WINASTYA 🍂 5

53 11 29
                                    

Selamat membaca💛

.
.
.

Setelah kedatangan kedua mobil beda pemilik itu, Wina menghela napas panjang. Kepalanya mulai berdenyut. Kenapa tiba-tiba saja ada dua cowok yang merecoki hidupnya?

Sementara kedua cowok itu saling berpandangan bingung.

"Eh, Vin, ngapain lo disini?" Tanya Senja. Ia bingung mendapati rivalnya itu ada di depan rumah Wina, gadis incarannya mulai semalam.

"Gak ada urusannya sama lo!" Vino melengos, berjalan ke arah Wina. Meninggalkan Senja yang mengepalkan tangan dengan gigi bergemeletuk menahan amarah.

"Oh, pengen saingan lagi sama gue. Oke gue ladenin lo Vin!" Senja mengikuti langkah Vino menyusul ke arah Wina.

Wina yang melihat kedua cowok itu semakin mendekat lantas cepat-cepat memasang helm dan naik ke motor gojek pesanannya.

"Pak buru jalan!" Wina menepuk pelan lengan pak gojek tersebut agar meninggalkan halaman rumahnya.

"Oke neng. Berangkat." Motor tersebut melaju dengan kecepatan sedang, meninggalkan halaman rumah serta kedua pemuda yang hanya memandang Wina dengan pandangan yang sulit diartikan. Yang satu memandang bingung dan yang satu memandang sambil menyeringai pelan.

.
.
.

Motor tersebut sampai dengan selamat di depan gerbang SMA Rembulan Harapan. Wina segera turun dari atas motor, melepaskan helm dari kepalanya dan memberi ongkos ke pak gojek.

Setelah membayar ongkos gojek, Wina bergegas ke kelas. Tak ingin bertemu dengan kedua lelaki yang berbeda kepribadian, yang dari kemarin mengganggu hidupnya.

Berjalan di koridor, Wina mendapati banyak siswa yang menatapnya dengan sinis, dan ada juga yang menatapnya kasihan. Pemandangan seperti itu sudah tentu menjadi makanan sehari-hari Wina semenjak ia bersekolah di SREMHAR.

Wina menghiraukan tatapan demi tatapan yang dilayangkan oleh siswa yang lain. Tujuannya hanya dua, cepat sampai ke kelas dan membaca novel yang kemarin ia pinjam dari perpustakaan.

Tak berselang lama bel berbunyi dengan keras. Disertai dengan banyaknya siswa yang hilir mudik untuk sampai ke kelas mereka masing-masing.

Wina mengeluarkan buku dari dalam tasnya dan juga sebuah pulpen. Tak lama bu Siska, guru yang mengampu mata pelajar sejarah, memasuki kelas dengan bunyi sepatu haknya yang bergema dengan keras. Menunjukkan betapa menakutkannya guru yang sedang membawa buku serta penggaris kayu yang panjang.

Wina mendengarkan dengan seksama penjelasan guru yang sedang menulis di papan tulis yang masih setia memegang penggaris kayu itu.

Setelah satu setengah jam mendengar penjelasan bu Siska tentang sejarah, semua siswa di dalam kelas bernapas dengan lega. Dan dibarengi dengan bunyi bel tanda istirahat.

Wina tentu saja akan pergi ke belakang sekolah, duduk di kursi dekat dengan pohon kesayangannya. Tempat yang sudah pasti jauh dari suara berisik dan tentunya sejuk.

Tak lupa ditemani dengan novel, bekal yang sudah gadis itu siapkan dari rumah, dan sebotol air minum.

Wina mulai melangkahkan kakinya dengan ringan. Tak sedikit yang menyenggol bahu gadis itu, meskipun Wina sudah menyingkir. Agar akses siswa lain lebih luas untuk berjalan.

Setelah sampai di belakang sekolah, Wina mendudukkan dirinya dengan nyaman.

Pertama-tama yang akan Wina lakukan adalah memakan bekal buatannya sendiri hingga tandas. Lalu dilanjutkan dengan membaca novel hingga bel tanda pelajaran selanjutnya akan dimulai.

Namun niat hanya tinggal niat. Hingga datang sesosok manusia menyebalkan namun sayangnya tampan. Mengganggu acara membaca novelnya.

Untung gadis itu sudah memakan bekalnya dengan tenang. Kalau tidak mungkin selera makannya akan hilang.

"Dulu katanya ada yang abis meninggal bunuh diri di sini loh. Makanya sepi," itu kalimat pertama yang diucapkan oleh sosok cowok tampan yang dengan seenak jidat duduk di samping Wina. "Lo gak takut apa?" Lanjut cowok itu menakut-nakuti Wina.

"Gue malah lebih takut ketemu lo dari pada hantu." Sarkas Wina.

"Takut jatuh cinta ke gue? Itu sih wajar, karena banyak yang ngejar-ngejar gue biar jadi pacar mereka." Senja tak tersinggung dengan kata-kata Wina. Malah cowok itu semakin narsis saja.

"Gak jelas banget sih lo jadi cowok. Narsisnya udah overload!" Wina sudah ingin beranjak dari duduknya, dan ingin bergegas pergi dari samping Senja ke kelas.

Namun Senja menarik tangan gadis itu dan kembali membuat Wina duduk ke bangku, namun sekarang lebih dekat dengan Senja. Kepala cowok itu sengaja di dekatkan kearah Wina.

"Jangan pergi dong," Senja memandang Wina dengan mata menghunus tajam memandang kedua mata Wina. "Gue capek-capek nyari lo ampe kesini, dan dengan mudahnya lo pengen pergi!"

"Yang nyuruh lo nyari gue tuh siapa? Gak ada kan!" Wina membalas tatapan Senja dengan tatapan datarnya. Tak sedikit pun mencoba memundurkan kepalanya. Jika ia memundurkan kepalanya sudah pasti cowok itu akan tau jika sekarang Wina takut.

"Bel bentar lagi. Gue pergi!"

Wina benar-benar meninggalkan Senja yang masih terdiam di bangku.

"Susah amat sih ditaklukin. Bener yang dibilang sama yang lain." Senja mulai menyusun strategi agar Wina menyukainya.

Sedangkan Wina mendumel di dalam hati. "Kemaren aja sok-sokan cuek, sok-sokan misterius. Sekarang kayak ikan kepalanya minta dipenggal."

Wina lebih baik cepat-cepat pergi dari sana dan kembali ke kelas. Daripada memikirkan manusia jejadian seperti Senja. Bikin kepala makin pusing saja.

.
.
.

To be continue...

WINASTYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang