35

17.7K 1.2K 36
                                    

Joy

Elvan


***

Jean merasa risih dibuntuti kedua sepupunya. Elvan dan Joy.

Keempat sahabatnya pun menatap bingung kepadanya. Meminta penjelasan. Namun, Jean tak kunjung angkat suara, membuat mereka berempat memilih diam.

"Stop!" Mereka berenam menghentikan langkahnya.

"Kalian berdua kenapa, sih, ngikutin aku mulu?" tanya Jean dengan nada malasnya.

Elvan terkekeh, "Pingin aja."

"Kita, kan, nggak ada teman disini, jadi kita ngikut kamu," sambung Joy merangkul bahu Elvan.

Jean melirik malas dan membiarkan mereka berdua terus mengikutinya.

"Mereka siapa lo, sih, Je?" bisik Billa setelah mereka semua duduk di kursi kantin.

Jean mengendikkan bahunya malas. "Mereka kenapa ngeliatin kita?" heran Jean saat seisi kantin menaruh perhatian di meja mereka.

Vanya menepuk pelan keningnya, "Gue lupa, mereka berdua, kan, Cucunya Mr. Frankiston."

"Ya terus?" Entah kenapa Jean tiba-tiba bertanya dengan nada ngegasnya.

"Heh, kan, lo udah gue kasih tahu waktu di UKS sekolah kita dulu," bisik Beby.

Jean manggut-manggut. Jadi mereka semua terheran kenapa kedua Cucu dari keluarga Frankiston berada satu meja dengannya dan keempat sahabatnya?

"Jovan mana?" tanya Joy yang tidak melihat keberadaan sepupunya itu.

Jean menggelengkan kepalanya acuh. "Kalian seakrab itu? Perasaan baru kenal, deh," celetuk Vanya terheran dengan keakraban mereka bertiga.

"Kan kita emang–"

"Kita nggak mesen makanan?" potong Jean sambil menatap Elvan penuh arti.

Farah menggelengkan kepalanya tak percaya, "Jadi dari tadi belom ada yang pesen?" Mereka semua menggeleng sebagai jawaban.

"Bego," umpatnya.

"Dah, nih pesen kaya biasa aja ya, nggak usah banyak bacot." Joy mendelik tak suka pada Adik kelasnya itu.

"Apa liat-liat?!" sewotnya sebelum melangkahkan kakinya menjauh dari meja mereka.

Joy menggelengkan kepalanya tak percaya. "Mau ke toilet, anterin dong," pinta Elvan yang menatap Jean.

Yang ditatap pun menatap balik dengan raut malas, "Sama Kak Joy sana."

Mereka berdua pun memilih mengalah daripada membuat Jean lebih unmood lagi.

Brakkk

Keempat gadis remaja itu berjingkat kaget saat meja mereka digebrak keras.

"Bangsat, mau lo apa?!" teriak Beby tak terima.

Ana, gadis itu menghiraukan ucapan Beby. Tubuhnya maju menghadap Jean dan menarik rambut panjang itu.

"Awh ...," rintihnya kesakitan.

Billa mendorong Ana untuk menjauh dari Jean. Alhasil, mereka berdua terlepas dengan Ana yang hampir jatuh jika tidak ditangkap kedua temannya dan Jean dengan rambutnya yang kacau di pegangan Beby.

"Lo apa-apaan, sih?!"

"Dia yang apa-apaan!" teriak Ana tak terima.

"Lo yang mulai dulu bangsat!" maki Beby menunjuk wajah Ana.

Seisi kantin pun melihat keramaian yang diciptakan oleh Ana. Tak ada yang ingin membantu, mereka semua hanya menjadi tim penonton saja.

Ana maju dan mendorong kedua bahu Jean dengan keras, membuat gadis itu jatuh tersungkur.

"Kamu ngapain, sih?!" teriaknya tak terima seraya berdiri dibantu Vanya disebelahnya.

Ana memandang Jean penuh amarah, "Gara-gara lo, gue berurusan sama Jovan!"

"Terus masalahnya sama aku apa?!"

"Lo!!!" sambil menunjuk, Ana mengguyur Jean dengan segelas air bewarna. Entah itu milik siapa.

Bukan hanya mengguyur, Ana juga melempar gelas plastik itu ke wajah Jean. Sama seperti yang dilakukan Jovan padanya, batin Ana puas.

Jean mengelap wajahnya yang basah, lalu matanya menatap heran kearah Ana.

Beby yang tak kuasa melihat itu. Tangannya pun mulai mengambil gelas yang berisi air bewarna, lalu menumpahkannya tepat di wajah Ana.

Tanpa diduga, air itu bukan mengenai wajah Ana melainkan Laras yang tiba-tiba datang dan berada di depan Ana. Laras memekik dan bergerak maju.

Plakkk

Suara tamparan itu menggema di penjuru kantin. Mereka semua menatap kaget melihat apa yang dilakukan Laras.

Sedangkan yang ditampar pun menahan rasa panas yang menjulur di bagian pipi sebelah kirinya. Air matanya tak bisa di bendung lagi.

"Ka–kalian, ke–kenap ... pa, sih?" tanya Jean dengan sesenggukan.

"Lo yang apa-apaan! Kemaren Jovan, sekarang kedua Anak baru! Dasar murahan!"

Farah menjatuhkan nampan yang ia bawa, lalu menjauhkan Laras dari Jean. "Lo yang murahan bangsat!"

"Apa?! Dia yang murahan?! Baru aja jadi Anak baru, tapi kaya gitu! Anak beasiswa aja bangga, pasti keluarga lo juga murahan, 'kan?!" cemooh Laras penuh ketidak sukaannya pada Jean.

Jean mengepalkan tangannya, menahan amarah.

"Gue udah bilangin sama lo! Jangan deket-deket sama Jovan, tapi apa? Lo tetep deket sama dia! Dan sekarang, lo juga deketin kedua Anak baru yang nyatanya Cucu keluarga Frankiston. Sebegitu murahnya ya, maybe nurun dari Ibunya."

Plakkk

Kali ini, Jean yang menampar pipi kiri Laras. Bahkan lebih keras dari tamparan Laras kepadanya.

Mereka semua dibuat melongo sekali lagi atas tindakan Jean. Apalagi Beby, ia tak menyangka jika Jean memiliki keberanian seperti itu.

"Jangan pernah bawa-bawa keluarga aku! Apalagi Bunda aku," ucapnya penuh penekanan.

"JEANA!" teriak seseorang yang baru saja tiba di pintu kantin. Matanya menatap tak percaya. Rasa kecewa menyergap dihatinya.

***
TBC

Kenapa hatiku cenat-cenut tiap ada kamu, hmm .... next?

JEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang