PRE-EXAMINATION

517 43 16
                                    

"Apa Penyebab Konflik dalam Peperangan?"

Ia lagi-lagi melontarkan pertanyaan dengan mata yang masih terpaku pada buku besar di tangannya. Wajahnya angkuh, terlihat jelas ia selalu berusaha menunjukkan sisi intimidatif pada bocah-bocah di depannya.

Yah.. hal itu memang kadang berhasil, sebagian diantara bocah laki-laki disini memang terlihat gemetar ketika tatapannya tiba-tiba beralih pada mereka dengan alis yang terangkat sebelah.

Seperti yang terjadi pada saat ini. Pandangan matanya kini berpindah fokus pada seorang anak laki-laki yang duduk di barisan paling kanan, Gabil si bocah kurus tinggi yang ironisnya selalu terlihat ketakutan pada hampir semua hal padahal dia adalah anak tunggal dari salah satu pemimpin di area ini.

Harusnya dia pulang saja, diam bersantai dirumah sambil menikmati hak istimewa yang dimiliki keluarganya. Tapi dia anak baik, dia selalu mengatakan padaku bahwa hak kita semua sama. Bodoh, karena menjadi baik di era ini adalah hal yang sangat sia-sia. Dan yang lebih buruk adalah, kau akan dimanfaatkan oleh orang lain.

Sudah hampir 20 detik terlewati, tak ada satu suara pun yang keluar dari mulut bocah itu. bibirnya terkatup rapat, tangannya mengepal dan basah, matanya menatap sang penanya ragu-ragu.

"Tidak menjawab pertanyaan gurumu bukanlah tindakan yang sopan Gabil." Ucap laki-laki itu memecah keheningan.

"Maaf Master." Jawabnya dengan suara yang dipaksakan keluar.

"Bill saja, Tolong." Balasnya dengan senyuman memuakkan, "Jarang terjadi suatu perang yang hanya disebabkan oleh satu faktor saja." lanjutnya "Penyebab perang biasanya banyak, beberapa alasan timbulnya konflik dapat terjalin dengan cara-cara yang rumit."

Setidaknya inilah hak istimewa yang tetap terbawa oleh Gabil. Karena selain dirinya, laki-laki itu pasti akan langsung memberikan detensi bagi siapa pun yang gagal menjawab pertanyaanya bahkan kurang dalam waktu 10 detik.

Dia juga selalu memaksa Gabil untuk memanggilnya dengan nama saja, siapa pun tahu motif dibaliknya, dia hanya ingin membuat kesan baik melalui seorang anak pemimpin area, berharap suatu saat akan dipromosikan ke area pusat.

Tentu saja itu hal yang sia-sia, seorang pemimpin area tidak memiliki wewenang sampai wilayah itu.

Kelas berakhir dengan sangat lambat, kumainkan kakiku dibawah meja, menciptakan alunan nada acak untuk menghilangkan kebosanan. aku sudah menghafal semua materi di kelas ini, nilai ujianku selalu tertinggi, dan tubuhku terbilang cukup atletis. Jadi sebetulnya tidak ada lagi alasan bagiku untuk tetap tinggal di kelas ini.

Aku bisa saja membolos dan hanya datang ke sekolah saat ujian, itu tidak terlalu berpengaruh padaku, toh aku yakin akulah yang akan menjadi peringkat pertama (lagi).

Tapi tentu saja hal itu akan menyinggung perasaan Bill, dan berakhir mendapat hukuman dan masalah-masalah lain. Tepat seperti saat itu, saat dengan sempurnanya kujawab semua pertanyaan yang dilontarkan olehnya saat ia mencoba mempermalukanku di depan para penjaga.

Dia memintaku untuk menjawab, maka kujawab. Aku tahu betul apa yang sebenarnya dia inginkan adalah hal sebaliknya, dia menyangka bahwa seorang anak yatim piatu miskin sepertiku mungkin hanya akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaanya dengan cicitan ketakutan dan tubuh gemetar.

Sayang sekali keinginannya gagal, dan dia malah berakhir menjadi bahan tertawaan para penjaga itu. dan bom! tidak lama setelahnya dia memanggilku ke ruangnnya dan menyuruhku melakukan hal-hal melelahkan tanpa henti. Dan tentu saja satu hukuman yang tak mungkin ia lewatkan, pencabutan sertifikasi kemampuanku.

THE LAST ARENA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang