Chapter One: "The Fateful Encounter"

11 3 0
                                    

Di malam musim dingin, salju turun dari langit yang begitu gelapnya hingga rasanya sangat aneh melihat benda seputih itu turun dari tempat segelap langit malam.
"Ah.. aku tidak suka musim dingin." Seorang gadis kecil mengulurkan tangannya dan merasakan titik-titik dingin jatuh ke tangannya yang warnanya hampir serupa. Sekilas orang tidak akan bisa membedakan warna salju dan warna kulit tangannya.

Wajah gadis itu juga sangat pucat, tapi warnanya agak keperakan dan terlihat licin seperti ular. Rambutnya panjang, berwarna senada. Dia seperti bunglon yang sedang berkamuflase dengan keadaan sekitarnya yang serba putih tertutup salju. Aneh, memang, karena dia hanya seorang anak kecil yang terlihat seperti baru berumur sepuluh tahun.

Ia memeluk tubuhnya, yang tertutup pakaian kebesaran. Membenamkan wajahnya pada kain sutra yang halus.
"Ibu mana..?"

Srak sruk.

Gadis itu mendongak, mendengar suara yang sangat asing dan kontras dengan keadaan saat ini.

Srak sruk. Lagi.

Gadis itu menajamkan pendengarannya dan melihat ke seluruh penjuru tempat yang bisa dijangkau dengan penglihatannya. Matanya yang berwarna biru terang bagai es itu perlahan berubah jadi warna kuning keemasan. Dari jauh ia bisa melihat seorang anak kecil, yang dengan lemah berlari-lari menembus rimbun semak dan pepohonan yang lebat. Hutan ini hampir-hampir tidak terjamah oleh manusia karena begitu lebatnya. Aneh sekali setelah sekian lama melihat seorang anak kecil, apalagi di tengah badai salju seperti ini.

Gadis itu bisa melihat bayangan dalam kepalanya bahwa anak itu terlihat seumuran dengannya. Tidak merasakan energi berbahaya apapun dari anak itu, si gadis beramput perak itu akhirnya beranjak dari guanya yang nyaman dan berjalan, mendekati anak itu. Saat ia sampai, anak itu tengah meringkuk seperti trenggiling. Kedinginan dan penuh luka.

Gadis itu mendengus pelan, lalu akhirnya menyeret anak itu dengan satu tangan kembali ke guanya. Sebenarnya dia bisa saja membawanya dengan gampang jika berubah jadi wujud jelmaannya tapi saat ini ia terlalu lapar dan lemah untuk berubah. Gadis itu menyandarkannya di dinding gua yang dingin. Wajah anak itu tidak kalah pucatnya dengan dirinya dan gemetaran.

Gadis itu kebingungan. Setelah beberapa saat menunggu pun, anak itu tidak membuka matanya. Rambutnya hitam legam. Lalu gadis itu teringat ibunya. "Dia mirip ibu.." gumamnya. Ia jadi teringat alasan kenapa dia menunggu sendirian di dalam gua. Ibunya bilang ia pergi mencari makanan untuknya, tapi entah sudah berapa malam ia lalui sendirian. Ibunya tak kunjung kembali hingga ia tidak ingat lagi sudah berapa lama.

"Di-dingin.." ucap anak itu. Giginya gemeletuk. Dingin? Gadis itu tidak merasakan apapun. Telanjang pun dia tidak akan kedinginan. Tapi anak ini kedinginan. Ia kebingungan. Apa yang harus ia lakukan? Ah. Benar. Kata ibu, api berguna menghangatkan manusia. Gadis itu mengeluarkan api dari tangannya lalu mendekatkannya ke wajah anak itu hingga menyentuh kulitnya. Lalu anak lelaki itu terbangun dan terbelalak sambil berteriak, "AH PANAS! PANAS!" Gadis itu semakin bingung. Tadi dingin, sekarang panas. Ia memadamkan api yang terbentuk dari energi mana dirinya.

Anak lelaki itu melotot melihat gadis itu. "S-si-siapa kau?!" teriaknya. "Aku dimana?!" Ia melihat kesana kemari seperti monyet kebingungan. "Pft-" Gadis itu tertawa. "Si-siapa kau?! Kenapa rambutmu dan matamu begitu..?!" teriaknya sambil mundur pelan-pelan dengan waspada. "Kenapa kamu kedinginan? Bukankah kamu seperti ibu? Ibu tidak pernah kedinginan. Dia bisa menggunakan api sesukanya."

Anak lelaki itu semakin bingung. Lalu ia menunjuk si gadis tepat di muka. "Kamu penunggu gunung ya? Kata ibu gunung ini ada penunggunya." Gadis itu mengerjap. Baru kali ini dia disebut penunggu gunung. Ia menggeleng. "Bukan."

"Lalu kau apa?!" desak anak lelaki itu lagi. "Ayahku ular air dan ibuku dewi api. Ibu punya rambut hitam sepertimu. Apa kau yakin kau bukan dari klan dewa api?" tanya gadis itu kebingungan. Ibunya tidak pernah benar-benar menjelaskan apapun padanya, selain identitas ayahnya yang belum pernah ia temui sejak lahir sama sekali.

The Fire SerpentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang