2

7.5K 1.1K 164
                                    

"Apa yang terjadi padamu?"

Seokjin yang tengah menikmati makan malamnya itu terdiam sejenak saat Namjoon bertanya padanya.

"Eum...apa maksudnya?" tanyanya balik tanpa melihat si penanya.

"Kau....berubah?"

Ah, Seokjin paham. Pasti karena sikapnya tadi. Saat menyambut kedatangan Namjoon.

"Kalau...Bapak tidak suka, saya-"

"Aku tidak bilang kalau aku tidak menyukainya. Aku hanya bertanya apa yang terjadi?"

Kembali diam sambil menimbang apakah ia harus berkata jujur atau membuat cerita karangan sebagai alasan. Tapi cerita macam apa yang bisa menjadi alasan?!

"Sebenarnya... Eomma yang-"

"Ah, Eomma rupanya"

Bahkan tanpa dijelaskan lebih lanjut, Namjoon sudah paham saat wanita paruh baya itu disebut. Ibunya rupanya.

"Maaf kalau saya....lancang. Saya tidak bermaksud-"

"Tidak apa-apa. Lagipula kita sudah menikah. Tak perlu terlalu formal padaku"

"Tapi saya tetap saja, Bapak kan-"

"Kau boleh berbicara tidak formal saat di rumah, dan berbicara formal saat di kampus. Bagaimana?"

Ya, memang meski sudah pindah sekalipun ke tempat asalnya, Namjoon masih menyukai kegiatan mengajarnya.

Meski begitu, sang ayah menyuruhnya untuk tetap membantunya di perusahaan.

Namjoon itu anak tunggal. Siapa lagi yang akan meneruskan perusahaan keluarga mereka kalau bukan Namjoon?

Yah, mengajar hanya ia lakukan sebagai hobi saja. Jam mengajarnyapun tidak sebanyak seperti sebelumnya. Hanya mengajar. Tanpa kegiatan lain seperti seminar atau lainnya.

Sang ayah juga hanya mengizinkannya mengajar di kampus dimana Seokjin menimba ilmu. Hanya boleh disana.

Dengan kekuasaan sang ayah, semuanya sangat mudah diatur.

"Apa...boleh begitu?"

"Tentu saja"

Seokjinpun melengkungkan senyuman kecilnya.

-*123*-

"Pak- ah maksudnya Nam- ah apa boleh saya- aku menanggil nama saja?"

Terlalu berbelit-belit karena belum terbiasa, Seokjinpun mulai bertanya.

Makan malam sudah selesai, dan kini mereka hanya duduk santai di ruang tengah. Dengan tontonan berita yang tengah menyala di televisi.

"Terserah. Panggil apapun yang kau mau"

Jawaban itu kembali membuahkan senyum kecil di wajah manis Seokjin.

"Kalau begitu, Nam- ah, aku ingat sesuatu!"

Namjoonpun akhirnya menoleh untuk melihat ke arah orang yang tinggal satu atap dengannya itu.

"Kenapa?" tanyanya penasaran.

"Tiba-tiba aku terpikirkan sesuatu"

"Apa itu?"

"Jimin"

"Huh? Kenapa dengan anak itu?"

Teringat kembali kejadiaan yang saat ini menjadi sebuah ide baginya.

"Jimin memanggil Ayahnya dengan sebutan Papih"

Namjoon mengangguk-angguk. Ia tahu tanpa diberitahu sekalipun.

Fathers [Namjin/Minyoon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang