Keesokan paginya, Shin benar-benar menepati janjinya dan kembali menemui Aewol. Aewol menyadari Shin datang dengan badan penuh luka. Bukan luka akibat berlari melalui hutan, tapi luka karena pukulan. Shin datang membawa banyak makanan untuk Aewol dan beberapa pakaian katun yang ukurannya lebih pas untuk Aewol.
Ia mengeluarkan semua barang yang ia bawa di dalam keranjang yang biasa ia gunakan untuk mengumpulkan rumput herbal di gunung. "Haha aku menyembunyikan ini semua. Ini ada ubi dan kentang kukus. Maaf ya tidak bisa bawa yang lebih baik. Ada nasi kepal juga. Ini ada beberapa pakaian dan sepatu untukmu. Bahannya hanya dari katun, tidak seperti.. milikmu." ucap Shin merasa bersalah. Aewol mengambil pakaiannya dan mengelusnya. Bahannya lebih kasar daripada sutra yang ia kenakan untuk menutup tubuh, tapi ia bisa merasakan ketulusan dan ketekunan di setiap jahitan. Aewol tersenyum, "Tidak. Ini jauh lebih baik daripada sutra yang kebesaran." Aewol segera berdiri dan hendak melepas pakaiannya. Shin langsung menutup matanya dengan panik. "J-jangan ganti sekarang lah!!! Astaga apa kau tidak tahu malu?!" Aewol memiringkan wajahnya bingung. Shin berteriak lagi, "Pokoknya ganti saat aku pergi!!" Aewol mengangguk dan tidak jadi melepas pakaiannya.
Shin menyodorkan kepalan nasi untuk Aewol. "Ini. Makanlah." Aewol mengambilnya, mengendus-endus lalu mencoba segigit. Awalnya dia merasa aneh, tapi dia tetap memakannya. "Maaf kalau tidak enak ya. Kami tidak punya banyak bahan makanan yang masih bagus." Shin membongkar isi tasnya lagi lalu mengeluarkan sebuah tusuk konde dari giok putih. Shin mengelusnya lalu menatap Aewol. "Kupikir ini cocok untukmu. Ini milik ibuku. Kamu bisa tata rambutmu tidak?" Aewol menggeleng sambil terus mengunyah. Kedua pipinya menggembung seperti tikus. Shin tertawa. "Sini." Ia berlutut di belakang Aewol dan menggulung rambut Aewol yang panjang.
"Wah.. rambutmu halus sekali. Seperti sutra. Wangi pula.." gumam Shin. Ia melihat tengkuk Aewol yang halus dan pucat. Menyadari tatapannya, Shin kelabakan lagi dan segera kembali ke tempat duduknya setelah menata rambut Aewol. Ia memandanginya. Wah, gadis ini akan tumbuh menjadi seseorang yang sangat cantik. Mungkin yang paling cantik di seluruh desa. Shin sedikt lega karena Aewol tidak bisa keluar ke desa. Sehingga ia akan menjadi satu-satunya yang bisa mengagumi kecantikan Aewol. Shin tersenyum.
Melihat senyum Shin, Aewol memiringkan wajahnya bingung. "Aku terlihat aneh?" "Tidak. Malahan can-" Wajah Shin memerah lagi. "Pokoknya kamu terlihat baik-baik saja!" Aewol hanya fokus makan dan Shin memandanginya. Ya, ini hanya rasa peduli karena Aewol ditelantarkan.
Keesokan harinya lagi, Shin datang membawa selimut dan bantal. "Pasti tidak nyaman tidur di tanah yang keras ini." Itu adalah pertama kalinya Aewol merasa sangat nyaman saat berbaring di atas tumpukan kain yang disebut selimut itu. Aewol hampir terlihat normal saat ia dalam mode api. Karena rambutnya yang hitam dan ditusuk hiasan rambut. Pakaiannya pun sudah lebih pas dengan ukuran tubuhnya. Shin merasa seperti melihat seorang manusia dan bukan siluman.
Shin hampir setiap hari datang ke gua tempat tinggal Aewol. Setiap kali datang ia selalu membawa hal baru. Entah itu lukisan, hiasan rambut, makanan, atau pakaian. Berkat Shin, Aewol selalu menantikan saat matahari terbit. Ia sudah lupa hari-hari kesepian menunggu ibunya kembali. Shin selalu datang membawa cerita dari desa tempatnya tinggal yang membuat Aewol sangat penasaran dengan tempat Shin berasal. Saat Shin cerita, matanya yang awalnya sekusam batubara berubah menjadi seindah langit malam. Aewol bisa merasakan begitu banyak warna dalam kehidupannya yang awalnya serba putih.
Dari Shin, Aewol tahu bahwa manusia sangat lemah tapi pekerja keras. Mereka lemah dan tahu bahwa mereka perlu bekerja keras menutupi kelemahan mereka. Shin punya tujuh adik. Lima di antaranya perempuan dan Shin harus mengurus semuanya. Ibu Shin meninggal karena sakit yang tidak diketahui dan ayahnya sangat tegas padanya. Tidak jarang pula memukulnya sebagai hukuman. Shin bekerja membantu ayahnya di ladang saat musim semi. Lalu musim gugur memanen yang sudah ditanam. Sekalian mengumpulkan makanan untuk bertahan di musim dingin. Tapi di musim dingin pun mereka tidak berhenti bekerja. Shin harus mengumpulkan sayuran hutan dan tanaman obat yang masih bertahan di cuaca dingin. Lalu menjualnya ke toko-toko obat.
Semua pakaian dan selimut yang dikenakan Aewol dijahit oleh adik keduanya yang perempuan. Aewol juga tahu bahwa manusia berumur sangat pendek. Tidak banyak yang bahkan hidup hingga 100 tahun. Seingat Aewol, ibunya pernah bilang bahwa klan ayahnya dapat hidup hingga ribuan tahun sedangkan ibunya adalah makhluk abadi yang tidak bisa mati.
"Jadi.. waktu kita bersama tidak banyak?" tanya Aewol. Tiba-tiba ia merasakan sebuah rasa nyeri yang aneh di dadanya. Ini adalah rasa nyeri yang sama saat ia menyadari ia ditelantarkan ibunya. Shin memandangi Aewol. Benar. Jika ia mati, Aewol masih tetap hidup hingga entah kapan karena Aewol bukan manusia. Shin menggenggam tangan Aewol. "Aku pernah bertanya pada seseorang. Dia hebat dan katanya bisa melihat masa depan. Dia bilang, manusia memang hanya hidup paling lama seratus tahun, tapi setelah kematian akan ada kehidupan baru. Artinya, ada kemungkinan aku terlahir kembali. Jika aku terlahir kembali.." Shin menatap mata Aewol yang dingin dan tanpa emosi, benar-benar seperti mata ular. Shin menggenggam tangan Aewol. "Aku akan menemukanmu lagi."
Aewol bingung. Bagaimana caranya? Bagaimana supaya mereka dapat bertemu kembali setelah dipisahkan kematian? Meski masih muda, Aewol paham bahwa kematian adalah hal yang kejam. Ayahnya pun direnggut dari mereka oleh kematian. Meski ibunya menolak mengatakan apapun, Aewol sadar bahwa ayahnya telah mati. Selama begitu lama waktu yang ia lalui bersama ibunya, tidak pernah ayahnya menemukan ibunya ataupun dirinya lagi. Mereka tidak pernah bersatu lagi. Aewol menyentakkan tangan Shin dengan kasar. Tiba-tiba dia merasa marah. Shin berbohong. Shin hanya omong kosong. Shin memberinya janji palsu.
"Kamu tidak akan bisa menemukanku lagi. Apa kamu masih akan mengingatku saat terlahir kembali? Kau berbohong." Shin terkejut. Aewol yang selama ini lembut dan tenang tiba-tiba marah seperti ini. "Iya- aku tahu. Tapi, tapi aku akan tetap menemukanmu. Bagaimanapun caranya."
Aewol memalingkan wajah. Shin menunduk. Dia pun tahu itu hanya keinginan belaka. Tidak ada yang tahu kapan manusia mati atau bahkan apa bisa ia terlahir kembali. "Aku pulang dulu.."
Saat Shin meninggalkan Aewol sendirian, kehampaan dan kesepian menyeruak ke permukaan. Seperti danau yang awalnya tenang lalu dilempari batu. Riak-riak air itu tidak mau berhenti. Hati Aewol berdenyut sakit membayangkan tidak pernah bertemu Shin lagi atau Shin melupakannya. Aewol tidak mau itu terjadi. Shin tidak boleh mati. Shin tidak boleh meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fire Serpent
FantasyPada musim dingin, mereka jatuh cinta. Pada musim semi, mereka menikah. Pada musim panas, mereka berpisah. Pada musim gugur, apa mereka bisa kembali bersama? Sebuah kisah melawan takdir. Anak yang tidak diberkati Langit dan ditolak klan-nya, apakah...