3. Kesal

165 108 13
                                    

                     Happy Reading 💜  

"Ayo, kak, kita pergi," ajak Satria sambil menarik tangan Lisa.

"Lepasin tangan gue! Lo ngapain sih belain gue?" tanya Lisa.

"Saya gak suka ada orang yang seenaknya," jawan Satria. "Nih, sandwich  buat kakak."

"Gak. Gue gak butuh," ucap Lisa. Lisa hendak pergi namun tangannya di cekal oleh Satria.

"Kakak tadi udah di hukum gara-gara telat, di rumah pasti gak sarapan, kalau sekarang gak makan kakak mau sakit?" ucap Satria dengan nada dingin.0

"Apa peduli lo kalau gue sakit?"

"Saya peduli, saya gak mau liat kakak sakit lagi."

"Lagi? Kapan lo pernah liat gue sakit? Ketemu aja baru sekarang."

Satria tak menjawab ia hanya menampilkan senyum smirk  nya.

"Kak, mau kemana?" Satria kembali menyekal tangan Lisa saat Lisa hendak pergi.

"Bukan urusan lo."

"Urusan saya. Kalau kakak sampai kenapa-kenapa itu bakal jadi urusan saya."

"Lo tuh geje tau gak? Gue heran kenapa cewek-cewek suka sama lo padahal lo anak baru," ucap Lisa dengan nada marah bercampur kesal sambil memandang Satria dengan pandangan benci. "Satu lagi, gue tegasin sama lo, gue gak ada urusan sama lo. Lepasin tangan gue."

"Saya bakal lepasin tangan kakak kalau kakak mau terima sandwich ini."

"Ya udah mana siniin," Lisa mengambil sandwich yang ada di tangan Satria. "Nih, dah kan? Lepasin." Lisa memperhatikan bahwa sandwich nya sudah berada di tangannya. Satria pun melepas tangan Lisa dan Lisa segera pergi meninggalkan Satria. "Sandwich nya dimakan, kak," teriak Satria.

"Bawel," jawab Lisa.

Dih, Kak Lisa, ganjen ya deketin Satria.

Satria mau-maunya sama si Lisa.

Ngapain Satria perhatian banget sama  kak Lisa.

Lisa pasti ngapa-ngapain Satria sampe Satria perhatian banget.

Bitch mah gitu ya.

Dan masih banyak lagi ocehan orang-orang pada Lisa. Lisa sudah kebal dengan semua ini. Dari SD tidak ada orang yang peduli padanya, semua teman-temannya menjauhi Lisa. Di SMA Lisa bersyukur ia mempunyai sahabat yang selalu berada di sisinya yaitu Tari. Sayangnya sekarang dia tidak masuk sekolah karena ada acara keluarga.

Lisa berjalan menuju rooftop sekolah. Disinilah di rooftop sekolah ia biasa menenangkan diri karena disini tempatnya sepi.

"Ya Allah. Buat apa Lisa di lahirin kalau cuma buat disakiti?"  tak terasa air mata pun mengalir di pipinya. Sekuat-kuatnya Lisa, tetap saja ia seorang manusia biasa yang mempunyai perasaan.

"Ya Allah. Kenapa Lisa selalu disakiti, Lisa cape. Kenapa Lisa gak meninggal aja?" Lisa merasa lapar lalu ia melihat sandwich yang di berikan Satria. "Apa gue harus makan sandwich ini ya? Gue juga tadi belum sarapan," gumamanya.  "Bodo ahh makan aja, orang tu anak ngasih ke gue." Lisa segera memakan sandwich nya dengan lahap dan langsung minum. "Alhamdulillah ya Allah, Lisa masih bisa makan. Maaf ya Allah kalau Lisa suka banyak ngeluh," ucapnya. Dan tak lama ia tertidur di rooftop.

****

Lisa terbangun dari tidurnya dan melihat jam di tangannya, "Buset jam 1, gue ketiduran," ucapnya. Ia segera menuju ke kelasnya. Ia lihat kelasnya sedang belajar, percuma saja Lisa masuk toh pada akhirnya Lisa tak di izinkan masuk.

Lisa turun tangga menuju lapang sekolah. Ia bermain main dengan bola basket. Sudah beberapa kali Lisa nge shoot bola masuk ke ring. Lisa memang pandai dalam bermain bola basket, tak hanya basket Lisa pandai dalam bola voli, berenang, dan taekwondo.

Jika Lisa merasa marah atau kesal ia biasanya melampiaskan lewat olahraga seperti saat ini.

"Lalisa Ameira Putri Davidson." Terdengar suara bariton dari ujung lorong.

Lisa pun segera menoleh dan mendapati Pak Yayat sedang menunjuknya. Bersiaplah Lisa. Batinnya.

"Ngapain kamu disitu? Kenapa gak belajar?"

"Bukan urusan bapak."

"Kamu itu gak ada sopan-sopannya sama guru."

"Bapak mau hukum saya, pasti kan? Ya udah hukumannya apa? Di skors, bersihin lorong sekolah? ruang lab atau apa? Kalau bapak buat surat panggilan lagi percuma pak, orang tua saya gak bakal dateng."

"Kamu itu beber-bener bikin bapak naik darah."

"Bapak hukum skors sampe orang tua kamu mau Dateng ke sekolah."

"What!? Pak??"
Pak Yayat pun pergi begitu saja meninggalkan Lisa.

Jika di skors berati ia akan terus di rumah. Rumah hh. Batin Lisa.
Hati Lisa begitu sakit jika harus bersangkutan dengan rumah. Setiap hari Lisa selalu menyaksikan ayahnya membawa jalang ke rumah, jika Lisa mengusiknya Lisa pasti di siksa abis-abisan.

Sekarang sudah waktu pulang sekolah. Lisa termenung sendiri di halte sekolah. Bagaimana cara memberikan surat panggilan ini kepada orang tuanya. Lisa tak mau jika harus Bi Ela yang dateng. Bukan malu, Lisa hanya ingin orang tuanya peduli padanya.

****

Safira berlalri menghampiri Satria ke parkiran, "Satria," panggil Safira.

"Apa?" jawabnya.

"Boleh nebeng gak? Gue gak ada temen mau pulang, uang gue tadi ilang jadi gak bisa naik ojol," ucap Safira.

Satria menghela nafas gusar, ia malas jika harus bersama Safira. Satria niatnya ingin mencari keberadaan Lisa. Karena tadi Satria liat Lisa seperti sedang sedih.

"Satria, woy ngelamun terus, mau anterin gak? Kalau gak mau gak papa deh gue bisa jalan sendiri," ucap Safira.

"Naik," ucap Satria. Ia tak ingin nantinya jika Safira kenapa-kenapa malah Satria yang disalahkan karena tidak mengantarnya.

Dalam hati Safira ia sangat senang karena sukses mengajak Satria untuk mengantarnya pulang ke rumah. Safira memang tak kehilangan uang, itu hanya alibinya saja.

Satria dan Safira naik motor berdua keluar gerbang sekolah melewati halte. Lisa tak sengaja melihat Satria naik motor, "Itu kan si murid baru yang dingin tapi ngeselin," ucap Lisa "Emang cowok semua sama aja. Tadi aja perhatian ke gue ngasih makanan, sekarang sama cewek lain. Dasar buaya darat," maki Lisa.

 Huhuu. Cape aku ngetiknya. Krisar nya dong. Seru ga sihh kira - kira cerita nya?
Dan jangan lupa Vote, Komen, dan Share.
Matur nuwun Yoo
Follow my ig: @itsnuripw26

Everything Is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang