Merubah

22 3 0
                                    

Mimpi itu terus menghantui kepalaku. Seperti dia memiliki dendam kepadaku atau seperti dia menagih hutang yang belum aku bayar. Mimpi ini seperti labirin, dan aku harus mencari jalan keluar. Tapi mimpi ini memberikan ku sebuah kepastian bahwa pasti ada kejadian dimana Ayaka akan ditabrak mobil.

"Kupastikan jalan takdirnya berubah. Tabkrakan itu harus dihindari

Tubuhku mengisyaratkan sesuatu yang membuat kaki ini membawa ku ke toilet. Tetapi, aku mengerem saat melihat ada amplop yang cukup penuh isinya. Setelah kubuka isinya adalah sebuah uang yang cukup banyak. Dan ada surat kecil di dalamnya. Setelah kubaca, ibu dan ayah berangkat ke Eropa hari ini. Jadi tadi malam mereka kembali untuk berkemas dan meninggalkan saku untukku. Isi amplopnya...

"I-Ini, kebanyakan" aku tak yakin berapa jumlahnya yang pasti itu lebih dari 200.000 Yen menurutku.

Dsssst, dsssst.

Ah, ponsel ku. Ada pesan Line dari ayah dan ibu.

"HAH? Ayah dan ibudi Paris?" aku terkejut melihat ayah, ibu dan rekan-rekannya berfoto di menara Eiffel.

Tetapi pasti dibalik kesenangan itu ada kerjaan yang menanti. Suatu hari nanti aku ingin ke menara Eiffel untuk bermain gitarku. Memainkan lagu ciptaanku. Mencari ketenangan. Mencari inspirasi. Mungkin, juga mencari pasangan. Tetapi orang Eropa bukanlah tipe ku, melainkan aku lebih menyukai orang Jepang. Tapi juga tak mungkin banyak orang Jepang tinggal di Eropa. Mungkin lebih tepatnya, hidup disana. Tiba-tiba ada sebuah panggilan yang datang dari bumi paling dalam yang menyuruhku sesuatu.

Perutku...

Dia bilang...

KE KAMAR MANDI!!!

(Ruang klub)

Kini aku enggan mengeluarkan tenaga ku untuk kegiatan fisik ataupun sejenisnya. Aku memilih untuk merenung sambil berpikir tentang penyebab kematian Ayaka di pararel waktu kakek itu. Selama ini mimpiku hanya menampilkan satu gambaran yang sama, dan tidak ada bedanya kecuali gambaran sebelum kejadian atau gambaran yang semakin jelas. Ini sama saja seperti seorang guru yang menjelaskan pelajaran yang sama, bab yang sama, materi yang sama namun cara pembawaannya berbeda. Atau seperti presentasi slide didepan kelas yang dimana seluruh slide yang dijelaskan memiliki makna yang sama.

"Takeshi, tolong ambilin pel disebelah itu" aku gasadar kalo aku duduk di ujung belakang kelas. Udah kayak sadboy aja ditemenin sapu.

"Tumbenan Sen? Emang elu bisa ngepel?"

"Elu ngeremehin gua? Dimana-mana tokoh utama itu bisa apa saja. Kalo masalah ngepel mah kecil" mentang-mentang tokoh utama sombong ya.

Entah kenapa dia dipilih menjadi tokoh utama, bukannya gak boleh tapi kamu cocoknya jadi sampingan, dalam arti kawan tokoh utama. Tapi aku juga kurang paham tentang klub drama jadi aku nyimak saja apa yang terjadi di klub drama. Klub-ku, masalahku. Klub-mu, masalahmu. Tak lama telingaku menangkap suara Ayaka dan Sakura berbincang menuju ruang klub musik. Tiada angin tiada mendung, air yang digunakan Sento untuk mengepel tumpah karena tertendang kakinya. Dan tumpahnya tepat di depan pintu masuk klub. Bikin repot saja..

Eh?

Tumpah...

DI DEPAN PINTU?

Ayaka dan Sakura bisa terpeleset! Mana gitarku? Tanpa waktu lama mataku mendeteksi gitarku yang terletak di kursi yang agak jauh dari pojok ruangan. Aku pun segera menggenggam nya dan segera menyusun nada dengan cekatan. Nada demi nada kususun untuk menciptakan tumpukan melodi dengan aura yang baik. Tanganku berayun dan menggenjreng senar-senar ini untuk pertama kalinya. Lalu....

Petikan Takdir (運命の選択)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang