Kini tersisa Gama, Jean, dan Kira. Sedangkan Smith harus mengurus masalah ini dan juga pekerjaan yang menumpuk.
Gama menatap Jean dalam-dalam. Jean hanya menunduk takut.
"Kamu jangan takut." Suara berat itu membuatnya mendongakkan kepala dan menatap Kira yang sedang tertidur di atas kasur putihnya itu.
"Kamu tahu, dulu kamu yang selalu Kakak tunggu. Tapi ... Daddy bilang kalau kamu udah meninggal. I was very sad." Mendengar itu Jean mengalihkan pandangannya menatap Gama.
"Itu yang membuat 'ku selalu menutup diri pada siapapun, termasuk Daddy dan Bunda."
"Kenapa?"
"Ya, mungkin aku kecewa karena mereka belum bisa menjaga Adik kecil 'ku ini dengan baik."
"Tapi setelah mengetahui kamu masih ada dan juga alasan kenapa Daddy menyembunyikan kamu, itu membuat 'ku sedikit lega dan bahagia," lanjut Gama.
"Kakak sayang kamu." Dengan berani, Jean memeluk Gama dari samping. Membenamkan kepalanya di dada Gama.
"Don't cry," lirihnya sambil mencium puncak kepala Jean.
Jean mengangkat kepalanya dan menatap Kira yang masih damai di alam mimpinya.
"Bunda sakit apa, Kak?" Tiba-tiba teringat jika dirinya belum mendapat jawaban jika Bundanya itu mengidap penyakit apa.
Gama menatap sedih kearah Kira. "Bunda kena gagal ginjal," cetusnya keceplosan.
Jean melotot kaget, gagal ginjal?!
Gama tersentak dan menutup mulutnya yang asal ceplos itu. Matanya menatap Jean syok.
"Yang bener, Kak?!" Kepalanya mengangguk lemah dan kembali memeluk Jean.
***
Lagi, Jean menatap kedua lelaki di depannya dengan takut.
Tatapan mereka tak bisa diartikan, bahkan Kira hanya membiarkan kejadian seperti ini tanpa mau membantunya.
Kira sangat lah menantikan momen ini. Momen di mana mereka bertemu dengan seseorang yang ia dan suaminya nyatakan sudah tiada. Sungguh kebohongan besar yang mungkin saja mereka semua akan memarahinya. Namun, Kira tak peduli, yang penting Anaknya itu masih ada sampai sekarang.
Tomi dan Jovan, mereka berdua menatap Kira meminta jawaban. Maksud dari ini apa?
Tibanya mereka berdua di kamar inap Bundanya itu langsung di suguhkan pemandangan gadis asing yang sedang menyuapi Kira. Tomi dan Jovan menatap menyelidik ke arah gadis itu. Apalagi Jovan, bagaimana bisa ada orang asing yang tiba-tiba masuk ke dalam lingkup keluarga mereka.
Kira tersenyum lalu menyuruh kedua Anak lelakinya itu untuk mendekat. Sedangkan untuk Jean, Kira mengatakan padanya jika ini hanya masalah biasa. Seperti waktu bertemu dengan Gama.
Ah, soal lelaki itu. Gama sedang mengurusi kantor cabangnya yang sedikit lagi menjadi kantor pusat di Jakarta. Sebenarnya, Gama tak ingin berangkat kerja di karenakan dirinya ingin menempeli Adik perempuannya itu. Namun, dengan paksaan Jean, membuat Gama pasrah dan mengikuti perintah pertama dari Jean.
"Siapa Bunda?" Matanya terus menatap gadis itu.
Jovan hanya diam menyimak, tetapi matanya pun tak lepas dari gadis itu. Tunggu! Rasa-rasanya ada yang janggal di sini. Tapi ... apa?
Kira tersenyum penuh arti, "Dia ... Adik Jovan." Tiga kata yang terlontar dari mulut Kira membuat kedua lelaki itu terkesiap.
