"YA AMPUN TERNYATA KITA SEKELAS?! DAN KITA JUGA TEMENAN BARENG SAMA MEREKA?! ASTAGA JEAN, GUE NGGAK NYANGKA!" Suara toa itu berasal dari Beby. Beby masih kaget atas apa yang dia lihat.
Jean juga tak menyangka akan hal itu. Akan tetapi, tatapan anak kelasnya yang seperti menatapnya horor itu membuatnya sedikit takut dan tanpa sadar Jean menundukkan kepalanya.
Billa yang sadar dengan perubahan Jean pun menepuk pundak cewek itu pelan. "Kenapa, Je? Ada masalah, kah?"
Jean diam, membuat Beby tersadar akan perubahan Jean.
Beby berpindah tempat di samping Jean setelah menyuruh Billa duduk di bangkunya. "Je, sorry."
Jean mendongak dan menampilkan senyum sungkan pada Beby. "Iya."
"Heh, kenapa lihat-lihat?! Iri?!" teriak Beby ke penjuru kelas, membuat anak kelas yang menatap Jean pun mengalihkan pandangan mereka masing-masing.
Billa dan yang lain pun akhirnya mengerti, kemudian ikut berusaha menghibur Jean.
***
Jean dan Beby berjalan bersama setelah menuntaskan sesuatu di toilet.
Mereka berdua merindukan hal-hal seperti ini, berjalan berdua. Sederhana memang. Maka dari itu, Billa dan yang lain pun tak mempersalahkan mereka berdua jika berpergian keluar kelas.
Jean merasa pantatnya bersentuhan dengan lantai koridor sekolah.
Beby yang melihat itu membantu Jean berdiri terlebih dahulu, lalu menatap penuh amarah pada seseorang yang dengan sengaja menabrak Jean.
"Lo apa-apaan, sih?!"
Siswi itu tak kalah menatap tajam tapi tertuju pada Jean. "Bilangin temen lo biar nggak usah kegatelan."
"Maksud lo apa?!" Beby jelas tak terima dengan ucapan siswi itu, apa katanya? Kegatelan?
"Dasar cewek ganjen!" maki siswi itu dan berlalu dari sana bersama dengan kedua temannya.
Beby mengumpati siswi itu yang tak mau meminta maaf ke Jean. "Udah, biarin By," tutur Jean yang sedikit meringis sakit di area pantatnya.
"Lo nggak apa-apa, 'kan?" Jean mengangguk sebagai jawaban.
Tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat itu semua, tangannya mengepal kuat menahan amarah.
"Anastasya Alisia," gumamnya pelan.
Selepas melihat kedua siswi itu berjalan menjauh, dirinya juga pergi dari sana.
***
"Jadi, kenapa kamu pindah kesini By?" tanya Jean terheran.
Setahu Jean, Beby tidak punya keluarga disini. Maka dari itu, sedari tadi ia bertanya-tanya apa alasan Beby pindah dari Bandung?
"Jadi, kan, gue punya Abang. Nah Abang gue tuh tinggalnya di sini Je. Kurang lebih dua tahunan dia tinggal di sini sendiri. Terus Mama sama Papa tuh kasian sama dia, jadinya memutuskan buat kita bertiga pindah aja kesini," jelas Beby.
"Nah kalo lo, kenapa pindah? Terus kenapa waktu itu tiba-tiba lo keluar dari sekolah? Dan kenapa lo nggak ngabarin gue? Asli ya Je, gue tuh khawatir mikirin lo tahu," tanya Beby beruntun.
Beby sangat ingin tahu sekali kenapa sahabatnya seperti itu. Setelah kejadian di kantin waktu itu, ia seperti tak memiliki semangat sekolah. Untungnya, kedua orang tuanya memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Mungkin dengan begitu, ia bisa memiliki teman untuk menemaninya. Tidak seperti teman-teman sekolahnya dulu, fake semua.
"Hah? Jean dikeluarin dari sekolah?" sahut Vanya tak paham.
Beby menggeleng lalu menjelaskan bagaimana ceritanya. Mereka semua juga sedikit tak paham. Namun tak lama, mereka mengangguk paham.
Jean menggaruk rambutnya yang tak gatal. "Aduh itu, sih, karena emang ada sesuatu," jawabnya seraya cengengesan.
"Ya udah, mungkin itu emang privasi lo. Nah, sekarang lo tinggal dimana?"
Lagi-lagi Jean bingung harus menjawab apa. "Kapan-kapan aku jelasin yah, nggak sekarang." Mereka pun mengangguk maklum atas privasi Jean.
***
"Oke, Anak-Anak kali ini Ibu akan membagi kelompok belajar untuk kalian," terang Bu Wina.
Farah mengangkat tangan kanannya ke atas. "Iya Farah?" tanya Bu Wina.
"Kelompoknya milih sendiri atau dipilihin Ibu?" tanya Farah sambil menurunkan tangan kanannya.
"Kalian bisa milih sendiri, tapi kalau ada yang tidak kebagian ya otomatis Ibu yang pilih. Untuk kelompoknya, lima orang ya. Karena kelas ini kan ganjil." Mereka semua pun mengangguk.
"Kita satu kelompok! Yes!" ujar Vanya dengan riang sambil menoleh ke belakang.
Billa, Farah, Beby, dan Jean pun mengangguk senang karena bisa satu kelompok bersama.
"Nanti ngerjainnya di mana?"
"Rumah gue ntar rame guys, nggak bisa."
"Sama, rumah gue lagi direnovasi."
"Kalo rumah gue ada bayi."
"Hmmm ... bisa, sih, di rumah gue. Cuma kalian mau, nanti denger bacotan dari Nyokap gue?" Mendengar itu mereka semua menggeleng tak mau, bisa-bisa bukannya mengerjakan tetapi malah mendengarkan ceramahan Mamanya Farah.
Mereka semua menatap satu orang yang belum mengeluarkan suaranya. Jean menggaruk rambutnya yang tak gatal. "Rumah 'ku? Bisa, sih, kalo kalian mau."
Mendengar itu, mereka semua tersenyum dan mengangguk kompak.
"Besok ya!" ingat Vanya.
"Oke, rumah Jean check!" seru Billa.
Sedangkan Jean berdoa dalam hati agar mereka semua tidak mengeluarkan teriakan mereka saat sudah sampai rumahnya.
***
TBCSiapa kerjaannya teriak-teriak di kelas? Angkat kaki🙇🏻♀️ Kita satu server🙂👍🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
JEAN
Teen FictionHampir seisi dunia membencimu, tapi jangan melupakan orang-orang yang sangat menyayangimu. Tapi kenapa dua diantara orang itu pergi dan tak pernah kembali? Lama sudah ia bertahan. Suatu hari, dengan tiba-tiba hidupnya berubah 180° Bagaimana bisa te...