Sahabat

1.7K 129 10
                                    

" Pokoknya kau harus tetap berkuliah di Bangkok!!" Tegas ayah Gulf pagi itu.

" Tidak!!! Aku bilang aku tidak mau!! Kenapa sih ayah terus memaksaku untuk berkuliah di Bangkok? Di sini juga banyak universitas bagus. Lagipula Phi Grace bisa berkuliah disini kenapa hanya aku yang harus kuliah di Bangkok?" Gulf tidak kalah kerasnya.

Ibu dan Grace, Kakak perempuan Gulf tidak bisa berbuat apa-apa. Gulf dan ayahnya punya watak yang sama. Mereka sama-sama keras kepala dan tidak ada yang bisa meluluhkannya.

" Kan aku sudah bilang berkali-kali, kau akan mewarisi usaha travel agentku yang berpusat di Bangkok, Gulf. Kau juga harus belajar banyak soal usahaku itu sejak dini, sebelum nanti aku menyerahkan sepenuhnya padamu."

" Kalau begitu Phi Grace saja yang mengambil alih usaha itu."

" Phi Grace akan mengurus hotel kita disini." Kali ini Ibunya ikut berbicara.

" Pokoknya aku tidak mau!" Gulf menarik tasnya yang ia letakkan di senderan kursi dan pergi meninggalkan meja makan tanpa menghabiskan sarapannya.

Tidak jauh dari meja makannya, ada sosok pria sebayanya yang sedari tadi berdiri dan mendengar semua pertengkaran itu.

" Ayo, Mew!" Gulf menarik pria itu untuk segera berangkat sekolah.

" Tapi aku belum pamit pada ibuku" Ucap Mew yang tidak bisa menolak tarikan tangan Gulf.

Gulf tidak mendengarkan ucapan Mew dan terus menarik Mew. Mew hanya mendengus pasrah.

Ibu Mew yang sedari tadi sibuk di dapur segera berlari keluar ketika menyadari anaknya ditarik oleh anak majikannya.

" Hati-hati Tuan Gulf, Mew" Ucap ibu Mew ketika sampai di depan mobil yang akan ditumpangi oleh Mew dan Gulf.

" Bu, aku pamit" Mew menghampiri ibunya setelah tarikan tangan Gulf terlepas darinya.

Kini Gulf ada dikursi pengemudi dan ia membuka kaca mobil " Mew, ayo cepat!" panggil Gulf dengan nada amarahnya.

Mew meringis dan segera berlari menuju kursi penumpang.

Sepanjang perjalanan Gulf masih terdiam dengan wajah marahnya. Mew menatap Gulf dengan ekor matanya. Mew sangat tahu watak Gulf, ketika sedang marah seperti ini dia sebaiknya didiamkan. Diajak bicarapun hanya akan membuatnya kembali marah.

" Kenapa diam?" Tiba-tiba Gulf membuka pembicaraan.

" Karena kau masih marah"

" Kalau aku marah, harusnya kau meredakan amarahku"

Mew menghela nafas. " Baiklah. Sudah jangan marah. Kau akan cepat tua kalau marah seperti itu"

" Aku tidak suka dia terus memaksaku untuk pergi ke Bangkok." Ucap Gulf mulai melemah.

Ya, hanya Mew yang bisa membuat Gulf meredakan emosinya.

" Kenapa? Apa kau sangat membenci Bangkok?"

Gulf terdiam.

" Mereka memintamu berkuliah disana karena ingin kau mendapatkan masa depan yang cerah. " Tambah Mew

" Tidak. Mereka hanya memikirkan bisnis mereka. Mereka tidak pernah memikirkanku"

" Gulf, bisakah kau berpikir dari sisi mereka? Kau sudah dewasa, bukan? Turunkan sedikit egomu."

" Kenapa kau berada dipihaknya?"

"Aku tidak berada dipihak siapapun. Aku hanya mencoba melihat sisi positif dari permintaan ayahmu. Tidak ada yang buruk bukan untuk tinggal disana?"

Autumn without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang