Prolog

98 17 3
                                    

Beriak laut bergerak tenang, mengikuti tiupan aliran udara. Semilir angin menerpa lembut surai-surai makhluk berakal, yang menikmati angin sebagai surga dunia yang menciptakan ketenangan haqiqi.

 Buih-buih, turut meramaikan fenomena gelombang laut, yang seakan berlomba mencapai tepian. Ditambah ikan-ikan hias, yang bergerak dengan ketenangan dibawah indahnya permukaan laut.

 Sungguh memanjakan mata.

 Insan-insan yang jatuh terjerembab kedalam kenikmatan surga dunia inilah, yang menjadikan itu semua, media mereka untuk membuang beban yang telah di pikul berminggu-minggu lamanya.

 Mengganti beban itu dengan kesenangan, yaitu kesenangan yang melebihi jika berada disisi orang yang kita cintai.

 Siapa sangka, sebuah tragedi tragis hendak berlangsung. Panorama alam yang telah memanjakan mata dan hati ini tidak mungkin lenyap begitu saja.

 Hitungan detik, riak gelombang laut yang semulanya tenang menyapu pantai bergerak naik dari arah pertengahan laut, tanpa ada penyebab yang pasti.

 Sirine sebagai simbol kewaspadaan terhadap arus pantai tidak lagi bisa berfungsi. Sekedip mata terpejam, manusia-manusia yang tengah menikmati indahnya hamparan laut biru seperti, buih-buih dilautan. Saling bertabrakan satu sama lain untuk menghindar terkaman jutaan partikel H2O tersebut.

Dan tak ada yang bisa menerka, fenomena alam yang memanjakan mata inilah, yang mengakibatkan mereka bersua dengan MAUT.

 Apakah tragedi itu bisa disamakan dengan takdir? ya... takdir. Takdir yang sudah lebih dulu ditentukan oleh sang Penguasa, yang mana takdir itulah jalan terbaik untuk umatnya.

 Tak ada siapa pun yang bisa menerkanya, semua dengan sendirinya terjadi. Sama halnya dengan sebuah hubungan, bertahan atau berujung pisah? hanya Dia yang tau.

 Laut biru yang indah tersaji menyejukkan jiwa, seketika menjadi laut merah yang seakan-akan ingin menenggelamkan rakyat sekota. Satupun tidak ada yang bisa mengetahui akhir dari kesenangan sementara itu, apakah menjadi laut biru atau sebaliknya.

 Mereka yang mengerti akan semua yang terjadi, yang percaya dengan adanya takdir, akan selalu melihat ke masa depan. Mereka mengetahui bahwa, dibalik suatu kebahagiaan yang mereka miliki terdapat sebuah tangisan, karena tidak semua yang kita fikirkan akan berjalan dengan sempurna. Seperti laut biru.... laut merah telah menanti.
 


Live in the pastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang