Chapter Three: "A Nightmare"

6 2 0
                                    

Setelah perdebatan mereka. Shin tetap datang keesokan harinya. Aewol bersikap agak dingin, tapi luluh setelah Shin memberinya kue madu. Rasanya manis dan kenyal, enak sekali.

Shin tersenyum memandangi Aewol. "Aku penasaran umur aslimu," celetuk Shin tiba-tiba. "Kita memang terlihat seumuran tapi aku baca di buku katanya siluman bisa berumur hingga ratusan bahkan ribuan tahun." Aewol bingung. "Bagaimana cara menghitungnya?"

Shin mencari ranting, lalu menuliskannya di atas tanah. "Jadi begini. Dalam satu tahun ada empat musim. Musim semi, saat bunga-bunga mekar. Musim panas, saat matahari terik sekali dan cuaca sangat panas. Biasanya sumur juga jadi kering dan kalau tidak beruntung tahun itu hujan bisa tidak datang berbulan-bulan dan biasanya itulah penyebab utama gagal panen. Lalu musim gugur. Udaranya sejuk dan warna dedaunan menguning. Biasanya itu adalah musim panen. Berdebar sekali karena takut gagal panen. Lalu musim dingin. Turun salju dan cuacanya dingin sekali, seperti sekarang." Shin memandang Aewol yang dengan tekun mengamati tulisan Shin. Ia pun melanjutkan, "Jika sudah lewat empat musim ini, akhirnya sudah satu tahun. Misalnya begini, aku berumur sebelas tahun. Artinya aku sudah melalui sebelas musim-musim ini juga." Shin memandangi Aewol, "Paham?" Aewol mengangguk mengerti. "Nah, kamu sudah melalui berapa musim dingin? Jarimu ada sepuluh jadi tutup satu kalau sudah melalui satu."

Aewol kembali bingung. Seingatnya dia sudah melalui banyak, banyak sekali musim dingin. Tak terhitung jumlahnya. "Jariku tidak cukup.." ucapnya lesu. Shin tertawa kecil, "Ya berarti kamu sudah lebih dari sepuluh tahun. Mungkin puluhan atau bahkan ratusan, kita tidak tahu. Apalagi kamu selalu di gunung." Shin kembali melihat sekitar lalu mengambil sebuah batu kerikil yang sebesar genggaman tangannya. Ia mencoret sebuah garis sepanjang telunjuknya di dinding gua.

"Nah, ini menandai musim dingin pertama yang kita lewati bersama. Musim dingin berikutnya, kita akan tandai bersama. Artinya kita sudah berteman selama setahun, ya?" Aewol mengangguk.

*

Malam itu adalah malam yang panjang. Saat Aewol terbangun hanya ada kegelapan tak berujung. Tanah yang ia pijak pun hanyalah kegelapan tak berdasar. Di seluruh penjuru arah hanya ada kegelapan. Aewol takut. Ia belum pernah merasa takut sebelumnya. "Shin.." panggilnya pelan. Bahkan suaranya yang pelan seperti bisikan itu bergema ke seluruh arah. "S-shin..!" panggil Aewol lebih keras. Ia takut. Takut sekali. Kegelapan ini seperti menelannya bulat-bulat.

"Shin!! Shin! Cepat kemari! Aku takut!!!! Shin!" Aewol mulai panik. Kegelapan itu terasa seperti mencengkeram jantungnya. Shin! Shin! Batinnya. Aewol tidak berani berjalan kemana-mana. Ia berjongkok, memejamkan matanya. Ia ingin segera keluar dari sana tapi tidak tahu harus berjalan kemana.

Tiba-tiba sebuah tangan yang hangat mengelus kepalanya. Aewol mendongak dan Shin ada di sana, berdiri sambil tersenyum memandanginya. Aewol segera berdiri dan menggenggam tangan Shin kuat-kuat.

"Syukurlah! Syukurlah kau datang! Ayo bawa aku keluar dari sini, Shin!" Shin menggeleng. Ia tersenyum. Senyumnya sendu sekali. Matanya sedih sekali. Pelan-pelan Shin memudar menjadi beribu kunang-kunang hingga Aewol bahkan tidak bisa merasakan tangan Shin di genggamannya.

"Shin? Shin! Shin, kau kemana?! Shin!!!!!!" Aewol berteriak begitu kencang dan tiba-tiba ia menyadari wujudnya berubah menjadi sebuah ular putih yang sangat besar. Aewol terbangun. Napasnya terengah-engah dan pakaiannya basah karena keringat. Seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia merasa lemah, tak ada tenaga. Matanya bersinar-sinar keemasan. Rambutnya hitam legam. Padahal Aewol sangat jarang menunjukkan penampilannya yang seperti ini kecuali saat menyalakan api untuk Shin.

Aewol menatap langit-langit gua yang gelap. Di luar juga masih gelap. Aewol memejamkan mata. Betapa ia ingin menemui Shin sekarang juga. Shin, cepatlah datang!

*

Aewol tidak bisa tidur hingga matahari terbit. Ia hanya berbaring dan terus memutar mimpinya seperti kaset rusak. Hari ini ia merasa Shin lebih lama dari biasanya. Ada apa? Apa Shin benar-benar telah meninggalkannya? Aewol tidak bisa diam saja. Ia beranjak dan berlari menembus hutan. Ia harus menemui Shin. Begitu kencang ia berlari. Lalu dari kejauhan ia melihat Shin berjalan pelan ke arahnya. Shin! Aewol berlari semakin kencang hingga menabrak Shin dan mereka berdua jatuh berguling dan jatuh ke hamparan bunga liar di tengah hutan.

Aewol berada di atas Shin. Ia tidak bergerak dan hanya diam di sana. Shin yang terkejut mengerjap-ngerjapkan matanya. "Ae-Ae..wol? Kau kenapa?" tanya Shin sambil mengelus punggung Aewol. Aewol akhirnya mendongak dan menatap Shin. Baru kali ini Shin melihat mata Aewol yang biasanya dingin bergejolak penuh emosi.

"Shin!!" Aewol memeluk Shin erat. Jantung Shin berdegup kencang. Wajahnya memerah. "A-ada apa sih?"

"Jangan tinggalkan aku." pinta Aewol. Suaranya bergetar ketakutan. Sekujur tubuhnya juga bergetar. Shin tersenyum. "Kan aku sudah berjanji? Aku tidak akan meninggalkanmu. Sekarang, ayo duduk." Aewol akhirnya melepaskan Shin dan berbaring di sampingnya. Napas Shin membentuk uap air di udara.

"Shin kedinginan?" tanya Aewol. "Hahah, sedikit." Aewol menggenggam tangan Shin dan menyalurkan panas tubuhnya. Saat itu juga Shin merasa hangat. "Wah.. enak sekali." ucap Shin sambil memejamkan mata. "Semalam.. aku bermimpi buruk." Shin membuka matanya lagi. "Wah, siluman bisa bermimpi juga?" tanya Shin. "Mimpi apa?"

Aewol terlihat enggan menjawab. Mimpi itu pasti sangat mengganggunya hingga Aewol berlari mencarinya. Sungguh fenomena yang tidak biasa. Batin Shin. "Aku bermimpi Shin meninggalkanku. Aku tidak bisa menahannya. Hatiku sakit sekali saat mengingatnya lagi." Pipi Shin merona. "Tenang saja. Aku akan selalu di sini. Oh iya!" Shin bangkit. "Kalau kamu mau mencariku, jangan turun begitu saja. Meski rambutmu hitam, warna matamu sangat mencolok jadi orang akan curiga." Shin melepas pita rambutnya yang dulu ia ikatkan ke lengan Aewol. Lalu ia menutupi mata Aewol dengan pita itu. "Apa kamu masih bisa melihat?"

Aewol melihat ke sekitar. Kain itu tidak mampu menghalangi penglihatannya. Ia mengangguk. "Agak tidak nyaman sih, tapi apa boleh buat. Kamu harus menyembunyikan jati dirimu. Karena manusia adalah makhluk yang lemah, mereka akan merasa terancam saat tahu ada makhluk lain yang jauh lebih kuat dari mereka. Karena kamu cantik juga.. aku takut kamu diganggu nanti." ucap Shin sambil memalingkan wajahnya. Aewol tersenyum dan mengangguk.

"Tapi aku akan usahakan agar kamu tidak perlu memakai ini." Shin melepas ikatan yang menutupi mata Aewol. "Aku tidak akan meninggalkanmu, setidaknya tanpa salam perpisahan." Aewol mengangguk dan menggenggam tangan Shin. Ya. Tangan hangat ini. Tangan yang telah menolongnya. Tangan berharga ini.

"Sekarang sudah akhir musim dingin ya.. waktu berjalan cepat. Ayo kita lihat bunga bersama nanti. Aku yakin pemandangannya cantik sekali." ucap Shin tersenyum. Aewol mengangguk. Ia sudah tidak sabar menghabiskan lebih banyak waktu bersama Shin.

Tapi, janji itu tidak pernah ditepati.

The Fire SerpentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang