s e p u l u h - e n d

1.5K 201 19
                                    

Happy Reading and Enjoy.

Nata menghela mafas pelan. Kehidupannya yang sudah pelik terasa lebih berat lagi saat mendengar cerita dari Jarvis. Seharusnya dia tidak perlu merasa bersalah karena Jarvis dan Danniela putus bukan karena dirinya. Tapi ada beban tersendiri karena ia tau kalau Jarvis pernah mencintainya.

Ia menatap kearah laut lepas. Ketika Nata ingin memulai lembaran baru, ada saja hal yang membuatnya ingin menyerah karena Nata merasa kalau hidupnya hanya beban bagi orang lain.

Nata memejamkan matanya, menikmati semilir angin yang membelai wajahnya.

Pantai ini terasa ramai, beberapa tempat terdengar begitu berisik. Tapi Nata tidak mau peduli. keinginan untuk bunuh diri kembali menghampiri kepala bodohnya.

Kenapa sih Nat? harusnya kamu nggak usah peduli!

Ingin rasanya Nata menuruti kata hatinya. Tapi... kenapa banyak tapi dikepalanya?

"Aku sudah bilang kalau ini bukan salah kamu." Nata membuka matanya dan mendapati Jarvis sudah selesai surfing dan membawa 2 kaleng bir. Nata memandang Jarvis sebentar sebelum menerima bir kaleng yang disodorkan untuknya.

"Aku hanya... entahlah. Aku sudah banyak merepotkan kamu dan keluargamu, sekarang malah bikin hubungan..."

"Berhenti merasa bersalah, Nat. kamu sama sekali nggak merepotkan aku dan keluargaku dan kamu bukan penyebab hubungan aku dan Lala berakhir." Potong Jarvis cepat. Dia menatap tajam Nata dan mereka sempat bertatapan selama beberapa detik sebelum Nata terleih dahulu mengalihkan pandangannya kearah ombak yang mulai tinggi karena waktu semakin petang.

Keduanya terjebak dalam keheningan, ramai disekitar tidak membuat mereka terganggu sampai seorang pria muncul memecah gelembung keheningan.

"Sehari ketemu dua hari... wah, sepertinya kita berjodoh." Nata menatap Dokter Ken sebentar sebelum menggeleng kecil.

"Siapa, Nat?"

Nata menoleh kearah Jarvis yang tampak penasarah, "Oh... ini, Dokter Keanu, Psikiater yang sempat aku kunjungi."

Jarvis mengangguk. Mereka bersalaman singkat dan saling menyebutkan nama, bahkan Jarvis dan Ken sempat mengobrol singkat sebelum Ken pamit karena langit sudah mulai gelap.

"Sepertinya dia menyukaimu," ucap Jarvis sambil menaikkan kedua alisnya.

"Biarkan saja."

***

Nata termenung membaca email yang sempat masuk beberapa hari yang lalu, namun baru sempat dia baca malam ini. Dia menelan salivanya kasar, menggigit bibir atasnya karena gugup dan otaknya sudah banyak menerka-nerka.

Kesialan kembali menerpa hidupnya. Benarkah?

"Ada apa?" Jarvis muncul dan ia langsung menutup laptop milik Jarvis yang sempat ia pinjam.

"Nggak papa, kamu kapan balik ke Jakarta?" tanya Nata berusaha mengalihkan perhatian Jarvis yang sepertinya curiga karena ekspresinya yang berubah.

"Besok sore, kenapa?"

Nata menggeleng pelan dan menyesap teh miliknya yang sudah agak dingin.

"Besok ada acara? Mau ikut aku ketemu orang?" tawar Jarvis mengingat Nata mungkin bosan dan ingin jalan-jalan.

Nata kembali menggeleng, "Besok aku mau ketemu orang, trus mau nengokin Villa yang udah ku beli sama Matt dulu."

Jarvis tentu saja terkejut. Dia tau kalau Nata dan Matt sempat merencanakan masa depan bersama. Bahkan dengan uang yang keduanya dapatkan dibelikan sebuah Villa daerah Pecatu untuk ditempati ketika mereka sudah menikah.

I'M BR[OK]ENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang