Chapter Four: "Death"

6 3 0
                                    

Aewol menunggu Shin. Entah kenapa Shin datang lebih terlambat dari biasanya. Bahkan hingga matahari terbenam pun, Shin tidak muncul juga. Aewol terus menanti. Dia membulatkan tekad, ketika matahari terbit lagi, dia akan turun ke desa lewat jalan yang diberitahu Shin dan mencarinya.

Malam itu terasa sangat panjang untuk dilalui. Satu hari saja tanpa Shin setara dengan satu tahun yang ia lalui sendirian. Waktu berjalan lebih lambat dan rasa takutnya bertambah besar di setiap menitnya. Aewol menutup matanya lalu berlari turun ketika matahari terbit. Saat ia sampai di desa, ia bertanya pada orang pertama yang ia temui. "Pe-permisi. Apa kau kenal Shin?" Orang itu terlihat tidak nyaman. "Aku tidak tahu!" Lalu pergi dengan terburu-buru. Aewol merasa aneh. Ternyata tidak semua orang seramah dan sebaik Shin. Ia terus bertanya tapi hampir semua reaksinya sama. Semuanya terlihat tidak nyaman dan menghindar ketika ditanya.

Aewol berlari hingga menemui seorang gadis kecil. "Permisi, apa kau kenal Shin?!" Gadis kecil itu dengan mata sembap melihat Aewol. "Shin? Kau kenal juga? Apa dia temanmu? Shin- Shin akan segera dihukum oleh Tuan Jang!" Aewol seperti menelan rasa pahit dalam tenggorokannya. "Di-dimana Shin berada sekarang?" Gadis itu kembali meneteskan air mata lalu menunjuk ke arah rumah yang paling besar dan bagus di sana. Aewol berlari ke sana dan menembus kerumunan orang-orang.

"Anak ini, Shin, telah berani mencuri dari rumah Tuan Jang dan bahkan kemarin dia berusaha menyerang anak perempuan Tuan Jang. Dia akan dieksekusi!" Aewol belum pernah melihat Shin seperti itu. Sekujur tubuhnya lebam dan luka-luka. Bahkan wajahnya bengkak hingga tak dapat dikenal lagi. Orang-orang yang menonton berbisik-bisik.

"Astaga, berani sekali dia mencuri dari si Jang."
"Ya ampun ckck padahal masih muda."
"Dulu dia anak yang baik, kenapa bisa sampai begini?"

Shin meludahi wajah orang yang menahannya. "Persetan dengan kalian! Kau menikmati kekayaan saat rakyat sengsara, tapi saat kami mencuri sedikit kau langsung memotong tangan kami! Sekarang, karena kau tak suka padaku, kau mau membunuhku dengan alasan bodoh itu?!"

"Apa? Dasar bocah sial! Tak usah buang waktu lagi, segera bunuh dia!" perintah orang yang bernama Tuan Jang itu. Aewol panik. "Ku-kumohon. Siapapun, tolong dia-" ia memelas. Tapi semua orang yang menonton hanya mengalihkan pandangan dalam ketidakpedulian yang busuk. Belum pernah Aewol merasa sejijik ini dengan manusia. Ia berlari ke arah Shin tapi ditahan oleh para penjaga bertubuh kekar.

"Shin!!!!" teriak Aewol.

Shin terbelalak melihat Aewol. Astaga, kenapa dia di sini?! Pergi sana, dasar bodoh! Batinnya. Tuan Jang melihat Aewol. "Oh? Apa kau teman pencuri kecil ini?" Aewol mengabaikannya dan hanya meronta berusaha membebaskan diri. Dia bisa saja dengan mudah membebaskan diri tapi Shin selalu berkali-kali mengingatkannya agar jangan sampai jati dirinya terungkap apapun alasannya.

Tuan Jang menarik dagu Aewol. "Hm? Kamu lumayan juga. Apa kau buta? Atau pura-pura buta? Ayo kita lihat apa yang ada di balik penutup ini." Ia ingin menarik penutup mata Aewol ketika Shin tiba-tiba berteriak sambil meronta, "Lepaskan dia, babi brengsek!"

Tuan Jang memandang Shin sambil tersenyum licik. "Mungkin aku akan mengambil temanmu ini sebagai balasan dari semua barang yang telah kau curi selama ini." Shin terus meronta dan ketika ia lepas dari cengkeraman si algojo ia berlari kencang ke arah mereka. Tuan Jang panik dan langsung bersembunyi di balik penjaganya. Penjaganya menghunuskan pedang ke perut Shin.

"Ugh-!"

Aewol tertegun. "SHIN!!!!!!!!!!!!!!!!!!" Ia berteriak begitu kencang dan meronta hingga penutup matanya lepas. Itu adalah pemandangan yang takkan pernah Tuan Jang lupakan. Rambut Aewol memutih dalam sekejap dan matanya menjadi biru. Tiba-tiba hujan turun rintik-rintik dan perlahan menjadi deras. Petir menyambar dengan ganas hingga mengenai rumah-rumah penduduk yang langsung terbakar. Semua orang panik. Angin bertiup sangat kencang. Aewol memeluk Shin yang sekarat sambil memandangi Tuan Jang dengan tatapan yang lebih tajam dari pedang manapun.

Rumah Tuan Jang tiba-tiba terbakar dan apinya tidak bisa padam seberapa keras pun mereka memadamkannya. Mata Aewol bersinar-sinar keemasan. "MATILAH KALIAN SEMUA!" Tiba-tiba air sungai meluap dan seluruh desa tersapu dan terendam air sungai dalam sekejap. Tak ada yang selamat.

Aewol dalam wujud ular air yang sangat besar membawa Shin yang sekarat ke guanya di gunung. Saat sampai gua, Aewol terus memeluk Shin.

"Shin!" Aewol terus menangis. Air matanya tidak mau berhenti mengalir. Shin tersenyum lemah. Ia bahkan tidak mampu berbicara lagi. Saat ia berusaha mengatakan sesuatu, ia justru batuk dan muntah darah. Aewol tidak tahu.

"Shin, jangan mati. Hiks, katakan padaku bagaimana aku bisa menolongmu. Kumohon.." ucapnya dengan putus asa. Shin dengan pelan mengelus pipi Aewol yang dingin dan basah oleh air mata. "A-aku.. uhuk- akan.. mencari.." tangannya terjatuh. "...mu." Tanpa perlu diajari pun Aewol tahu Shin telah mati. Shin mati dan meninggalkannya selamanya.

Aewol terus menangis dan menangis hingga begitu lama, hingga matahari terbenam dan terbit lagi dan terbenam lagi. Aewol terus menangis dan memeluk tubuh Shin yang kaku dan dingin hingga ia begitu lemah dan terjatuh lalu berubah menjadi sesosok ular putih kecil yang ukurannya tidak berbeda dengan ular lainnya.

"Ah.. rasanya aku mau begini saja.. sampai kita bertemu lagi. Jika aku tidur, aku tidak akan sadar dan menghitung berapa banyak malam kesepian yang perlu kulalui tanpamu.. Shin. Aku akan menunggumu.. pasti."

Mata Aewol terpejam.

The Fire SerpentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang