9. Kejujuran

17 0 0
                                    

Sebelum baca tolong Vote ya
Buat kalian yang baca
Semoga suka
Jangan lupa komen 🤪

Selamat Membaca ~

***

"Aku percaya, dan akan selalu mempercayaimu, karna aku yakin kamu tak akan menghianatiku, ya kan?"

***
"Ku tak percaya kau ada disini menemaniku disaat dia pergi
sungguh bahagia kau ada disini
Menghapus semua sakit yang kurasa..." Dengan sapu ditangannya Juni menyanyikan lagu Rasa Ini oleh viera secara dramatis diatas bangku-bangku kelas.

"Mungkinkah kau merasakan?
semua yang ku pasrahkan
kenanglah ka-- Aw!" ringis Juni ketika merasakan kepalanya terkena sesuatu.

"Bisa gak sekali aja lo jangan ganggu gue kalau lagi seneng?! Lo itu ya, maunya apasih! ganggu orang aja!" sinis Juni pada pria yang melepar kepala menggunakan penghapus tadi.

"Makanya! Kalau disuruh bersihin cepet bersihin dong! kok jadi gue sendiri yang bersih-bersih?! Kan lo ikut dihukum juga!
Dasar! udah gagu! Males! Udah gitu aneh lagi! Lo kira suara lo bagus? Suara kayak toa gitu!! Mendingan ga usah nyanyi tau gak?!" omelnya tak mau kalah berdebat dengan Juni.

Kalian tau lah, siapa yang suka debat sama Juni. :')

"Eh... Kok salah Juni sih! Lo yang salah! Kalau aja lo gak cari masalah, kan jadinya kita gak perlu dihukum lagi sama Pak Budi. Kalau aja lo gak sesarkas ini mungkin..." Juni menggantungkan ucapannya.

"Mungkin apa hah apa?!"

"Ya... Mungkin... Mungkin... Tau ah! cepetan bersihinnya dong! jangan ajak Juni ngomong terus! kalau gitu, kapan selesainya coba," ujarJuni mengalihkan pembicaraan.

Mungkin Juni bakalan lebih suka sama lo An- ucap Juni dalam hati

***
"Gue duluan!" ucap Andika memakai tasnya kemudian berjalan keluar kelas.

"Eh... Eh tugguin Juni!!" teriak Juni yang masih merapikan sapu-sapu yang ada di lantai.

Jujur Juni sangat tidak suka sendirian, apapun yang ia lakukan harus selalu ada yang menemaninya. Ia sangat benci berada sendirian!

"Eh... Kok lo suka banget sih ninggalin orang? Juni takut kalau sendiri tau!" ucapnya setelah berhasil menyeimbangkan langkahnya dengan Andika.

"Ngapain gue nungguin hal yang gak penting?" balasnya dingin.

"Oh, jadi Juni gak penting?"

"Sok penting lo! lo siapa emang?"

"Ya, Juni... Junilah! emang Juni siapa lagi?"

"Lo selain gagu, otak lo mereng ya?!"

"Gak kok! Siapa yang bilang cobak? Otak Juni masih baik-baik aja kok! Masih ada di dalem kepala," ucap Juni dengan polosnya.

"Beneran sinting ya lo!" pekiknya, kemudian berjalan lebih cepat menjauhi Juni.

"Woi! udah berapa kali sih Juni bilang, Juni gak suka ya kalau ditinggal!" teriak Juni dari belakang.

"Apaan sih,  lebay amat lu," ujar Andika membelakangi Juni.

"Ihhh...  Dasar ya lo! Cowok budeg gak punya hati!"

***

"Apaan dah lo Jun? Dari tadi ngedumbel gak jelas, senyum-senyum gak jelas, kesambet?" tanya Ita pada Juni.

Mereka sedang ada di jalan, menyusuri rindangnya pepohonan dan bersiap untuk ke rumah Tini,  karna mereka akan belajar bersama hari ini.

"Apaan sih Ta," ucap Juni malu-malu. "Eh..  Ta, Juni mau jujur sesuatu. Tapi jangan bilang siapa-siapa ya? Termasuk mala dan yang lainnya."

"Jujur, jujur aja kali Jun,  kayak siapa aja. Dan kenapa gak boleh kasi tau yang lain? katanya best friend forepel, kok ada rahasia-rahasiaan sih Jun," ucap Ita sambil menyenggol bahu Juni.

"Forever kali Ta," ujar Juni membenarkan kalimat Ita.

"Iya-iya deh, Juni yang cantik dan selalu benar,"

"Apaan dah Ta, Juni serius nih." Juni kadang merasa gemas dengan tingkah sahabatnya ini, saat ia ingin serius tapi Ita selalu menganggapnya bercanda.

"Iya deh iya, sahabat aku ini kenapa?" tanya Ita mulai serius.

"Dih! serius amat muka lu Ta," tawa Juni tak tahan melihat wajah serius sahabatnya itu.

"Apaan dah lu Jun? Tadi katanya disuruh serius, sekarang giliran udah serius malah ketawa. Ga jelas lu Jun sumpah!"

"Iya deh iya, Juni mau jujur tapi inget ya jangan bilang siapa-siapa Juni malu," ucap Juni sekali lagi mengingatkan.

"Iya Juni...  Cepetan apa?"

"Juni...  Sebenernya, Juni... "

"Kelamaan lu Juni,  auah" malas Ita.

"E... Eh jangan gitu dong Ta, dengerin dulu..." cergah Juni,  karena Ita ingin berjalan duluan.

"Juni sebenernya... Suka sama Andika," cepat Juni,  kemudian berbalik membelakangi Ita.

"Ta?" panggil Juni karena Ita tak merespon sama sekali.

Juni berbalik dan mendapati Ita sedang berada di seberang jalan, sembari mengelus seekor anak kucing.

"Ita!!!"

Ita menoleh, mendengar namanya dipanggil. "Apaan Juni?" triak Ita juga dari seberang jalan.

"Auah... Ita jahat!" ujar Juni kemudian berjalan terlebih dahulu.

Ita mengejar dari belakang, "Eh.. Juni jangan duluan dong tungguin!"

"Pokoknya nggak mau, Ita jahat! Juni Kesel,"

***

Hening,  tak ada suara yang keluar dari mulut Juni. Seolah bukan dirinya saat ini yang berada antara Ita dan Mala.

"Jun, ayolah... Gue minta maaf, tadi kucingnya kasian ada di tengah jalan. Jadi gue pindahin dulu," ucap Ita membujuk Juni agar memaafkannya.

Ita tak suka bila Juni berdiam diri seperti ini. Juni yang selalu ngeroscos dengan kata-katanya kini bungkam seribu bahasa.

"Kalian tu habis ngapain sih? trus kucing apaan?" ucap Mala tak mengerti apa yang terjadi pada kedua sahabatnya itu.

"Juni, sebenernya aku tadi denger apa yang kamu bilang,"

Juni menghentikan langkahnya begitu mendengar apa yang dikatakan Ita.

Ia berbalik menghadap Ita, "Serius?" tanya Juni antusias.

"Gimana ya," ujar Ita sambil mengetukkan jarinya di dagu, seperti orang yang sedang berfikir.

"Ih Itaa! Yang bener dong," rajuk Juni

"Iya, aku denger kalau kamu suka sama..."

***

Hai haii

Aku balik lagi nih ><

Kalian apa kabar? STAY SAVE YA!

Maaf updatenya kelamaan

Love you all 💜

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang