Chapter Nine: "A Promise to be Breached"

3 2 0
                                    

"Terima kasih sudah menolongku.."
Aewol tidak mengatakan apapun. Penampilannya sudah kembali berambut perak dan bermata biru. Pakaiannya dan pakaian Gyeol juga sudah kering. Aewol berdiri, "Jangan ke sini lagi. Kau benar-benar mengganggu."

Gyeol tersenyum kaku, "Maaf jika aku mengusikmu. Kurasa aku hanya.. ingin berteman denganmu." Myung melihat Gyeol seperti melihat orang tidak waras. Tuannya memang sudah kehilangan akal sehat. Berteman dengan siluman gunung? Hah!

"Berteman denganku? Apa kau gila? Kau pasti sudah sadar kalau aku bukan manusia. Aku bilang akan merobek jantungmu keluar dan memakannya, apa kau tidak takut padaku?" Benar, orang-orang pasti sudah ketakutan. Mereka mungkin berusaha memburunya. Kenapa ia tidak merasa takut sedikitpun? Gyeol juga tidak mengerti. "Tidak. Aku tidak takut padamu. Kau menolongku dua kali, untuk apa aku takut?" Aewol mendesah. "Seharusnya aku tidak menolongmu," gumamnya.

Gyeol tersenyum. "Namaku Hae Gyeol. Namamu..?" Aewol kembali duduk dan mencelupkan kedua kakinya ke air. "Aewol." Gyeol tertegun. Aewol. Itu adalah nama yang ia dengar di mimpinya. Benarkah gadis ini yang selama ini ia cari? Tapi kenapa? Kenapa mimpinya terus menuntun ia mencari gadis ini? Apa alasannya? "Kenapa?" Tanya Aewol sewot. "Ah, tidak. Namamu indah." Gyeol tersenyum. Melihat senyum Gyeol, kedua pipi Aewol bersemu merah seperti buah persik. Cepat-cepat ia memalingkan wajahnya. "Ah! Kalau dia, namanya Myung." Myung berdiri dan menunduk dalam-dalam. "Nama hamba Myung."

Aewol memandang Myung. "Kenapa kau bawa-bawa beras dan garam? Apa orang-orang memang membawanya kemana-mana?" Wajah Myung memerah karena malu. Ia bahkan sudah lupa ia membawanya terus selama ini. Gyeol menatap Myung dingin. Dia tahu kenapa Myung membawanya. "Mulai sekarang kau tidak perlu membawanya lagi," ucap Gyeol dingin. Aewol mendekat ke arah Gyeol dan mengendus-endus. "Kau bawa makanan kan?" Jantung Gyeol berdegup kencang. Belum pernah ada wanita yang sedekat ini dengannya! Ia mundur perlahan. "I-iya. Kau mau?" Ia mengeluarkan sebuah buntalan dan membukanya. Ada kue madu di dalam. "Ah! Kue ini!" Tanpa sungkan, Aewol mengambil kue itu, menggigitnya, dan mengunyahnya dengan semangat. "Aku paling suka kue ini. Manis dan kenyal, enak sekali!" Gyeol tersenyum. "Kalau kau menyukainya, aku akan membawa lebih banyak lagi besok-besok."

"Benarkah?" Tanya Aewol semangat. Lalu sinar senang itu menghilang dari mata birunya yang dingin. "Tapi.. Shin bilang jangan terlibat dengan manusia.." gumamnya. "Ada apa?" Tanya Gyeol. Aewol terlihat ragu. "Dulu sekali ada anak lelaki yang bilang jangan sampai aku dilihat manusia lain. Bisa berbahaya." Gyeol paham kenapa anak manusia itu memperingatkan Aewol. Dengan penampilan Aewol saat ini, memang akan berbahaya jika kehadirannya disadari manusia lain. Manusia adalah makhluk yang lemah. Jika ada sedikit saja hal yang lebih kuat dari mereka, hanya ada dua kemungkinan. Mereka akan mengeksploitasinya atau mengeliminasinya. Wajar jika Aewol tidak semudah itu menaruh kepercayaan pada dirinya. Gyeol menatap mata Aewol. "Apa aku terlihat berbahaya?" Aewol mencari-cari di mata Gyeol. Tidak. Dia tidak berbahaya. Gyeol punya sinar yang sama dengan mata Shin. Mereka berdua punya ketulusan untuk menolong Aewol. Aewol menggeleng. "Tapi dia berbahaya." Ia menunjuk Myung. Myung terlonjak kaget. "Ha-hamba sungguh minta maaf. Itu karena.. hamba tidak berpikir panjang sebelumnya.." ucapnya sambil menunduk lemah.

Gyeol tersenyum, "Tenang saja. Myung sudah bersama denganku sejak kecil. Aku tahu dia takkan mengkhianatiku." Aewol tidak berkata apa-apa. Bahkan sekarangpun ia tidak sepenuhnya percaya pada Gyeol. "Apa kau.. tinggal di kuil?" Aewol mengangguk. Tapi kuil itu sangat buruk keadaannya. Kotor dan banyak bagian yang rusak. Gyeol juga hanya liburan di sini. Dia tidak mungkin bisa berlama-lama. Mungkin sebentar lagi ayahnya akan mengirim surat menyuruhnya kembali ke Hanyang. "Apa kau mau.. tinggal bersamaku?" Tanya Gyeol memberanikan diri. Kali ini Myung benar-benar tidak bisa tinggal diam. "Tuan! Anda benar-benar tidak bisa begini. Dengan penampilannya yang mencolok, sebentar saja dia akan ketahuan-" Gyeol mengangkat tangan, meminta Myung diam. "Aku lihat kau bisa mengubah warna mata dan warna rambutmu. Apa mungkin.. kau bisa mengubah penampilanmu agar lebih mirip dengan kami?" Aewol mengerjapkan matanya. Ibunya tidak pernah mengajarkannya untuk mengubah diri agar terlihat seperti manusia, jadi dia tidak tahu caranya. Tapi ia memejamkan matanya, berusaha mengumpulkan energi dalam tubuhnya dan memfokuskan keinginannya untuk berambut dan bermata kelabu, seperti pemuda manusia di hadapannya.

Saat ia membuka matanya, ia melihat Gyeol dan Myung menatapnya dengan takjub. Apa aku berhasil? Batinnya. "Wah, kalau jadi manusia, anda akan jadi orang yang cantik sekali.. bahkan di Hanyang tidak banyak yang secantik anda.." gumam Myung. Aewol menatap pantulan dirinya di atas permukaan air sungai. Benar, rambut dan matanya berwarna kelabu, seperti manusia. Seperti Shin. "Jika begini, kau bisa membaur dengan manusia. Bagaimana? Apa kau mau ikut denganku? Aku bisa memberimu hidup yang lebih baik." Aewol menggeleng. "Aku sedang menunggu seseorang." Gyeol mengernyit. "Siapa?" Aewol memandang lurus ke depan, tatapannya kosong. Ingatannya kembali ke ratusan tahun lalu. Kembali ke memorinya yang mulai kabur bersama Shin. "Shin."

Shin. Hati Gyeol berdenyut ngeri. Nama siapa itu? Siapa yang Aewol tunggu dengan begitu setianya? "Um.. kapan kalian terpisah? Kurasa aku bisa membantu mencarinya. Apa kau ingat wajahnya?" Aewol menggeleng. "Aku tertidur lama sekali. Aku tidak tahu apa dia sudah terlahir kembali atau belum.. tapi aku merasa jika aku melihatnya, aku akan langsung mengenalnya." Gyeol tertegun sekali lagi. Terlahir kembali.. artinya orang bernama Shin yang ia tunggu telah meninggal dan Aewol juga telah hidup lama sekali. Gyeol kembali berkata, "Ayahku bekerja di istana. Apa kau tahu istana? Itu adalah tempat tinggal raja di ibu kota. Raja adalah orang yang memimpin negara Joseon ini. Ia mempunyai catatan atas seluruh rakyatnya. Kurasa aku bisa membantumu mencari.. temanmu." Aewol tidak terlalu paham apa yang Gyeol katakan. Segala istana, raja, dan ibukota. Tapi ia menduga raja mungkin semacam ketua klan. Istana seperti tempat tinggal ketua klan yang paling besar dan megah. Ia tidak paham tentang catatan akan seluruh rakyat. Tapi ia merasa jika mungkin, hanya mungkin, Gyeol benar-benar bisa membantunya.

Gyeol sebenarnya tidak terlalu optimis. Meskipun dia bisa meminta bantuan ayahnya memperlihatkan catatan itu, tetap saja mencari seseorang yang tidak diketahui identitasnya, dan yang lebih parah, tidak diketahui apakah ia sudah lahir, sudah meninggal, atau bahkan belum lahir seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Hal itu tidak mungkin. Tapi Gyeol ingin menyerah pada keinginan hatinya yang egois untuk membawa Aewol dan membuat gadis itu menetap di sisinya. Ia tidak ingin lagi kehilangan Aewol seperti menggenggam salju yang mencair. Aewol mengangguk. "Aku.. akan mengikutimu. Kau harus berjanji membantuku mencari Shin." Gyeol mengangguk. Ada sedikit rasa bersalah dalam hatinya karena ia merasa sedang menipu seseorang yang begitu naifnya, yang tidak tahu apapun soal dunia. Tapi ia merelakan sedikit nuraninya untuk keinginannya yang egois.

"Aku akan membawamu ke Paviliun Chunryang mulai sekarang. Jangan sampai kau menunjukkan kepada orang-orang penampilanmu yang sesungguhnya. Tetaplah berpenampilan seperti ini. Dan juga.. aku akan bilang pada orang-orang bahwa kau adalah anak haram seorang bangsawan yang diusir dari rumah. Aku terpesona oleh pengetahuanmu yang luas dan karena itu akan menjadikanmu orang-orangku. Apa kau mengerti?"

Aewol mengangguk. Myung menghela napas. Dia melirik Aewol. Sejujurnya dia masih sedikit menyimpan rasa curiga, tapi mungkin satu-satunya hal yang bisa ia lakukan sekarang adalah mengawasinya dulu.

The Fire SerpentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang