Berlin, Jerman 06.10am
Kediaman keluarga Frankiston, khususnya kediaman keluarga dari Anak pertama Frankiston-Smith Elgar Frankiston.
Suasana di ruang makan itu sangat sunyi, hanya terdengar suara dentingan sendok maupun garpu untuk melangsungkan acara sarapan pagi mereka.
Dirasa sarapannya telah usai, ia memundurkan kursinya dan beranjak meninggalkan ruang makan tanpa pamit.
Pergi berkerja seperti biasa di perusahaan yang sudah diwariskan untuknya selama beberapa tahun belakangan ini, dan perusahaan yang ia bangun sendiri.
Kira bersabar dengan perilaku Gama, anak sulungnya. Entahlah, dirinya terkadang bingung kenapa lelaki itu irit bicara, bahkan terkesan sombong.
"Aku pamit dulu," pamitnya seraya menyalimi tangan kedua orang tuanya dan beranjak untuk berangkat sekolah.
"Me too," sahut Tomi dan melakukan apa yang dilakukan Jovan, adik bungsunya.
Kira dan Smith tersenyum senang melihat kedua anak mereka yang tidak meniru perilaku kakak sulung mereka. "Iya, hati-hati sayang."
"Yaudah, aku udah selesai. Dah ... aku mau kerja ya, Sayang," pamitnya juga sambil mencium kening Istrinya.
"Iya. Hati-hati."
***
Senior High School Frankiston, atau kerap disapa SHSA ini adalah sekolah milik keluarga Frankiston. Sekolah elite dengan segudang prestasi, dan juga terkenal dengan kelas bahasa Indonesia yang membuatnya jauh lebih unggul dari sekolah lainnya. Tak heran banyak sekali yang berminat untuk bersekolah di sana hanya untuk belajar bahasa dari negara Merah Putih tersebut.
"Hello brother," sapa seorang lelaki ketika melihat sepupunya itu masuk ke dalam kantin sekolah.
Joy mendesah kesal karna dihiraukan oleh Jovan.
Setelah mendudukkan pantatnya pada kursi kantin, ia menoleh ke arah kanan di mana sahabatnya duduk menghadap dirinya juga.
"Biasa." Tanpa menjawab, Buddy tahu kata 'biasa' yang diucap sahabatnya itu. Lalu bergegas memesankan makanan di kantin sekolah.
Mereka- Sahabatnya serta sahabat sepupunya- itu memang pandai menggunakan bahasa Indonesia.
Mereka tentunya tertarik dengan bahasa yang dimiliki keluarga Frankiston tersebut, tak urung mereka juga ikut ke dalam kelas bahasa Indonesia.
Keluarga Frankiston memang dilatih untuk mahir berbahasa Indonesia. Mengingat sang kakek yang asli dari negara Merah Putih tersebut.
"Oh ya, kemaren gue denger lo ditawarin buat jadi pertukaran siswa sama negara tetangga. Emang bener?" tanya Carrol menatap Jovan.
Jovan mengangguk. "What?!" pekiknya kaget mendengar berita itu. Sebagai sepupu, dirinya telat untuk mengetahui kabar yang menurutnya 'Wow' itu.
"Terus-terus, lo ambil Jo?" Jovan diam membuat sahabat dan sepupunya menatap penasaran ke arahnya.
"Jawab napa, elah lama banget," protesnya.
"Gak." Satu kata tapi membuat mereka semua mendesah kecewa.
"Kesempatan emas mana boleh tolak Jo, kan bisa aja lo dapet cecan disana." Joy melirik sinis ke arah sahabatnya itu, Leo.
"Cecan apaan, Bang?" Carrol menatap polos ke arah Leo.
"Cewek bego," sahut Dio yang sudah datang dengan nampan yang berisi makanan milik mereka semua, kecuali Joy dan Leo pastinya.
Carrol membulatkan mulutnya membentuk huruf 'O' dan mengangguk. "Bego banget sih temen lo, Bud?" herannya saat melihat tingkah Adik kelasnya yang kelewat polos. Tapi aslinya yahhh bobrok banget.
Buddy mengendikkan bahu acuh, lalu mulai memakan makanannya.
***
Joy menghampiri Jovan yang duduk di tribun lapangan indoor sekolah. Dilihatnya Jovan dengan peluh keringat yang membasahi wajah dan badannya. Meski berkeringat, itu tak membuat pesona sepupunya anjlok.
"Kenapa?" tanya Jovan sambil melepaskan kaos basketnya yang bernomor dada 10.
"Kemarin gue abis telfonan sama Elvan, dia nitip salam sama lo."
Jovan mengangguk, "Salam balik."
Selain Joy, Elvan dan Sean juga sepupunya. Anak dari Danish Frankiston dan Noula Alexus Frankiston. Anak kedua dari keluarga Frankiston.
Elvan adalah sepupu yang seumuran dengannya. Namun, sepupunya itu tidak tinggal di satu kota dengannya seperti Joy. Karena keinginan dari Tante Noula yang ingin tinggal di kota New York, US.
Tak hanya Elvan, Kakek dan Neneknya pun tidak tinggal satu kota dengannya. Mereka berdua memutuskan untuk tinggal di kota Paris, Perancis. Entah alasannya apa. Jovan pun tak tahu menahu.
"Balik." Joy menatap Jovan yang kini sedang beberes. "Maksud lo?" tanya Joy dengan nada bingungnya.
Tanpa menunggu Joy, lelaki itu meninggalkan sepupunya yang masih kebingungan. Sampainya di pintu lapangan indoor, Jovan berbalik menatap Joy. "Lo nggak mau balik?"
Joy tersadar kemudian berlari menyusul Jovan yang sudah berjalan keluar lapangan. "Syaiton lo Jovan! Punya sepupu gitu amat," dumelnya tak jelas.
***
TBCLanjut ga? Lanjut dong!
Jovan
KAMU SEDANG MEMBACA
JEAN
Teen FictionHampir seisi dunia membencimu, tapi jangan melupakan orang-orang yang sangat menyayangimu. Tapi kenapa dua diantara orang itu pergi dan tak pernah kembali? Lama sudah ia bertahan. Suatu hari, dengan tiba-tiba hidupnya berubah 180° Bagaimana bisa te...