AFTER WEDDING
*
“Kamu balik ke Cafe lagi?” tanya Rengga, lalu merebahkan kepalanya dipaha Cinta.
“Kaget, ih!” ucap Cinta kesal sambil memukul Rengga.
“Kamu, sih, fokus banget main handphone nya. Emang apa, sih, yang kamu liat?” tanya Rengga.
“Ini, aku lagi chat Fatimah,” jawab Cinta dengan tangan yang masih saja mengetik.
“Kenapa?”
“Nanya toko aja. Kenapa? Kok kepo gitu?”
“Kamu fokus banget soalnya,” ujar Rengga kesal.
“Kamu kenapa, sih?” tanya Cinta heran.
“Gapapa. Sini aku, liat.” Rengga merebut handphone itu dari tangan Cinta.
Cinta pasrah. Ia mengelus kepala Rengga. Kebiasaan!
“Jadi gak ke Cafe lagi, 'kan?” Rengga memastikan.
“Di situ 'kan udah ada pernyataannya, ngapain juga masih nanya? Gak bisa baca?” ketus Cinta membuat Rengga terkekeh.
“Ya udah, kamu temanin aku di sini.” Rengga meletakkan handphone itu, lalu memeluk perut Cinta.
“Yang, ini udah ada?” tanya Rengga menatap ke arah perut Cinta.
Cinta memandang perutnya. Ia juga menerka-nerka, apakah sudah ada di dalam perutnya apa belum?
“Lah, kok bengong? Kalo belum ya ... kita lebih rajin lagi buatnya,” ujar Rengga.
“Itu mah, maunya kamu!” balas Cinta.
“Kan ada untungnya juga buat kita,” balas Rengga sambil nyengir.
‘Iya juga, sih.’
“Nah, kan, diam .... Berarti aku menang!” ucap Rengga terkekeh.
“Apaan, sih! Gak jelas!” ketus Cinta.
Pintu diketuk dari luar. Pandangan Cinta dan Rengga teralihkan ke pintu.
“Duduk buruan,” ujar Cinta yang digelengi oleh Rengga.
“Masuk!” perintah Rengga. Tak lama, pintu terbuka dan muncullah Salsa.
“Eh, maaf mengganggu, Pak,” ucap Salsa menunduk, dan tak enak hati.
“Ada apa, Sal?” tanya Rengga. Pandangan Rengga tak mengarah ke Salsa, melainkan ke arah wajah Cinta.
“Dua puluh menit lagi ada meeting, Pak,” ucap Salsa menunduk.
“Kamu siapkan aja berkasnya, ya,” titah Rengga yang diangguki oleh Salsa.
“Saya permisi, Pak, Buk,” pamit Salsa yanh diangguki oleh Rengga dan Cinta.
“Kamu mending siap-siap untuk meeting,” ujar Cinta.
“Masih lama. Bisa nanti, kok,” balas Rengga.
Rengga kembali memeluk perut Cinta. Di posisi seperti ini sangat nyaman.
“Kamu, kok--- ih, geli Rengga!” kesal Cinta saat Rengga menyingkap bajunya, dan menciumi perutnya.
“Udah, stop!” pinta Cinta namun digelengi oleh Rengga.
“UDAH!” pinta Cinta memohon. Mendengar Cinta yang memohon pun, Rengga memberhentikannya.
“Geli, yang?” Apa? Pertanyaan bodoh darimana itu?
‘Udah tau malah nanya. Ni suami kenapa, Ya Tuhan?’
“Gak geli, cuma gatel!” ketus Cinta. Senyum mesum Rengga muncul saat mendengar itu.
“Mau digarukin? Yang mana? Biar aku garukin,” ujar Rengga, duduk dari tidurnya.
‘Nyesel bilang gitu tadi ....’
“Gak ada, kok. Kamu siap-siap dulu sana. Nanti telat!” suruh Cinta, sambil memukul pelan dada bidang itu.
“Main pukul-pukul. Giliran aku pukul balik dada kamu, kamu malah marah,” ucap Rengga kesal.
Cinta melotot tak percaya dengan ucapan Rengga. Apa tadi? Memukul dada?!
‘Kamu sama aku, 'kan beda Rengga! Perasaan aku gak masukin apa-apa ke makanan siang Rengga tadi, tapi kok jadi gini dianya.’
“Diam berarti iya. Kamu marah kalo dipukul dadanya,” kekeh Rengga.
Cinta yang kesal langsung menggigit tangan Rengga, membuat Rengga meringis.
“Kok main gigit, sih? Yang, kamu gak kanibal, kan?” Rengga bertanya takut-takut.
“Iya, aku kanibal. Aku ingin makan kamu!” ucap Cinta sambil menunjuk Rengga.
“Aku duluan yang makan kamu!” Rengga membaringkan Cinta di sofa, menghimpit tubuh wanita itu.
‘Kenapa Rengga jadi mesum banget!’
“Eh, bukan itu maksud aku!” geram Cinta.
Tangan Cinta menahan dada Rengga agar tak terlalu menyatu.
Satu kecupan mendarat di bibir Cinta membuat pipi Cinta memerah.
“Ih, kamu ....” Cinta kesal sekaligus malu dibuat oleh Rengga.
“Tapi mau makan aku,” goda Rengga.
“Bukan itu yang aku maksud,” elak Cinta. Tapi memang benar, bukan itu yang dia maksud.
“Terus apa, Sayang? Aku duluan yang makan kamu?” goda Rengga lagi. Pipi Cinta benar-benar memerah karena itu.
“Kamu ngeselin!” Cinta menggigit dagu Rengga. “Tapi aku sayang,” ucap Cinta lalu memeluk Rengga.
Rengga tersenyum senang mendengar itu. Jarang-jarang Cinta mengungkapkan sayang kepadanya. Biasanya, hanya melalui sikap.
Rengga mengecup pipi Cinta beberapa detik.
“Dicukur, ya,” suruh Cinta sambil memegang dagu Rengga yang sudah ditumbuhi oleh bulu-bulu halus.
“Kamu yang cukurin!” balas Rengga membuat Cinta berdecak.
Cinta menjerit kaget saat Rengga mengigit bibirnya.
“Kamu apa-apaan, sih?! Kok main gigit-gigit gitu?! Kamu laper?!” tanya Cinta berturut-turut karena kesal.
“Sama suami gak boleh berdecak gitu! Dosa!” ucap Rengga membuat Cinta terkekeh.
“Kebiasaan! Kalo diingetin pasti nyengir!” Rengga memutar bola matanya.
“Mata kamu mau aku colok?!” kesal Cinta saat melihat Rengga memutar bola matanya.
“Bibir kamu mau aku jahit?”
Cinta bergidik ngeri mendengar ucapan Rengga. Mengerikan!
“Kok kamu gitu, sih?!” tanya Cinta kesal.
“Kamu duluan yang mulai, Sayang!” ujar Rengga.
“Ish! Kamu mah, gak pernah mau ngalah.” Cinta menjadi murung.
“Iya, iya, aku salah.” ‘Cowok, 'kan selalu salah.’ lanjut Rengga di dalam hati.
Cinta tersenyum, lalu mencium pipi Rengga.
“Udah sana meeting,” suruh Cinta.
“Cium dulu!” pinta Rengga. Cinta tersenyum lalu mencium tiap inci wajah Rengga, begitupun Rengga sebaliknya.
“Kamu kalo capek, tidur di kamar aja, ya,” pinta Rengga yang diangguki oleh Cinta.
Rengga kembali mengecup kepala Cinta, lalu keluar dari ruangan meeting.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding (On Going)
RomanceCinta dan Rengga telah bersatu? Benar! Mereka memang telah bersatu. Jenjang pendidikan yang ditempuh hingga selesai, pekerjaan yang sudah ada, sudah bisa bagi mereka bersama-sama untuk memantapkan diri. Mengingat Cinta yang dulu pernah terbaring lem...