Chapter Seven: "Destined to Meet"

6 2 0
                                    

Gyeol mengemas buku-bukunya dan beberapa makanan ringan lalu bergegas menaiki tandu. Ia ingin sekali pergi sendiri tanpa disadari siapapun tapi ia tidak ingin membuat masalah saat sedang berlibur begini. Myung, pelayan pribadinya, juga senantiasa mengikutinya kemanapun. Tidak butuh waktu lama sampai tandu itu berhenti di pinggir jalan setapak yang menanjak naik. Gyeol turun lalu menyuruh mereka pulang dan kembali sebelum hari gelap. Myung sempat protes, bersikeras lebih baik para pembawa tandu menunggui tuannya, tapi Gyeol tidak mau membuang waktu mereka. Akhirnya setelah bertarung kepala siapa yang lebih keras, akhirnya Gyeol menang. Dengan riang ia berjalan menelusuri jalan setapak kecil yang hanya bisa dilalui satu orang itu. Mereka berjalan cukup lama, matahari sudah tinggi. Napas Gyeol mulai terengah dan keringatnya bercucuran. Myung di belakangnya masih santai saja, tapi sama berkeringatnya. Perjalanan menaiki gunung menuju kuil memang sedikit terlalu berat untuk Gyeol yang fisiknya lemah.

Gyeol duduk di bawah sebuah pohon untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanannya. Saat membuka botol air, sayup-sayup ia mendengar cicip burung. Ia melihat ke sekitar dan menemukan anak burung berwarna abu-abu, tak jauh darinya. Gyeol mendongak dan menduga anak burung itu jatuh dari sarangnya. Padahal dahan pohon itu cukup tinggi. Untungnya si anak burung terjatuh di atas semak-semak sehingga tidak mati. Seperti jalan cerita di novel-novel atau cerita bergambar, Gyeol, si tokoh utama pria yang baik hati memutuskan untuk mengembalikan anak burung itu ke sarangnya.

"Tuan, apa anda serius? Bagaimana kalau saya saja yang mengembalikan anak burung itu?" Gyeol terlihat ragu. Benar juga, mendaki saja ia sudah kelelahan, apa dia mampu memanjat pohon? Tapi sebenarnya sekali-sekali dia juga ingin memanjat pohon seperti pemuda sehat lainnya. "Tidak, Myung. Kau tunggu aku di bawah. Kurasa aku bisa melakukan ini." Myung menghela napas keras-keras dan menggelengkan kepala menghadapi tuannya yang sangat keras kepala. "Tapi bagaimana kalau anda terjatuh?" Gyeol meliriknya tajam. "Jangan kau kutuk aku begitu." "Astaga, itu bukan kutukan, tuan. Saya hanya mengutarakan kemungkinan-" Lagi-lagi Myung menciut diserang tatapan tajam tuannya. Gyeol memasukkan anak burung itu ke lengan bajunya, lalu mulai memanjat dengan pelan dan hati-hati.

Sampai di atas, ia terengah-engah seperti orang yang kena gangguan pernapasan. Bernapas saja susah. Seluruh tubuhnya gemetaran karena lelah dan pacuan adrenalin. Semilir angin dari atas dahan pohon membawa aroma manis musim semi. Gyeol menatap ke sekitar. Dari tempat setinggi ini, dunia terlihat jauh lebih indah. Rasanya hampir seperti ia berada di dunia yang lain. 'Apa ini yang selalu dilihat burung-burung ketika terbang di angkasa?' batinnya. Di sana ia melihat seekor ular tidur melingkar di dekat sarang. Gyeol terpana. Ia terpesona oleh kecantikan ular itu. Warnanya putih sempurna. Tak ada sedikitpun noda di sisiknya yang seputih salju. Gyeol jadi lupa alasan utamanya memanjat pohon.

Tiba-tiba ular itu membuka mata dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Gyeol semakin terkesima oleh indahnya sepasang mata biru yang dimiliki ular itu. Birunya sedingin es. Indah sekali. Permata dari Negeri Qing sekalipun tidak akan bisa mengalahkan keindahan warna matanya. Ular itu juga terlihat kaget dengan keberadaan Gyeol. Ia menjauh. "Jangan pergi-" tahan Gyeol yang berusaha mengulurkan tangannya untuk menyentuh ular itu. Di saat itulah Gyeol kehilangan keseimbangannya dan terjatuh.

'A-aku akan jatuh-!' Gyeol memejamkan matanya. Anehnya, waktu seakan berhenti. Ia tidak terjatuh, tapi lengannya ditarik seseorang dari atas. Apa Myung berhasil menangkapnya? Saat ia membuka mata, ia melihat seseorang. Seseorang yang selama ini ia nanti-nantikan. Rambut putih keperakan yang panjang sekali, berkibar dibawa semilir angin. Sepasang mata biru es yang kedalamannya mengunci mata kelabu milik Gyeol. Siapakah gadis ini? Apa dia penunggu gunung? Ternyata gadis inilah yang menarik Gyeol agar tidak jatuh. Jantung Gyeol berdebar-debar dengan kencang seperti genderang perang. Seperti sebuah rasa kerinduan yang selama ini terkunci dalam hatinya, menyeruak keluar bagai panci mendidih. Ia seperti telah lama mencari sosoknya, tapi ia tidak mengenalnya.

The Fire SerpentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang