Chapter 1.0 : Our Faith

2 1 0
                                    


Edna masih setia pada posisi duduknya dikasur, maniknya tak henti menatap pintu kamar yang terbuka. Matahari telah terik di atas kepala, siang telah menyapa namun sang adik tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya. Langkah beratnya ia paksa mendekati pintu, dihintipnya tiga orang dewasa di ruang tengah. Mereka membicarakan dirinya dan sang adik, Marilyn, Robby dan orang lain itu.

Robby mempersilahkan Charlotte melihat keadaan putri-putrinya, "Edna, kenapa kau hanya sendiri?" yang ditanya hanya menunduk dengan wajah sendu, beberapa detik mendiamkan sang ayah ia kemudian bergumam "Emma pergi meninggalkanku, ia lebih suka kawah bunga" Charlotte menghampiri gadis kurus itu, ia usap surai kasar Edna pelan, "kasian sekali dirimu, dipaksa untuk ada. Seharusnya kau tak ada" mendengar ucapan sang tamu membuat Marilyn sontak menatap tajam pada Charlotte.

Bukannya mengelak atau memberi tatapan tajam serupa sang ibu, Edna lebih memilih memeluk lutut dan menyembunyikan wajahnya. "itu tak benar, Charlotte. Emma lah yang seharusnya__" tatapan Robby membuat Marilyn bungkam, tak melanjutkan kalimatnya. "karena gadis ini lahir lebih dulu? Begitukah menurutmu, Marilyn?" wanita yang ditanya hanya menatap datar lantai kamar putri-putrinya. Charlotte tak melanjutkan kalimat rancunya, ia ambil langkah kembali ke ruang tengah "Oh, ada kau ternyata" nenek itu bergidik kala mendapati wajah Emma di ambang pintu kamar.

Emma maju dengan langkah berat, dihampirinya sang kakak yang tertunduk seperti menahan sesak di dadanya. "Edna, katakan padaku apa mereka menyakitimu?" yang ditanya masih setia pada posisinya. Robby dan Marilyn mengambil posisi duduk disamping kanan kiri Edna sedangkan Charlotte masih di ambang pintu berdiri mengarah keluarga kecil itu. "mengapa bisa Mark bertahan di tempat seperti ini dengan orang-orang sakit seperti ini?" hanya Edna yang tak menoleh pada sumber suara itu.

Robby menahan lengan Emma yang hampir mendekat ke ambang pintu lagi "Charlotte, sudah kubilang jangan membahas keponakanku itu didepan anak-anak gadis ku" yang diminta hanya memberi seringaian "keponakanmu? Tak akan sudi aku jika cucuku harus memiliki tali kekeluargaan bersama orang-orang seperti kalian" ucapan itu membuat Emma membatu. Gadis itu menoleh ke arah manik ayah meminta penjelasan 'siapa wanita tua ini?' namun sang ayah tak menggubris pergerakan itu, "Emma, duduklah sayang, ayah akan bicara dengan nenek Charlotte" raut Emma semakin bingung, ia mengelak permintaan sang ayah.

Charlotte mendekati Emma, mengikis jarak hingga berhadapan. "Robby, jadi ini yang kau bilang putri manismu yang didekati cucuku?" senyuman remeh Charlotte lempar cuma-cuma "lihat pakaian yang ia kenakan, seperti jalang" Robby mengambil langkah ditengah mereka "jaga ucapanmu, Charlotte" yang diminta masih pada posisinya "akan kupastikan Mark tak akan pernah menghubungimu lagi" Emma membenarkan tatapannya pada nenek itu, ia buka tutup kelopak matanya untuk memastikan kalimat yang barusan ia dengar. "beruntung cucuku itu tak pernah lagi mengirimimu surat, akan kupastikan ia benar-benar tak akan pernah menghubungimu." Ulangnya kini penuh penekanan.

Emma menundukkan pandangannya, kosong. Manik memerahnya menatap milik sang ayah di sampingnya, seolah meminta penjelasan bahwa yang dikatakan nenek didepannya ini tak benar. Robby meraih bahu lemas Emma kemudian mendudukkannya di samping Edna. Tak ada kata-kata keluar dari mulut kedua gadis itu, hingga "Emma, mereka bilang kau bisa bebas" bisik Edna, penghuni rumah yang lain dan juga tamu tak menggubris perkataan itu, mereka wajar saja dengan bahasa asing itu bahkan kini ketiganya ingin beranjak kembali ke ruang tengah untuk memberi waktu Emma dan Edna berdua saja.

Emma mematung setelah bisikan itu menghantap pendengarannya. Ia hanya menoleh tak percaya "bagaimana denganmu?" Edna mendongak dan membenarkan posisi duduknya menghadap Emma, diraihnya lengan lembut sang adik "aku adalah kunci pintu itu, kau akan keluar dari sini" Emma tetap membatu, tatapannya bertanya-tanya pada sang kakak "jika aku pergi kau akan bebas" lanjut Edna membuat sang adik menguatkan tautan jemari mereka.

You In Me, The Twin [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang