SECRET AGENT

93 11 2
                                    

Kuserahkan tas ransel yang kubawa kepada Chris dan dia mulai membagikan potongan-potongan roti itu pada yang lain.
 
Aku duduk di sebuah kursi kayu di dekat pintu, memperhatikan anak-anak itu melahap roti yang kubawa. Mereka pasti sudah menunggu lama. Tapi ada yang aneh kali ini, mereka terlihat tidak begitu senang. Tapi aku tidak mau repot-repot memikirkannya.

Setelah selesai membagikan roti-roti itu Chris mendekatiku.

“Apa perlu kubagikan juga yang ini?” tanyanya sambil menunjukkan sebuah kotak yang berisi kue tart.

“Tentu.”

Kulangkahkan kakiku keluar ruangan, langit kini sudah benar-benar gelap dan agak sedikit mendung.

Tempat yang kami gunakan ini adalah sebuah bangunan berlantai tiga bekas rumah sakit jiwa, di lantai pertama kami hanya menggunakannya untuk bersantai, makan atau menghabiskan waktu seperti yang kami lakukan saat ini.

Di lantai dua, terdapat beberapa kamar yang masih menyisakkan beberapa ranjang bekas pasien yang kami gunakan untuk beristirahat. Dan lantai ketiga kami gunakan untuk mendiskusikan hal-hal yang penting.

Dan satu lagi adalah rooftop, yang bisa dikatakan sebagai tempat pribadiku. Sejak awal menemukan bangunan ini aku selalu pergi seorang diri dan berdiam diri disana, awalnya hanya untuk merokok, tapi lama-kelamaan aku jadi sering menghabiskan waktu disana untuk memikirkan banyak hal.

Dan sejak saat itu, entah mengapa mereka tidak pernah berani untuk menggangguku, kecuali Chris. Mereka bilang bahwa Chris adalah orang kepercayaanku, tangan kananku. Tentu saja aku tak pernah bilang begitu.

Karena jika aku berhak untuk mengatakannya, bagiku Chris adalah keluargaku.

Chris kembali dan mengembalikan tas ranselku yang kini hanya tinggal berisi beberapa kaos.

“Apa mereka baik-baik saja?” tanyaku.

Chris Mengambil sebatang rokok dari sebuah kotak di kantung celananya, memercikkan api di ujung batangnya, menghisapnya sedikit lalu menghembuskannya lalu memberikannya padaku.

Ada jeda sedikit sebelum ia menjawab pertanyaanku.

“Kurasa mereka menjadi sedikit sentimental. Kau tahu, Examination sudah semakin dekat.”

Kuhisap sekali batang rokok itu, menahannya sebentar dan menghembuskannya dengan nafas panjang.

“Ya, mereka berhak untuk menjadi sentimental jika diperlukan.”

“Semua orang normal yang tahu kenyataannya akan merasa begitu Jay.”

“Jadi menurutmu aku tidak normal?”

“Tak ada satu pun bagian dari dirimu yang normal, dan itulah mengapa kau yang jadi pemimpin disini, dunia ini sudah terlalu jauh dari kata normal, cara-cara normal tidak akan membuatmu tetap hidup. Jika perlu kukatakan, kau adalah manusia paling abnormal diantara manusia abnormal lainnya.”

“Kau terlalu memaksakan untuk membuatnya terdengar keren Chris.”

Ia tertawa terbahak setelahnya, kemudian mengambil kembali rokok tadi dariku.

“Mulai sekarang kau harus berhenti merokok. Kau harus lulus semua Test agar rencana ini berhasil.”

“Aku tahu.”

THE LAST ARENA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang