Bagian 1

8 2 0
                                    

Pelangi menggowes sepedahnya dengan terburu-buru, hari ini dia telat bangun. Mamahnya, semaleman tidak pulang, alhasil dia harus bangun terlambat. Dia berharap, gerbang sekolah belum di tutup.

Namun, harapannya tidak sesuai apa yang dia inginkan. Gerbang sekolahnya, benar-benar tertutup.

Pelangi turun dari sepedahnya, dia menyandarkan sepedahnya di pohon mangga dekat gerbang. Dia mengelap keringat menggunakan punggung tangannya.

"Pak, bukain dong!" Pelangi berteriak seraya menggoyang-goyangkan pagar, berharap satpamnya mendengar.

"Pak Budi, kemana si? Bukannya jaga gerbang malah kelayapan," ujar Pelangi berkelu kesah.

"Ssstt."

Pelangi mengedarkan pandangannya, mencari asal suara. Dia mendengar ada suara, tapi gak ada siapa-siapa di sini. Masa, iya ada hantu pagi-pagi gini.

"Di atas pohon."

Suara itu muncul lagi, sesuai perkataannya, Pelangi menengok ke atas pohon. Holla, ada Fatur di atas pohon mangga, tempat dia menyandarkan sepedahnya.

Fatur turun dari pohon mangga dengan pelan-pelan. Lalu dia menepuk-nepuk celananya yang kotor akibat debu.

"Lo ngapain?" tanya Fatur begitu sudah berdiri di hadapan Pelangi.

"Dangdutan."

"Ha?"

"Lo ga liat? Gue lagi berdiri nungguin Pak Budi buka, nih gerbang. Kenapa masih nanya, si," ujar Pelangi jengkel.

"Lo kenapa kalo sama gue judes banget, si? Giliran sama Laskar enggak."

Pelangi memutar bola matanya malas. Jelas kalau sama Laskar, dia harus berbaik hati. Memangnya siapa Fatur? Hanya teman dari Laskar.

"Lo telat juga?" tanya Pelangi. Pelangi merutuk dalam hati, sudah tau kenapa dia masih nanya. Sekarang Fatur pasti akan menertawakannya.

"Iya, kita jodoh kali ya." Jawab Fatur sambil menaik-turunkan alisnya.

"Ngaco."

"Hei, kalian berdua."

Pelangi dan Fatur menoleh pada asal suara. Pak Dedi berjalan untuk membukakan gerbang.

"Masuk, kalian!" perintah Pak Dedi. Pelangi dan Fatur masuk bersamaan. Tidak lupa Pelangi membawa sepedahnya masuk.

"Kalian berdua, berdiri di depan bendera dan hormat," titah Pak Dedi.

"Saya naruh sepedah dulu, Pak."

"Oke. Kamu, ke lapangan duluan," ucapnya pada Fatur. Fatur mengangguk.

***

Laskar tak henti-hentinya menengok ke arah kursi Pelangi. Dia heran, kenapa Pelangi belum memunculkan batang hidungnya. Biasanya, dia sudah mengganggunya sejak pagi.

Laskar berjalan ke meja Nadin, Nadin ini teman sebangku Pelangi.

"Nad, Pelangi mana?"

Nadin menatap tak percaya ke arah Laskar. Tumben sekali dia menanyakan keberadaan Pelangi, biasanya dia akan mengusir Pelangi kalau-kalau Pelangi mengganggu Laskar.

"Tumben, kangen lo." Laskar tersedak air liurnya sendiri saat mendengar ucapan Nadin.

"Apaan lo. Gue nanya, cuma takut dia pergi ke dukun dan nyari jampe-jampe buat gue, agar gue bisa suka sama dia."

Nadin terperangah mendengarnya. Laskar, benar-benar gila. Dia kira, Laskar mengkhawatirkan Pelangi.

"Gila lo ya, sebenci itu lo sama Pelangi?" tanya Nadin marah, bahkan dia sampai berdiri. Teman sekelasnya mengalihkan pandangan untuk menonton Nadin dan Laskar.

"Kemarin, Pelangi yang ngomong sendiri," ujar Laskar yang membela dirinya.

"Dia paling cuma becanda, Kar. Please, lo terlalu serius orangnya," ujar Nadin kesal.

"Seterah lo deh."

Laskar keluar dari kelas. Dia sudah malas berdebat dengan Nadin, lagian berdebat dengan perempuan percuma. Hanya membuang tenaganya saja.

Laskar menghentikan langkahnya, dia melihat ke arah tiang bendera. Dia melihat dua orang yang sedang hormat ke arah bendera.

"Pelangi sama Fatur. Jadi dia telat, pantes gue gak liat Fatur juga."

Laskar berjalan mendekat ke arah Pelangi dan Fatur. Samar-samar, dia mendengar mereka sedang berdebat. Pelangi kalau bertemu dengan Fatur, pasti berdebat.

"Di hukum aja sampai barengan. Jodoh, tuh," ujar Laskar begitu sudah di depan Pelangi dan Fatur.

"Laskar, akhirnya kamu datang. Mana minumnya?" tanya Pelangi sambil mengadahkan tangannya guna minta minum ke Laskar.

"Apaan?" tanya Laskar yang tak mengerti.

"Minum. Kamu pasti bawa minum kan buat aku? Biar kaya cerita di novel-novel," ujarnya. Laskar menggeleng tak mengerti akan jalan pemikiran Pelangi. Ini hidup nyata, kenapa harus di bawa-bawa seperti novel kesukaannya.

"Gue gak bawa apa-apa."

Pelangi menurunkan tangannya sedih. Dia fikir, Laskar membawakannya minum. Dia menghela nafasnya, harusnya dia sadar, kalau Laskar tidak akan pernah menyukainya.

"Lo gak bawa apa-apa buat gue?" tanya Fatur.

Laskar terkekeh mendengar pertanyaa bodoh Fatur. Jelas-jelas dia gak bawa apa-apa, malah bertanya. Sama aja kaya Pelangi.

"Gak liat lo? Gue gak bawa apa-apa, nih." Laskar menunjukkan telapak tangannya yang kosong kepada Fatur dan Pelangi.

"Laskar, aku haus," ucap Pelangi dan mengusap lehernya yang putih.

"Mau gue beliin gak?" tanya Fatur yang kasihan melihat wajah Pelangi yang sudah letih.

"Gak perlu," ujar Pelangi ketus. "Lagian, kan lo lagi di hukum," lanjutnya lagi.

"Gak papa, biar lo gak kehausan."

"Gak usah."

"Gak usah malu-malu lo, lo mau kan sebenernya di beliin minum sama Fatur?" tanya Laskar.

"Enggak, aku maunya di beliin kamu."

"Gue gak mau. Udah, si, di beliin aja sama Fatur. Ntar, lo pingsan lagi," ejek Laskar.

"Enggak, aku kuat, ko," ucapnya yakin. Ya, untuk saat ini dia yakin kalau dia masih kuat. Tapi, gak tau untuk kedepannya. Dia juga belum makan.

"Serius, lo gak mau gue beliin?" tanya Fatur meyakinkan. Dengan mantap, Pelangi mengangguk.

"Kalau Laskar yang beliin, baru mau," ujar Pelangi tersenyum manis ke arah Laskar.

"Gue yang ogah!"

Setelahnya, Laskar langsung pergi dari lapangan. Sebenarnya, Fatur kasihan dengan Pelangi. Laskar terlalu kasar saat berbicara dengan Pelangi.

"Lo gak papa?" tanya Fatur dengan pelan.

"Emangnya gue kenapa?" tanya Pelangi tak faham.

"Soal Laskar."

"Gak papa, udah biasa. Dari kecil, dia juga begitu."

⭐️⭐️⭐️

Next? Comment.
Jangan lupa share kalau kalian suka cerita ini.
Wuuuff uu! <3

See u ❤

Mutiarazahrdr

LASKAR PELANGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang