suami seenaknya! Anak itu keterlaluan, kenapa dia jadi kayak gini sih. Apa karena pergaulannya?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Corona (TERBIT DI GOOGLE PLAYBOOK)
RomanceSiapa yang menyangka virus yang muncul akhir 2019 lalu bisa sampai ke Indonesia? Dan mengubah hidup semua orang di muka bumi ini. Termasuk hidup Seza, perempuan pertengahan dua puluh yang sehari-harinya bekerja sebagai assisten koki, harus merasakan...