Tomi menatap Kira tajam, sedangkan Jovan semakin menajamkan penglihatannya kepada gadis yang menunduk di depannya itu.
"Bunda jangan ngadi-ngadi ya." Tanpa sadar suara Tomi sedikit meninggi, membuat kedua tangan Jean meremas kuat ujung bajunya itu karena takut.
"Suara 'mu turunkan." Meskipun ia irit bicara, tetapi dia masih menghormati kedua orang tuanya. Tak seperti Kakak pertamanya itu.
Tomi menghembuskan nafasnya kasar, "I'm so sorry, Nda." Kira hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.
Setelah itu, Kira mulai menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada kedua anak lelakinya.
Tomi, jujur dirinya dulu juga menginginkan Adik perempuan. Akan tetapi, saat dia mengetahui jika Adik perempuannya itu sudah tiada, Tomi bersedih. Bahkan mogok makan selama tiga hari. Setelahnya, Tomi mau makan karena dibujuk untuk menyapa Jovan yang terus menangis ingin disapa oleh Kakak keduanya itu.
Sedangkan Jovan, dia sangat lah tak percaya. Dia mengetahui jika ia kembar tak identik itu saat berusia 8 tahun. Waktu itu, ia ingin sekali memiliki Adik perempuan. Sempat mengamuk pula. Lalu Kira dan Smith datang menjelaskan jika dirinya kembar tak identik. Namun kembarannya itu sudah tiada di saat pertama kali menyapa dunia. Sungguh di saat itu Jovan selalu bersedih.
Dan sekarang lihat!
Apa yang mereka lihat adalah sosok yang mereka sedihkan belasan tahun silam. Mendengar cerita dari Kira, membuat keduanya sedikit kecewa juga. Kenapa tidak jujur saja? Namun Kira hanya menjawab jika belum saatnya.
Tomi melupakan rasa kecewanya dan dengan semangatnya menghampiri gadis itu. Memeluk erat gadis didepannya. Sungguh ia tak menyangka akan hal ini!
Jean yang dipeluk dengan tiba-tiba pun dibuat sedikit kaget, lantas memberanikan diri untuk membalas pelukan dari Kakaknya itu.
"I can't believe this," bisik Tomi.
Jean merasa de javu. Iya, saat Gama memeluknya. Gama bergumam sama seperti lelaki yang dia peluk saat ini.
Menyudahi pelukannya, Tomi menatap lekat wajah gadis itu.
Tangannya terulur guna ingin bersalaman dengan gadis dihadapannya itu, "Hai Dek, aku Abimana Tomi Frankiston. Panggil aja Bang Tomi."
Jean menerima uluran itu dengan kikuk, "Ha–hai Bang Tomi, ak-aku Jeana."
Tomi terkekeh pelan. Adiknya ini sangat lah lucu!
"Jangan kaku gitu, Abang gak gigit kok." Jean hanya mengangguk sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Jovan yang mendengar nama gadis itu pun tertegun. Pasalnya, nama gadis itu sedikit mirip dengannya.
"Jovan, nggak mau peluk Jean?" tanya Kira yang melihat keterdiaman Jovan.
Lelaki itu tersadar dari lamunannya, lalu tersenyum tipis dan menggeleng. Kakinya melangkah menuju kamar mandi di dalam kamar inap Kira. Untuk menenangkan diri saja. Ia masih syok mengetahui fakta ini.
***
TBCUwuu ketemu sodaranya yang laen🤗Btw, kasih rate part ini dong 1-10🤔
KAMU SEDANG MEMBACA
JEAN
Teen FictionHampir seisi dunia membencimu, tapi jangan melupakan orang-orang yang sangat menyayangimu. Tapi kenapa dua diantara orang itu pergi dan tak pernah kembali? Lama sudah ia bertahan. Suatu hari, dengan tiba-tiba hidupnya berubah 180° Bagaimana bisa te...