6. Blood

1.1K 142 10
                                    

Jong in terdiam saat mengetik kisahku.
"Kenapa berhenti?" tanyaku.

"Aku tidak tahu jika kisahmu sedalam ini" ucap Jong in.

Aku terkekeh. "Pasti anda sangat kesepian" ucapnya menatapku dengan tatapan kasihannya.

"Jangan mengasihaniku. Saat sendiri aku lebih sering melihat Jennie"

"Pasti sangat sulit menjalani hari-hari seorang diri" ucapnya.

"Aniyo. Jennie selalu menyemangatiku dari jauh" ucapku.

Jong in mengangguk.

"Lanjutkan?" tanyaku.

Jong in mengangguk. Aku menyeruput teh manis melati favorit ku

***

Rosé melarikan Jennie ke ICU.

Jennie sedang diperiksa oleh dokter. Setelah pemeriksaan selesai, dokter menghampiri Rosé yang sedang duduk dengan gusar.

"Anda kelurganya?" tanya dokter itu.

Rosé menggeleng. "Aku hanya temannya. Tapi anda bisa memberitahuku dokter" ucapnya.

Dokter mengangguk. "Bisa anda ikut ke tuanganku?"

Rosé mengangguk. Diruangan dokter,

"Pasien mengalami pendarahan hebat membuatnya kehilangan banyak darah"

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Kami minta maaf, tapi stok darah yang dibutuhkan pasien di rumah sakit ini sedang kosong"

Rosé terkejut. Dia sangat ingin Jennie selamat. Dia tidak mau Jennie meninggalkannya sebelum dia memberitahu perasaannya.

"Apa golongan darahnya?" tanya Rose.

"B"

"Dokter,  Ambil darahku" ucapku pasti..

"Baiklah, tapi harus ada pemeriksaan dan beberapa tes."

"Lakukan! Selamatkan Jennie" ucapku.

Dokter mengangguk. Dan setelah beberapa pemeriksaan, Rosé bisa mendonorkan darahnya untuk Jennie.

Rosé menatap Jennie yang sedang diisi darah. Wajahnya pucat.

Rosé Mengusap pipinya. "Bangunlah" gumam Rosé.

Rosé duduk dikursi tepi ranjang. Lalu menggenggam tangan Jennie erat.

"Bangunlah Honey" ucap Rosé. Dan karna dia lemas setelah pendonoran darah, dia pun tertidur dengan keadaan duduk.

--

Rosé bangun setelah merasakan pergerakan dibawah pipinya. Ternyata Jennie menggerakan tangannya. Rosé memanggil dokter.

Dokter bilang Jennie akan bangun sebentar lagi.

Rosé menatap wajah pucat Jennie yang perlahan membuka matanya. Rose tersenyum.

"Hai"

Jennie menatap Rosé. "Rosie?"

"Nee? Bagaimana keadaanmu?" tanya Jennie.

"Lebih baik."

"Syukurlah"

"Kau yang membawaku kesini?"

Rosé mengangguk. "Mulai sekarang... Darahku mengalir dalam tubuhmu. Kita ini satu Eonnie. Tak ada yang bisa memisahkan kita."

Jennie menggeleng. "Inilah penyebab kenapa kau tidak boleh mencintaiku Rosie" ucap Jennie menunduk.

Rosé memeluknya. "Hanya ini?"

Jennie mengangguk. "Karna penyakit sialan ini"

"Hanya penyakit ini. Aku yakin kita bisa melewati ini bersama" ucap Rosé lembut.

"Tidak Rosie, bahkan aku tidak tahu aku bisa hidup berapa lama lagi karna kehabisan darah" ucap Jennie mulai menangis.

Rosé mengusap air mata Jennie. "Tidak masalah. Ayo habiskan sisa hidup kita bersama. Aku siap menjadi rumahmu untuk kembali. Menjadi payungmu untuk kau berteduh, menjadi bank darahmu saat kau sakit. Menjadi milikmu yang selalu menemanimu hingga saat terakhir."

"Hiduplah bersamaku. Dengan darahku ada didalam tubuhmu dengan cintamu berada dihatiku. Kita saling memiliki, hingga maut memisahkan. Eonnie, menikahlah denganku" ucap Rosé tersenyum.

Jennie tersenyum memeluk Rosé lebih erat. "Yes. Temui orang tuaku" ucap Jennie.

Rosé merogoh sakunya mengeluarkan ponselnya. Lalu menelfon seseorang.

"Orang tua kita akan pergi makan malam minggu depan" ucap Rosé.

Jennie tersenyum. "Aku juga mencintaimu Rosie" ucap Jennie.

***

Aku mengusap ujung mataku yang mulai lembab. Kulihat Jong in mengusap air matanya yang terjatuh.

Aku terkekeh. "Hey, kau menangis?" tanyaku.

Dia tertawa canggung. "Ceritamu sangat menyentuh hatiku" ucap Jongin.

"Mungkin iya, aku hanya menceritakan bagaimana aku sangat mencintai Jennie Kim, yeoja murah senyum yang aku cintai saat pertama kali bertemu."

"Kau sangat mencintainya ya?"

Aku mengangguk

"Sangat. Aku bisa menjadi apapun untuknya. Jadi penghiburnya, tempat kembalinya, ataupun bank darahnya."



Cukup aku dan tuhan yang tahu.

Dear JennieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang