Kacau

18 1 0
                                    

Tentang kacau yang tumbuh bagai bunga,
aku bercerita.
Meski jiwaku terus memerintah;
Selalu berkata: nikmatilah.

Tapi nikmat apa?
Lihatlah dunia yang tiada!
Aku hanya melihat kacau;
Gelap dan kacau,

juga tawa jahat yang kini menjamur,
mengakar dan tumbuh subur.
Mereka menyamar, seolah penting.
Padahal mereka penyebab genting.

-

Di sisi lain:

Air mata habis, tinggal darah.
Ramah berubah jadi amarah.
Tak ada lagi senda gurau.
Semua hilang ditelan kacau.

Aku hanya melihat kacau!
Apa hanya aku?

-

Lucu.
Saling acuh?
Jelas jatuh!
Rapuh.

Padahal jika kita berhenti mabuk
dan sadar telah sok sibuk,
kacau mungkin saja terhenti!
Kalian pikir itu fantasi?

-

Maka dalam kacau yang lucu bagai bebek,
aku mengejek:

Kita sama-sama kacau.
Kenapa tak kacau sama-sama?

Kacau.

--Depok, Maret 2016

WanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang